Merdeka dalam Kapitalisasi

Rabu, 02 September 2015 - 08:41 WIB
Merdeka dalam Kapitalisasi
Merdeka dalam Kapitalisasi
A A A
Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang begitu melimpah menjadi aset besar yang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.

Potensi sumber daya alam yang terkandung dalam hutan, laut, dan tambang merupakan modal besar yang tak terhingga nilainya. Menurut analisis Forest Watch Indonesia (FWI), hingga 2013 luas tutupan hutan alam di Indonesia sekitar 82 juta hektare atau 46% dari luas daratan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Tak kalah dengan potensi hutan, laut Indonesia dengan sumber daya perikanan serta eksotisme yang ditawarkannya menjadi primadona tersendiri bagi negara maritim ini. Selain itu, Indonesia juga kaya akan sumber daya alam nonhayati berupa tambang emas, gas alam, minyak bumi, dan tembaga.

Namun, bagai tikus mati di lumbung padi, kenyataannya belum semua rakyat Indonesia bisa menikmati kekayaan sumber daya alam yang terkandung di Bumi Pertiwi. Indonesia secara teritorial mungkin telah merdeka terlepas dari penjajahan bangsa asing, namun tidak untuk merdeka dalam pemenuhan hak dasar warga negara.

Pemanfaatan sumber daya alam yang menjadi hak dasar warga negara seharusnya dikelola secara adil dan merata. Penjajahan ekonomi melalui eksploitasi sumber daya alam Indonesia oleh kapitalis telah terbukti terjadi di berbagai sektor. Perusahaan asing Freeport mengeruk kekayaan Papua melalui pertambangan emas, tembaga, dan tambang lainnya.

Perpanjangan kontrak yang terus dilakukan Freeport hingga 2020 menyisakan kesedihan bagi Indonesia yang hanya memperoleh 10% dari hasil seluruhnya ditambah kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Pemanfaatan hutan melalui hak pengelolaan hutan kepada penguasa dan pengusaha hanya menyisihkan 20% dari iuran hutan dan pajak untuk negara.

Selain itu, dari total 41,69 juta hektare lahan hutan yang dikelola, hanya 1% yang diberikan kepada skala kecil dan masyarakat adat (mongabay.co.id ). Sementara setiap tahun terjadi kerusakan hutan, yang merugikan sekitar 80 juta masyarakat yang hidup dan menggantungkan hidupnya dari hutan.

Pun demikian, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, lebih dari 7,8 juta nelayan miskin di Indonesia yang menggantungkan nasibnya pada sektor kelautan tidak mempunyai hak atas kuasa sumber daya perikanan karena keterbatasan sumber daya dan keterbatasan akses.

Melihat fakta tersebut, sudah saatnya pemerintah lebih memperhatikan pengelolaan sumber daya alam yang merata untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dengan begitu, sumber daya alam vital yang menyangkut hajat hidup banyak orang tidak hanya dikuasai oleh kaum kapitalis dalam hal ini pihak asing, swasta, atau perorangan.

Apabila kebijakan pengelolaan sumber daya alam benar diperuntukkan untuk kemakmuran rakyat Indonesia, niscaya cita-cita luhur yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 33 akan terwujud.

VIA APRIYANI
Mahasiswi Jurusan Biologi, FMIPA, Vice President Universitas Indonesia Achievement Community (UIAC) Universitas Indonesia
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1154 seconds (0.1#10.140)