Kesiapan Jelang MEA 2015

Senin, 14 September 2015 - 10:20 WIB
Kesiapan Jelang MEA 2015
Kesiapan Jelang MEA 2015
A A A
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan efektif berlaku pada 31 Desember 2015. Saat ini hampir setiap negara ASEAN sedang berbenah mempersiapkan diri menghadapi berlakunya pasar bebas di kawasan ASEAN itu.

Bagi Indonesia, tidak ada pilihan lain kecuali melakukan percepatan persiapan di sisa waktu 3,5 bulan ini. Sejumlah persoalan dalam negeri seyogianya tidak mengalihkan kita agar tetap fokus mempersiapkan diri menghadapi MEA. Kesiapan dalam menghadapi MEA akan sangat menentukan apakah kita dapat mengoptimalkan pasar yang terbuka di kawasan ASEAN atau sekadar menjadi penonton.

MEA tidak hanya tantangan, tetapi juga peluang bagi ekonomi nasional, pengusaha lokal, tenaga kerja nasional, dan sektor UKM nasional. MEA membuka pasar produk dan jasa nasional tidak hanya terbatas pada pasar domestik, tetapi juga berpeluang untuk dipasarkan kepada tidak kurang dari 625 juta konsumen di kawasan ASEAN. Pasar 10 negara ASEAN sangat menjanjikan mengingat kontribusi ekonomi ke-10 negara terhadap produk domestik bruto (PDB) dunia cukup besar.

Menurut data dari IMF World Economic Outlook 2014 , PDB ASEAN berdasarkan purchasing power parity berkontribusi sebesar 4,4% terhadap PDB dunia. Dengan total PDB sebesar USD3,8 triliun dan secara rata-rata tumbuh 5,1% tiap tahunnya, pasar ASEAN begitu menjanjikan baik dari sisi ekspor maupun investasi langsung (foreign direct investment ).

Meskipun saat ini kawasan ASEAN sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat sejumlah faktor seperti perlambatan ekonomi China, turunnya harga komoditas dunia, risiko capital-outflow , meningkatnya risiko turunnya produksi holtikultura dan pangan akibat El Nino, sesungguhnya kawasan ASEAN masih menarik bagi investasi dunia.

Tercatat sepanjang semester I/2015 tidak kurang dari USD44 miliar FDI masuk ke ASEAN. Selain itu, menurut data dari Sekretariat ASEAN, PDB per kapita ASEAN juga melonjak 300% dari tahun 2003 yang hanya sebesar USD1.342 menjadi USD3.837 atau naik tiga kali lipat pada 2013.

Hal ini menunjukkan kawasan ini memiliki lapisan kelas menengah yang semakin besar dan tentunya membuka peluang bagi dunia usaha dan sektor ketenagakerjaan Indonesia. Kendati demikian, peluang besar ini akan menguap begitu saja apabila kita tidak mampu mengoptimalkannya.

Menurut saya, tantangan kita jelang MEA ada dua. Pertama, bagaimana kita dapat memenangi persaingan di pasar domestik akibat serbuan produk, jasa, dan tenaga kerja terampil (skilled labour ) dari negara tetangga. Kedua, bagaimana kita dapat memperbanyak produk, jasa, dan tenaga kerja terampil Indonesia masuk ke pasar ASEAN. Harus kita akui sampai saat ini kita masih terfokus hanya pada bagaimana strategi dan kebijakan pengamanan pasar domestik saja.

Sementara kita cenderung melupakan potensi yang sangat besar di pasar Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura bagi produk, jasa, dan tenaga kerja terampil kita. Salah satu hal yang perlu kita lakukan saat ini adalah peningkatan dan perluasan sosialisasi tentang MEA yang masih dirasa sangat kurang.

Terlebih dalam satu tahun terakhir, kita sangat disibukkan dengan sejumlah agenda seperti transisi kepemimpinan nasional dari Presiden SBY ke Presiden Jokowi, penyusunan kabinet, kebijakan pengurangan subsidi BBM, penyusunan APBN-P 2015, rendahnya penyerapan anggaran pemerintah, melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional, reshuffle kabinet sampai dengan kegaduhan di bidang nonekonomi seperti persiapan pilkada langsung, pergantian kabareskrim hingga disharmoni dalam tubuh kabinet.

Sepertinya kita semua perlu kembali fokus pada persiapan agenda besar yang akan menentukan masa depan ekonomi nasional di era persaingan bebas kawasan. Identifikasi produk, jasa, dan kualitas tenaga kerja terampil Indonesia yang mampu bersaing di tingkat kawasan perlu dilakukan segera.

Kementerian teknis seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian Luar Negeri perlu duduk bersama untuk merumuskan kebijakan nasional menghadapi MEA.

Selain itu, komunikasi dan koordinasi dengan dunia usaha melalui sejumlah asosiasi seperti Kadin, Apindo, Hipmi, dan Hippi perlu segera dilakukan agar terdapat keterpaduan langkah-langkah antisipasi jelang berlakunya MEA. Liberalisasi sektor ketenagakerjaan, khususnya tenaga kerja terampil, juga membutuhkan persiapan-persiapan khusus.

Pemerintah juga perlu duduk bersama dan berkoordinasi dengan sejumlah asosiasi profesi sektor yang sektornya akan diliberalisasi di kawasan ASEAN seperti dokter, dokter gigi, perawat, akuntan, insinyur. Perspektif kebijakan yang mendorong daya saing di kawasan ASEAN sangat dibutuhkan saat ini, tidak hanya harus bersifat longitudinal, tetapi juga harus bersifat benchmarking.

Bersifat longitudinal dalam hal ini adalah kebijakan nasional harus terus disesuaikan dan diperbarui mengikuti tuntutan dan kondisi persaingan saat ini dan masa depan. Bersifat benchmarking berarti kebijakan nasional kita harus lebih baik, lebih tepat, dan lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh negaranegara di kawasan ASEAN.

Oleh karenanya, kebijakan nasional menghadapi MEA perlu juga melihat langkah-langkah yang ditempuh sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina untuk mempersiapkan negaranya menghadapi MEA. Tanpa adanya hal ini, dikhawatirkan kita akan semakin tertinggal untuk mempersiapkan diri menghadapi persaingan bebas kawasan.

Hal yang tidak kalah penting lainnya adalah identifikasi peluang-peluang baru di kawasan yang dapat dimanfaatkan oleh dunia usaha dan tenaga kerja terampil Indonesia. Sejumlah negara seperti Kamboja, Vietnam, dan Laos menawarkan banyak peluang investasi yang bisa dimanfaatkan baik oleh BUMN maupun swasta nasional.

Sejumlah perusahaan BUMN dan swasta yang sudah melebarkan operasi di kawasan ASEAN dapat menjadi best-practice bagi lainnya. Keberhasilan masuk dan berinvestasi di sejumlah negara ASEAN dapat ditularkan ke yang lain agar semakin banyak pasar ASEAN yang dapat dimanfaatkan pengusaha nasional.

Peningkatan kualitas baik produksi maupun pemasaran produk UKM nasional agar lebih berstandar regional juga perlu kita lakukan. Ketika hal ini didukung dengan upaya matchmaking dengan potensi pasar kawasan, ekspor produk-produk UKM kita akan semakin besar di kawasan ASEAN.

Pemerintah daerah juga perlu diajak berkoordinasi dan perumusan kebijakan daerah mesti bisa membawa daerahnya menjadi lebih kompetitif dan produktif. Perpaduan kebijakan antara memenangi persaingan di pasar dalam negeri dengan pemanfaatan pasar-pasar yang terbuka di luar negeri akan membuat Indonesia mengambil manfaat besar di era persaingan bebas kawasan.

Hal ini penting kita lakukan mengingat sumber daya yang dimiliki Indonesia sangatlah besar baik dari sisi kekuatan ekonomi, SDM, SDA maupun potensi-potensi yang belum kita optimalkan.

PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7666 seconds (0.1#10.140)
pixels