Gerak KPK Dibatasi
A
A
A
JAKARTA - Wacana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi polemik. Polemik kembali muncul setelah sejumlah fraksi di DPR mengusulkan untuk memasukan revisi UU KPK dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2015.
Perdebatan tentang UU ini menjadi lebih kencang karena sejumlah pasal dalam draf revisi UU KPK dianggap melemahkan lembaga antikorupsi itu. Antara lain aturam tentang pembatasan usia KPK yang hanya 12 tahun setelah revisi UU disahkan, kemudian KPK hanya dapat menyidik kasus korupsi minimal yang merugikan negara Rp50 miliar.
Draf tersebut juga mengatur tentang penyadapan. Dalam menjalankan kewenangan itu, KPK diharuskan untuk meminta izin ketua pengadilan negeri.
Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad) Idil Akbar menilai ada upaya melemahkan KPK secara kinerja dan kelembagaan.
"Rasanya sulit mengabaikan bahwa di balik upaya mengajukan revisi terhadap UU KPK ada upaya untuk melemahkan KPK baik secara kerja maupun secara kelembagaan," tutur Idil kepada Sindonews, Kamis 8 Oktober 2015 malam.
Idil menyoroti pasal dalam draf revisi UU KPK yang menyatakan KPK hanya dapat menyidik kasus korupsi dengan kerugian negara minimal Rp50 miliar.
Dia menduga aturan tersebut untuk membatasi ruang gerak KPK dalam menangani kasus korupsi. "Saya menduga revisi ini agar KPK tidak lagi banyak mengintervensi penanganan korupsi," ucapnya. (Baca: Polemik Revisi UU KPK, PKS Soroti Batas Usia KPK 12 Tahun)
Menurut dia, hal tersebut terlihat dari perubahan jumlah besaran korupsi yang bisa ditangani KPK. "Itu terlihat dari perubahan jumlah besaran korupsi yang bisa ditangani KPK di atas Rp50 miliar, jauh lebih tinggi dari sebelumnya yang hanya Rp1 miliar," tandasnya.
PILIHAN:
Perindo Yakin Raih Sukses pada Pemilu 2019
Perdebatan tentang UU ini menjadi lebih kencang karena sejumlah pasal dalam draf revisi UU KPK dianggap melemahkan lembaga antikorupsi itu. Antara lain aturam tentang pembatasan usia KPK yang hanya 12 tahun setelah revisi UU disahkan, kemudian KPK hanya dapat menyidik kasus korupsi minimal yang merugikan negara Rp50 miliar.
Draf tersebut juga mengatur tentang penyadapan. Dalam menjalankan kewenangan itu, KPK diharuskan untuk meminta izin ketua pengadilan negeri.
Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad) Idil Akbar menilai ada upaya melemahkan KPK secara kinerja dan kelembagaan.
"Rasanya sulit mengabaikan bahwa di balik upaya mengajukan revisi terhadap UU KPK ada upaya untuk melemahkan KPK baik secara kerja maupun secara kelembagaan," tutur Idil kepada Sindonews, Kamis 8 Oktober 2015 malam.
Idil menyoroti pasal dalam draf revisi UU KPK yang menyatakan KPK hanya dapat menyidik kasus korupsi dengan kerugian negara minimal Rp50 miliar.
Dia menduga aturan tersebut untuk membatasi ruang gerak KPK dalam menangani kasus korupsi. "Saya menduga revisi ini agar KPK tidak lagi banyak mengintervensi penanganan korupsi," ucapnya. (Baca: Polemik Revisi UU KPK, PKS Soroti Batas Usia KPK 12 Tahun)
Menurut dia, hal tersebut terlihat dari perubahan jumlah besaran korupsi yang bisa ditangani KPK. "Itu terlihat dari perubahan jumlah besaran korupsi yang bisa ditangani KPK di atas Rp50 miliar, jauh lebih tinggi dari sebelumnya yang hanya Rp1 miliar," tandasnya.
PILIHAN:
Perindo Yakin Raih Sukses pada Pemilu 2019
(dam)