MPR: Kebebasan Era Reformasi Masih Salah Kaprah
A
A
A
TERNATE - Era reformasi telah memberikan hak kebebasan kepada seluruh warga negara dengan sebebas-bebasnya namun, MPR menilai kebebasan di era reformasi ini banyak yang disalahartikan. Sehingga, kebebasan itu dilakukan dengan menerabas nilai moral dan karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk dan multikultural.
"Era reformasi telah membuka kran kebebasan bagi kita untuk berekspresi, namun masih banyak dilingkungan masyarakat yang kurang tepat menerjemahkan arti dari kebebasan itu," kata Wakil Ketua Badan Sosialisasi MPR Bachtiar Aly dalam "Sosialisasi Empat Pilar dengan Metode Outbound" di Hotel Bela Internasional Ternate, Maluku Utara.
Bachtiar menjelaskan, Indonesia sebagai negara demokrasi sangat menjunjung tinggi kebebasan individu sebagai bagian dari hak asasi setiap warga negara.
Tapi dia menyayangkan kebebasan itu disalahartikan dan diterapkan tanpa memandang norma agama dan budaya bangsa.
"Sebagai sebuah bangsa yang memiliki norma agama dan budaya, kebebasan tidak bisa dilakukan semaunya tanpa batas, termasuk di dalamnya pemaksaan kehendak, bahkan tidak jarang dilakukan tindakan kekerasan," jelas Guru Besar UI itu .
Menurut Bachtiar, kata saling pengertian, kebersamaan, dan toleransi semakin lama terasa semakin surut.
Menyuarakan kehendak sebagai bentuk kebebasan berekspresi tentu saja tidak salah, karena itu adalah hak setiap warga negara.
Tapi sebuah kebebasan tanpa memperhatikan norma maupun hak orang lain serta kewajiban asasi justru akan membahayakan bahkan menghancurkan.
"Bukan saja kepada diri sendiri tetapi juga orang lain bahkan dapat mengganggu stabilitas negara," imbuh Ketua Fraksi Partai NasDem di MPR itu.
Selain itu, lanjut Bachtiar, sebagai bangsa Indonesia yang multietnik, multikultur, dan multireligi ini, bangsa Indonesia harus memiliki karakter kebangsaan yang toleran terhadap perbedaan.
Sehingga, kebebasan berekspresi dalam pelaksanaannya tidak melanggar batas-batas hukum formal maupun norma-norma yang hidup ditengah-tengah lingkungan masyarakat.
"Kita berharap, setiap pihak mampu mengambil sikap bijaksana, sehingga kebebasan sebagai hak setiap warga negara tidak dicederai dengan perilaku-perilaku yang tidak menghargai norma-norma dan etika yang ada dilingkungan masyarakat," tegasnya.
Oleh karena itu, dia menambahkan, melalui kegiatan sosialisasi dengan metode outbound ini yang berisikan materi dan makna nilai-nilai empat pilar berbangsa dan bernegara ini, agar memahami jati dirinya sebagai bangsa yang sadar akan hak serta kewajibannya sebagai warga negara.
Kegiatan outbound ini akan memberikan manfaat khususnya pengetahuan yang berwawasan kebangsaan bagi para mahasiswa.
"Sarana penyampaian nilai-nilai edukasi inilah yang dipandang tepat untuk dimiliki dan dipahami oleh mahasiswa agar para mahasiswa dapat memahami nilai-nilai jati diri bangsa yang terangkum dalam Empat Pilar MPR RI," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Persidangan Setjen MPR Mohammad Rizal, memberi apresiasi kepada Universitas Khairun, Ternate, Maluku Utara, yang telah mendukung acara Outbond 4 Pilar untuk mahasiswa se-Maluku Utara yang berlangsung di Ternate, 4 hingga 7 September 2015.
Menurutnya, outbond ini telah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu dan akan diteruskan sebab sangat strategis untuk membentuk kader-kader bangsa.
"Saya yakin kegiatan ini perlu terus dilakukan sebab berdasarkan survei membuktikan bahwa 95% menyatakan kegiatan ini penting. Untuk itu program ini perlu kita teruskan," ujarnya di kesempatan sama.
Dia menjelaskan, bahwa sosialisasi Empat Pilar model outbond merupakan gabungan antara sosialisasi diselingi dengan permainan yang rileks sehingga program ini tak menjenuhkan.
Dengan demikian nilai-nilai kebangsaan mudah diinternalkan dalam diri mahasiswa dalam bidang wawasan kebangsaan dan menjalin persatuan.
"Outbond merupakan langkah konkret MPR dalam mensosialisasikan Empat Pilar. Kegiatan itu diikuti oleh 11 perguruan tinggi di Maluku Utara dengan peserta aktivis dari masing-masing kampus," pungkasnya.
Sosialisasi Empat Pilar dengan Metode Outbond ini berlangsung selama tiga hari yakni sejak tanggal 4 hingga 6 September 2015 di Hotel Bela Internasional Ternate, Maluku Utara.
Rangkaian acara terdiri atas seminar-seminar kebangsaan dan juga outbond yang diikuti oleh sekitar 100 mahasiswa dari perwakilan 11 universitas dan perguruan tinggi yang ada di Maluku Utara.
"Era reformasi telah membuka kran kebebasan bagi kita untuk berekspresi, namun masih banyak dilingkungan masyarakat yang kurang tepat menerjemahkan arti dari kebebasan itu," kata Wakil Ketua Badan Sosialisasi MPR Bachtiar Aly dalam "Sosialisasi Empat Pilar dengan Metode Outbound" di Hotel Bela Internasional Ternate, Maluku Utara.
Bachtiar menjelaskan, Indonesia sebagai negara demokrasi sangat menjunjung tinggi kebebasan individu sebagai bagian dari hak asasi setiap warga negara.
Tapi dia menyayangkan kebebasan itu disalahartikan dan diterapkan tanpa memandang norma agama dan budaya bangsa.
"Sebagai sebuah bangsa yang memiliki norma agama dan budaya, kebebasan tidak bisa dilakukan semaunya tanpa batas, termasuk di dalamnya pemaksaan kehendak, bahkan tidak jarang dilakukan tindakan kekerasan," jelas Guru Besar UI itu .
Menurut Bachtiar, kata saling pengertian, kebersamaan, dan toleransi semakin lama terasa semakin surut.
Menyuarakan kehendak sebagai bentuk kebebasan berekspresi tentu saja tidak salah, karena itu adalah hak setiap warga negara.
Tapi sebuah kebebasan tanpa memperhatikan norma maupun hak orang lain serta kewajiban asasi justru akan membahayakan bahkan menghancurkan.
"Bukan saja kepada diri sendiri tetapi juga orang lain bahkan dapat mengganggu stabilitas negara," imbuh Ketua Fraksi Partai NasDem di MPR itu.
Selain itu, lanjut Bachtiar, sebagai bangsa Indonesia yang multietnik, multikultur, dan multireligi ini, bangsa Indonesia harus memiliki karakter kebangsaan yang toleran terhadap perbedaan.
Sehingga, kebebasan berekspresi dalam pelaksanaannya tidak melanggar batas-batas hukum formal maupun norma-norma yang hidup ditengah-tengah lingkungan masyarakat.
"Kita berharap, setiap pihak mampu mengambil sikap bijaksana, sehingga kebebasan sebagai hak setiap warga negara tidak dicederai dengan perilaku-perilaku yang tidak menghargai norma-norma dan etika yang ada dilingkungan masyarakat," tegasnya.
Oleh karena itu, dia menambahkan, melalui kegiatan sosialisasi dengan metode outbound ini yang berisikan materi dan makna nilai-nilai empat pilar berbangsa dan bernegara ini, agar memahami jati dirinya sebagai bangsa yang sadar akan hak serta kewajibannya sebagai warga negara.
Kegiatan outbound ini akan memberikan manfaat khususnya pengetahuan yang berwawasan kebangsaan bagi para mahasiswa.
"Sarana penyampaian nilai-nilai edukasi inilah yang dipandang tepat untuk dimiliki dan dipahami oleh mahasiswa agar para mahasiswa dapat memahami nilai-nilai jati diri bangsa yang terangkum dalam Empat Pilar MPR RI," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Persidangan Setjen MPR Mohammad Rizal, memberi apresiasi kepada Universitas Khairun, Ternate, Maluku Utara, yang telah mendukung acara Outbond 4 Pilar untuk mahasiswa se-Maluku Utara yang berlangsung di Ternate, 4 hingga 7 September 2015.
Menurutnya, outbond ini telah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu dan akan diteruskan sebab sangat strategis untuk membentuk kader-kader bangsa.
"Saya yakin kegiatan ini perlu terus dilakukan sebab berdasarkan survei membuktikan bahwa 95% menyatakan kegiatan ini penting. Untuk itu program ini perlu kita teruskan," ujarnya di kesempatan sama.
Dia menjelaskan, bahwa sosialisasi Empat Pilar model outbond merupakan gabungan antara sosialisasi diselingi dengan permainan yang rileks sehingga program ini tak menjenuhkan.
Dengan demikian nilai-nilai kebangsaan mudah diinternalkan dalam diri mahasiswa dalam bidang wawasan kebangsaan dan menjalin persatuan.
"Outbond merupakan langkah konkret MPR dalam mensosialisasikan Empat Pilar. Kegiatan itu diikuti oleh 11 perguruan tinggi di Maluku Utara dengan peserta aktivis dari masing-masing kampus," pungkasnya.
Sosialisasi Empat Pilar dengan Metode Outbond ini berlangsung selama tiga hari yakni sejak tanggal 4 hingga 6 September 2015 di Hotel Bela Internasional Ternate, Maluku Utara.
Rangkaian acara terdiri atas seminar-seminar kebangsaan dan juga outbond yang diikuti oleh sekitar 100 mahasiswa dari perwakilan 11 universitas dan perguruan tinggi yang ada di Maluku Utara.
(sms)