Polri Gandeng KPK Usut Kasus Pelindo II

Selasa, 08 September 2015 - 09:20 WIB
Polri Gandeng KPK Usut Kasus Pelindo II
Polri Gandeng KPK Usut Kasus Pelindo II
A A A
JAKARTA - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri rupanya telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane di Pelindo II.

SPDP itu bahkan sudah dikirimkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2 September 2015. Mantan Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso membenarkan telah melayangkan SPDP kasus Pelindo II ke KPK.

Budi menandaskan, pengusutan kasus Pelindo II tidak akan berhenti seiring dengan pergantian kabareskrim. Bahkan, Bareskrim pun masih melakukan sejumlah pemeriksaan terhadap saksi dan gelar perkara kasus ini. Setelah gelar perkara, Budi bahkan memastikan bakal ada penetapan tersangka baru dalam kasus itu. ”Insya Allah ada,” kata Budi seusai mengikuti upacara serah terima jabatan kabareskrim dan kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.

Pengusutan kasus dugaan korupsi mobile crane Pelindo II, menurut Budi, akan menjadi pintu awal untuk mengungkap kasus korupsi bernilai triliunan rupiah di tubuh BUMN itu. Melalui pengembangan kasus itu, Bareskrim kini sedang menyelidiki dugaan korupsi lain di Pelindo II yang nilai kerugian negaranya juga fantastis. Namun, belum sempat merilis kasus mega-korupsi itu, Budi sudah dipindahtugaskan ke BNN.

”Jumlahnya spektakuler, tapi kita menangani ini murni penegakan hukum, bukan mencari popularitas,” tandasnya. Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi SP juga mengaku telah menerima SPDP perkara PT Pelindo II dari Bareskrim Polri. ”Sudah kita terima tanggal 2 September kemarin,” ungkap Johan Budi.

Menurut dia, SPDP merupakan pemberitahuan resmi dari Polri maupun Kejaksaan kepada KPK. Dengan adanya SPDP, berarti akan dimulai penyidikan sebuah perkara. KPK, lanjutnya, memang tidak menerima semua SPDP kasus korupsi. Biasanya, hanya perkara besar saja yang SPDPnya dikirimkan ke KPK. Pemberian SPDP ini, ungkap Johan Budi, berkaitan dengan fungsi koordinasi dan supervisi yang dimiliki KPK.

Terkait koordinasi dan supervisi tersebut, salah satu calon pimpinan (capim) KPK ini menyatakan, KPK dapat mengambil alih penanganan perkara yang ditangani baik oleh Kepolisian maupun Kejaksaan jika kasus tersebut tidak berjalan. Namun, pengambilalihan itu harus ada pernyataan resmi dari lembaga penegak hukum terkait bahwa memang mereka tidak dapat melanjutkan penanganan perkara.

”Selama perkara masih ditangani, maka KPK tidak akan mengambil alih penanganan kasus tersebut,” tandasnya. Johan Budi juga mengaku KPK pernah menerima laporan dugaan korupsi di Pelindo II. Namun, dia tidak ingat apakah laporan itu terkait dugaan korupsi pengadaan mobile crane atau kasus lain. Ketua Federasi Serikat Pekerja (SP) BUMN FX Arief Poyuono mengatakan, dugaan korupsi di Pelindo II sebenarnya bukan hanya pada pengadaan mobile crane.

Pada 2011, Arief mengaku pernah melaporkan adanya dugaan korupsi pengadaan Information and Communication Technology (ICT) di Pelindo II Tahun 2010. Setahun kemudian atau pada 2012, Arief kembali melaporkan dugaan korupsi untuk kasus lain, yaitu dugaan korupsi pengadaan mobilecrane Tahun2010dengankerugian negara ditaksir mencapai USD3 juta.

Pengungkapan kasus Pelindo II oleh Bareskrim pada kepemimpinan Budi Waseso, menurut Arief, berawal dari pengungkapan kasus korupsi dwelling time. Budi Waseso, sebut Arief, kemudian mengetahui rupanya kasus dugaan korupsi mobile crane telah dilaporkan di institusinya sejak lama jauh sebelum dia menjabat kabareskrim. Arief pun mengapresiasi tindakan Bareskrim yang sudah mengusut kasus dugaan korupsi di Pelindo II yang hampir tidak pernah tersentuh oleh penegak hukum sebelumnya.

”Budi Waseso tidak punya kepentingan dengan Pelindo. Dia tahu itu kasus dilaporkan lama, lalu dia bongkar kembali, murni penegakan hukum,” katanya. Sedangkan pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis menilai, dugaan kasus korupsi Pelindo II harus diusut tuntas. Menurut dia, konyol jika sengkarut korupsi di pelabuhan tidak diusut tuntas mengingat pengungkapan kasus itu sudah dibuka oleh Bareskrim melalui penggeledahan dan penetapan tersangka.

Margarito mengungkapkan, kasus korupsi di pelabuhan bukan hal baru. Korupsi pelabuhan sudah terang benderang dan dilaporkan berulang kali ke penegak hukum, namun pengusutannya selalu terpental oleh tembok kekuasaan.

”Polisi mencoba mengungkap korupsi ini. Dulu mantan Kapolri Jenderal Pol Hoegeng Imam Santoso pernah mengusut korupsi pelabuhan tapi kemudian terlempar. Kini Komjen Pol Budi Waseso mengusut kembali, lalu dia dilempar juga. Pengusutan kasus pelabuhan selalu mental,” katanya.

Khoirul muzakki/ ilham safutra
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5418 seconds (0.1#10.140)