Usai Salat, Disuguhi Kopi dan Teh Arab yang Nikmat

Rabu, 02 September 2015 - 09:41 WIB
Usai Salat, Disuguhi Kopi dan Teh Arab yang Nikmat
Usai Salat, Disuguhi Kopi dan Teh Arab yang Nikmat
A A A
Karpet merah yang terhampar luas terasa lembut saat KORAN SINDO masuk ke Masjid Qiblatain yang berada di pinggir Jalan Wadi Aqiq, di dekat Kampus Universitas Islam Madinah (UIM).

Hanya dua shaf yang ikut salat berjamaah. Jumlahnya pun tidak terlalu banyak. Seusai salat, tiba-tiba tiga warga Madinah yang duduk di bagian belakang menawari minuman dengan gelas kecil. ”Qohwah awi sya (kopi Asia)?” tanya salah satu dari mereka yang memakai kafiyeh di kepala. Lantas dia menyodorkan cangkir kecil berisi teh. ”Ini namanya teh daun khas Arab.

Coba saja enak kok rasanya,” kata Cholied, sopir Daerah Kerja (Daker) Bandara Jeddah- Madinah yang ikut mendampingi obrolan. Teh kemudian diseruput dan rasanya segar di tenggorokan. Seusai minum teh, masih ada minuman lainnya, yakni kopi Arab yang lebih dikenal dengan Gahwa Arab. Saat diminum, rasanya beda dengan kopi yang umum di Indonesia.

Terasa rempah-rempah yang kental dan warnanya pun tidak hitam atau cokelat. ”Silakan kalau mau ngobrol , tapi saya jangan difoto,” ujar Ibrahim Ahmad, penjaga Masjid Qiblatain, dalam bahasa Arab. Ibrahim menuturkan, masjid ini terkenal karena pada awalnya menghadap ke Baitulmaqdis atau Masjidilaqsha di Yerusalem.

Arah kiblat masjid yang didominasi warna putih ini kemudian pindah ke arah Kakbah di Masjidilharam di Mekkah setelah Nabi Muhammad SAW mendapat wahyu dari Allah SWT, yakni Surat Al Baqarah ayat 144 di tengahtengah salat zuhur,” urainya.

Akhirnya Rasulullah memindahkan arah salat dengan memutar badan 180 derajat, dan melanjutkan salat pada rakaat ketiga dan keempat ke arah Masjidilharam. Perintah ini turun merupakan jawaban doa Nabi SAW yang mengharapkan dipindahkannya kiblat dari Masjidilaqsha ke Masjidilharam.

Masjidilaqsha atau Al Quds ditetapkan sebagai kiblat untuk sebagian nabi yang berasal dari bangsa Israel. Al Quds berada di sebelah utara, sementara Baitullah di Mekkah berada di sebelah selatan. Adanya cemoohan dari kaum Yahudi dan Nasrani dan orang-orang kafir atas arah kiblat ke Yerusalem, membuat Nabi berdoa dan meminta kepada Allah agar arah kiblat dipindahkan.

Setelah direnovasi pemerintah Arab Saudi, masjid tersebut dibangun dengan fokus arah kiblat ke Baitullah dengan dibuatnya kubah utama di sebelah selatan. Sementara kubah kedua dibuat lebih kecil yang ditujukan hanya sebagai pengingat sejarah saja. Hingga saat ini, bekas arah kiblat ke Baitul Maqdis masih ada, yakni di atas pintu utama.

”Persis di atas pintu, masih ada bekas tandanya. Namun sekarang tempat yang di atas itu khusus untuk ibadah bagi perempuan. Laki-laki tidak boleh naik,” kata Sumardi, petugas kebersihan masjid yang ternyata mengaku dari Banten. Dia menjelaskan, saat musim haji masjid ini banyak didatangi peziarah dari berbagai negara. Namun, saat hari biasa kondisinya tidak terlalu ramai.

Masjid ini awalnya bernama Masjid Salamah karena dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah. Jarak dari Masjid Nabawi ke masjid tersebut kurang lebih 7 kilometer yang dibangun di atas masjid di atas bukit kecil di utara Harrah Wabrah. Halaman masjid cukup luas, tempat parkirnya ditumbuhi banyak pohon berdaun hijau di trotoar jalan.

Di dekat masjid tersebut pun terdapat sebuah taman yang ditumbuhi rumput serta pohon-pohon yang cukup rapat meskipun berada di wilayah bersuhu tinggi. Bangunan yang memiliki dua kubah serta dua menara tersebut terkenal dengan sejarahnya yang menjawab asalusul arah kiblat kenapa mengarah ke Baitullah di Masjidilharam.

Melihat ke langit-langit, tampak cekungan kubah yang dihias dengan gaya arsitek khas Islam di mana di tengah-tengah cekungan kubah menggantung lampu hias besar yang berbentuk melingkar.

Sunu Hastoro F
Madinah
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5359 seconds (0.1#10.140)