Implementasi Paket Ekonomi Butuh Kerja Cepat
A
A
A
JAKARTA - Kalangan dunia usaha mendesak pemerintah untuk bergerak cepat dalam mengimplementasikan paket kebijakan ekonomi. Mereka juga mengingatkan bahwa pelaksanaan paket tersebut membutuhkan tim yang solid dan mampu bekerja secara konsisten.
”Karena banyak kejadian di pemerintahan, antara kebijakan Presiden dan kabinetnya ketika dieksekusi pihak pelaksana itu jauh semangatnya dari tujuan semula atau kontennya berbeda. Itu yang akan kita kawal,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani di Jakarta kemarin.
Dia menilai sebagian isi paket kebijakan ekonomi sudah sesuai dengan harapan, terutama dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan daya saing industri dan menjaga daya beli masyarakat. Namun Hariyadi juga menggarisbawahi bahwa target-target fiskal perlu pula direlaksasi agar tidak terlalu mengganggu kegiatan sektor riil. Dia menuturkan, kondisi perekonomian nasional tahun ini tidak begitu sehat sehingga berdampak serius terhadap industri.
Beberapa industri yang paling merasakan dampak perlambatan ekonomi antara lain sektor pertambangan, properti, automotif, serta industri padat karya seperti garmen. ”Semuanya sama, perlu ditangani. Kita tidak bisa membeda-bedakan karena semua industri mengalami hal yang sama,” ujarnya.
Berdasarkan data Apindo, pada tahun ini sudah 50.000 orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah itu belum termasuk tenaga kerja yang dirumahkan. PHK terjadi di sektor-sektor industri yang paling merasakan dampak buruk perlambatan ekonomi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin mengumumkan paket kebijakan ekonomi sebagai upaya mendorong perekonomian nasional.
Paket kebijakan tahap I September 2015 itu mencakup upaya mendorong daya saing industry nasional, percepatan proyek strategis nasional, dan meningkatkan investasi di sektor properti (selengkapnya lihat infografis). Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia mengatakan, paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah bersifat jangka panjang. Dampaknya kemungkinan baru terasa tahun depan.
”Namun yang paling penting nanti adalah revisi regulasi, tentu akan memakan waktu yang lama,” ujarnya. Menurut Bahlil, kementerian terkait harus bekerja lebih cepat, responsif, bahkan proaktif untuk menerjemahkan paket besar ekonomi ini. ”Yang dapat langsung dirasakan adalah penurunan harga gas untuk industri. Kemudian dukungan pembiayaan ke perusahaan berorientasi ekspor,” katanya.
Hipmi mengusulkan agar dibentuk tim monitoring untuk memantau implementasi paket besar ini. Tim itu nantinya secara progresif melaporkan perkembangan implementasi paket kebijakan ekonomi kepada Presiden dan menampung aspirasi dari dunia usaha. Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, langkah pemerintah memberikan tambahan jatah raskin, konverter elpiji untuk nelayan, dan kemudahan pencairan dana desa penting untuk memulihkan daya beli masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Dia menilai masalah kemiskinan banyak terjadi di perdesaan. Meski begitu, Eko berpendapat, pemerintah juga perlu mengantisipasi ekses pengangguran yang disebabkan meluasnya gelombang PHK. Sementara itu kemungkinan beralihnya orang yang terkena PHK ke sektor informal bisa menambah masalah baru. ”Pemerintah harus terlibat di situ. Mereka harus dilatih untuk berwirausaha. Diberi modal usaha. Programprogram seperti itu harus digalakkan,” ujarnya.
Adapun langkah pemerintah meningkatkan daya saing industri membutuhkan implementasi yangkonsisten. Menurutnya, paket kebijakan tersebut juga harus memuat rencana aksi yang konkretdanevaluasikinerjayangterukur. ”Jadi bukan hanya berapa banyak paket kebijakan, tetapi juga harus mampu memastikan bahwa ini berjalan,” ujarnya.
Presiden Jokowi menuturkan, paket kebijakan yang diluncurkan kemarin merupakan tahap pertama dari tiga tahap sehingga disebut Paket Kebijakan September 1. Paket itu diharapkandapatmemacupertumbuhan danmengatasikelesuanekonomi. Saat memberikan keterangan pers kemarin, Presiden Jokowi didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, dan Kepala Staf Presiden Teten Masduki.
Wapres Jusuf Kalla tidak hadir dalam konferensi pers tersebut. Tahap pertama paket kebijakan pemerintah menurut Presiden adalah mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian usaha. ”Terdapat 89 peraturan yang dirombak dari 154 yang masuk ke tim sehingga ini bisa menghilangkan duplikasi, bisa memperkuat koherensi dan konsistensi, serta memangkas peraturan yang tidak relevan atau menghambat daya saing industri nasional,” ujarnya.
Selain itu, telah disiapkan 17 rancangan peraturan pemerintah, 11 rancangan peraturan presiden, 2 rancangan instruksi presiden, 63 rancangan peraturan menteri, dan 5 aturan lain dalam deregulasi tersebut. Pemerintah juga melakukan penyederhanaan izin, memperbaiki prosedur kerja perizinan, memperkuat sinergi, meningkatkan kualitas pelayanan, serta menggunakan pelayanan yang berbasis elektronik.
”Pemerintah berkomitmen menyelesaikan semua paket deregulasi pada September dan Oktober 2015. Ini paket pertama, nanti ada paket kedua dan mungkin ada paket ketiga yang secara konsisten kita lakukan terus,” katanya. Adapunkebijakankeduaadalah mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek itu.
Langkah yang ditempuh antara lain penyederhanaan izin, penyelesaian tata ruang dan penyediaan lahan, percepatan pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta diskresi dalam penyelesaian hambatan dan perlindungan hukum. ”Pemerintah juga memperkuat peran kepala daerah untuk melakukan dan atau memberikan dukungan percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional,” tandasnya.
Langkah kebijakan pemerintah yang ketiga adalah meningkatkan investasi di sektor properti. Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pembangunan perumahan, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah, serta membuka peluang investasi yang lebih besar di sektor properti.
Jokowi meyakini paket kebijakan ekonomi tersebut akan memperkuat industri nasional, mendorong perkembangan usaha mikro kecil menengah dan koperasi, memperlancar perdagangan antardaerah, serta membuat pariwisata semakin bergairah. Dia juga optimistis paket ekonomi akan menjadikan kesejahteraan nelayan membaik dengan peningkatan produksi ikan tangkap dan penghematan biaya bahan bakar hingga 70% melalui konversi solar ke elpiji.
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, dari sisi moneter, BI juga mengeluarkan paket kebijakan yang terdiri atas lima kebijakan. Kebijakan itu antara lain memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi suplai perekonomian.
Oktiani endarwati/ rahmat fiansyah/ rarasati syarief
”Karena banyak kejadian di pemerintahan, antara kebijakan Presiden dan kabinetnya ketika dieksekusi pihak pelaksana itu jauh semangatnya dari tujuan semula atau kontennya berbeda. Itu yang akan kita kawal,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani di Jakarta kemarin.
Dia menilai sebagian isi paket kebijakan ekonomi sudah sesuai dengan harapan, terutama dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan daya saing industri dan menjaga daya beli masyarakat. Namun Hariyadi juga menggarisbawahi bahwa target-target fiskal perlu pula direlaksasi agar tidak terlalu mengganggu kegiatan sektor riil. Dia menuturkan, kondisi perekonomian nasional tahun ini tidak begitu sehat sehingga berdampak serius terhadap industri.
Beberapa industri yang paling merasakan dampak perlambatan ekonomi antara lain sektor pertambangan, properti, automotif, serta industri padat karya seperti garmen. ”Semuanya sama, perlu ditangani. Kita tidak bisa membeda-bedakan karena semua industri mengalami hal yang sama,” ujarnya.
Berdasarkan data Apindo, pada tahun ini sudah 50.000 orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah itu belum termasuk tenaga kerja yang dirumahkan. PHK terjadi di sektor-sektor industri yang paling merasakan dampak buruk perlambatan ekonomi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin mengumumkan paket kebijakan ekonomi sebagai upaya mendorong perekonomian nasional.
Paket kebijakan tahap I September 2015 itu mencakup upaya mendorong daya saing industry nasional, percepatan proyek strategis nasional, dan meningkatkan investasi di sektor properti (selengkapnya lihat infografis). Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia mengatakan, paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah bersifat jangka panjang. Dampaknya kemungkinan baru terasa tahun depan.
”Namun yang paling penting nanti adalah revisi regulasi, tentu akan memakan waktu yang lama,” ujarnya. Menurut Bahlil, kementerian terkait harus bekerja lebih cepat, responsif, bahkan proaktif untuk menerjemahkan paket besar ekonomi ini. ”Yang dapat langsung dirasakan adalah penurunan harga gas untuk industri. Kemudian dukungan pembiayaan ke perusahaan berorientasi ekspor,” katanya.
Hipmi mengusulkan agar dibentuk tim monitoring untuk memantau implementasi paket besar ini. Tim itu nantinya secara progresif melaporkan perkembangan implementasi paket kebijakan ekonomi kepada Presiden dan menampung aspirasi dari dunia usaha. Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, langkah pemerintah memberikan tambahan jatah raskin, konverter elpiji untuk nelayan, dan kemudahan pencairan dana desa penting untuk memulihkan daya beli masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Dia menilai masalah kemiskinan banyak terjadi di perdesaan. Meski begitu, Eko berpendapat, pemerintah juga perlu mengantisipasi ekses pengangguran yang disebabkan meluasnya gelombang PHK. Sementara itu kemungkinan beralihnya orang yang terkena PHK ke sektor informal bisa menambah masalah baru. ”Pemerintah harus terlibat di situ. Mereka harus dilatih untuk berwirausaha. Diberi modal usaha. Programprogram seperti itu harus digalakkan,” ujarnya.
Adapun langkah pemerintah meningkatkan daya saing industri membutuhkan implementasi yangkonsisten. Menurutnya, paket kebijakan tersebut juga harus memuat rencana aksi yang konkretdanevaluasikinerjayangterukur. ”Jadi bukan hanya berapa banyak paket kebijakan, tetapi juga harus mampu memastikan bahwa ini berjalan,” ujarnya.
Presiden Jokowi menuturkan, paket kebijakan yang diluncurkan kemarin merupakan tahap pertama dari tiga tahap sehingga disebut Paket Kebijakan September 1. Paket itu diharapkandapatmemacupertumbuhan danmengatasikelesuanekonomi. Saat memberikan keterangan pers kemarin, Presiden Jokowi didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, dan Kepala Staf Presiden Teten Masduki.
Wapres Jusuf Kalla tidak hadir dalam konferensi pers tersebut. Tahap pertama paket kebijakan pemerintah menurut Presiden adalah mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian usaha. ”Terdapat 89 peraturan yang dirombak dari 154 yang masuk ke tim sehingga ini bisa menghilangkan duplikasi, bisa memperkuat koherensi dan konsistensi, serta memangkas peraturan yang tidak relevan atau menghambat daya saing industri nasional,” ujarnya.
Selain itu, telah disiapkan 17 rancangan peraturan pemerintah, 11 rancangan peraturan presiden, 2 rancangan instruksi presiden, 63 rancangan peraturan menteri, dan 5 aturan lain dalam deregulasi tersebut. Pemerintah juga melakukan penyederhanaan izin, memperbaiki prosedur kerja perizinan, memperkuat sinergi, meningkatkan kualitas pelayanan, serta menggunakan pelayanan yang berbasis elektronik.
”Pemerintah berkomitmen menyelesaikan semua paket deregulasi pada September dan Oktober 2015. Ini paket pertama, nanti ada paket kedua dan mungkin ada paket ketiga yang secara konsisten kita lakukan terus,” katanya. Adapunkebijakankeduaadalah mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek itu.
Langkah yang ditempuh antara lain penyederhanaan izin, penyelesaian tata ruang dan penyediaan lahan, percepatan pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta diskresi dalam penyelesaian hambatan dan perlindungan hukum. ”Pemerintah juga memperkuat peran kepala daerah untuk melakukan dan atau memberikan dukungan percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional,” tandasnya.
Langkah kebijakan pemerintah yang ketiga adalah meningkatkan investasi di sektor properti. Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pembangunan perumahan, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah, serta membuka peluang investasi yang lebih besar di sektor properti.
Jokowi meyakini paket kebijakan ekonomi tersebut akan memperkuat industri nasional, mendorong perkembangan usaha mikro kecil menengah dan koperasi, memperlancar perdagangan antardaerah, serta membuat pariwisata semakin bergairah. Dia juga optimistis paket ekonomi akan menjadikan kesejahteraan nelayan membaik dengan peningkatan produksi ikan tangkap dan penghematan biaya bahan bakar hingga 70% melalui konversi solar ke elpiji.
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, dari sisi moneter, BI juga mengeluarkan paket kebijakan yang terdiri atas lima kebijakan. Kebijakan itu antara lain memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi suplai perekonomian.
Oktiani endarwati/ rahmat fiansyah/ rarasati syarief
(bbg)