Bertahan dengan Inovasi
A
A
A
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berimbas pada kinerja berbagai sektor industri. Meski demikian, ada beberapa sektor yang tetap berkibar bahkan malah survive saat dolar AS terus menguat.
Liliany Fellicia, pendiri dari wedding organizer (WO) dan event organizer (EO) dengan brand ”LoveInk”, mengatakan, pelemahan ekonomi dalam negeri dan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pasti ada dampak yang dirasakan, tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap bisnis yang digelutinya saat ini.
”Kita harus tetap mencari solusi agar bisnis yang kita geluti tetap berkembang dan harus lebih kreatif dalam mencari peluang-peluang yang ada,” ungkap wanita kelahiran Bandung, 3 Februari 1985 tersebut. Menurut Fellicia, kunci keberhasilan bisnisnya di tengah gejolak kondisi ekonomi saat ini adalah kreativitas yang tinggi, jeli melihat peluang, dan bijaksana dalam melihat budget klien.
Hal ini membuat omzetnya pada kuartal ini naik 10%. ”Meski awal tahun sempat turun, saat ini sudah naik dibandingkan sebelumnya,” kata Fellicia. Sementara itu, Moza Pramita Pramono yang saat ini sedang menggeluti bisnis bulu mata dengan brand ”Lashes by Moza” mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS seharusnya menjadi peluang bagi brand lokal untuk menggenjot ekspor ke luar negeri.
”Kalau menurut saya, dampak pelemahan hanya akan terjadi jika kita ikutan tenggelam. Mestinya ini bisa menjadi kesempatan untuk kita yang memakai produk lokal, kemudian jual ke pasar luar negeri, kemudian dibayar pakai dolar. Nah , bagus kan ,” jelasnya. Wanita lulusan Fakultas Sastra Inggris Universitas Indonesia itu menambahkan, peluang-peluang seperti ini yang harus dipilih karena bisa membuktikan kepada dunia bahwa produk lokal mampu bersaing dan memiliki kualitas yang baik dibandingkan dengan produk luar.
”Kalau kita enggak percaya diri, bagaimana kita bisa bangkit,” tambahnya. Moza menceritakan, salah satu strategi yang dia lakukan menggunakan sosial media seperti Twitter ataupun Instagram. Dia meyakini usaha yang tekun akan menghasilkan dampak yang baik karena tidak ada sesuatu yang instan jika ingin sukses dan berhasil.
”Saya simple aja memanfaatkan sosmed, memasarkan dan promosinya dengan hati, dan jujur saat menjelaskan produk. Netizen akan cepat mengetahui kok produk-produk yang berkualitas,” imbuhnya. Penjualan bulu mata, Lashes by Moza, telah dipasarkan di Amerika, Eropa, Singapura, dan yang paling rutin di kirim ke Kuala Lumpur. ”Bahkan di Belanda, ada make up artis Indonesia yang pasang bulu mata Lashes by Moza ke klien-kliennya,” katanya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, pelemahan rupiah saat ini merupakan peluang ekonomi yang dapat dimanfaatkan industri kreatif untuk memperbanyak volume ekspor. Saleh meyakini bahwa kalangan pengusaha punya cara menghadapi pelemahan rupiah sekarang ini. ”Eksportir tentu senang. Ini peluang,” kata Saleh.
Dia menekankan, pertumbuhan tiap sektor industri dalam negeri akan berbeda-beda merespons pelemahan rupiah. Namun, dia yakin tren pertumbuhan industri justru bakal meningkat hingga akhir tahun. Saat ekonomi melemah jadi 4,7%, industri justru mampu 6,3%. ”Kami masih punya keyakinan kuat bahwa industri kita masih akan tumbuh tidak terpengaruh pelemahan rupiah.
Kecuali tekstil ya yang agak tertekan,” tegasnya. Menurut anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah, sebenarnya industri kreatif di Indonesia tak luput dari terpaan krisis ekonomi yang ditandai melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Karena itu, dia meminta Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) melakukan beberapa terobosan konkret untuk menyelamatkan industri ini.
”Badan Ekonomi Kreatif harus memberikan jalan keluar atas persoalan yang dihadapi industri kreatif. Pemerintah dapat turun tangan dalam hal pendanaan, pemasaran, dan penegakan hokum,” ujar Anang. Menurut dia, Bekraf dapat melakukan inisiasi kerja sama dengan perbankan, Kementerian Perdagangan dan kepolisian untuk mengatasi berbagai persoalan di atas.
Selain memiliki dampak keekonomian yang tidak kecil, lanjut dia, industri kreatif juga memiliki dampak sosial yang besar. Itu karena mayoritas penggiatnya berusia muda. Apabila kreasi anak muda tidak tersalurkan dengan baik, akan terjadi gelembung sosial yang berbahaya. Dia memandang, kondisi industri kreatif saat ini seperti industri animasi yang tertekan karena biaya produksi yang mahal serta media penayangan yang minim.
Sementara itu, Kepala Bekraf Triawan Munaf mengaku optimistis industri kreatif mampu terus berkembang di tengah pelemahan ekonomi sekarang ini. Selain karena sifatnya ekonomi berdasarkan kegembiraan yang lazim dikenal dengan istilah orange economy,kreativitas anakanak bangsa tidak akan habis dan terbarukan terus menerus.
“Yang penting memang harus dibuat ekosistemnya karena bisa muncul di mana saja dan perlu terus digarap,” tegasnya. Untuk mendorong usaha-usaha baru di bidang ekonomi kreatif, lanjut dia, salah satu kiatnya adalah pembebasan pajak bagi para pelaku usahanya. Dia berjanji akan terus memperjuangkan regulasi tersebut.
Imas damayanti/ robi ardianto/ dina angelina / inda susanti
Liliany Fellicia, pendiri dari wedding organizer (WO) dan event organizer (EO) dengan brand ”LoveInk”, mengatakan, pelemahan ekonomi dalam negeri dan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pasti ada dampak yang dirasakan, tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap bisnis yang digelutinya saat ini.
”Kita harus tetap mencari solusi agar bisnis yang kita geluti tetap berkembang dan harus lebih kreatif dalam mencari peluang-peluang yang ada,” ungkap wanita kelahiran Bandung, 3 Februari 1985 tersebut. Menurut Fellicia, kunci keberhasilan bisnisnya di tengah gejolak kondisi ekonomi saat ini adalah kreativitas yang tinggi, jeli melihat peluang, dan bijaksana dalam melihat budget klien.
Hal ini membuat omzetnya pada kuartal ini naik 10%. ”Meski awal tahun sempat turun, saat ini sudah naik dibandingkan sebelumnya,” kata Fellicia. Sementara itu, Moza Pramita Pramono yang saat ini sedang menggeluti bisnis bulu mata dengan brand ”Lashes by Moza” mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS seharusnya menjadi peluang bagi brand lokal untuk menggenjot ekspor ke luar negeri.
”Kalau menurut saya, dampak pelemahan hanya akan terjadi jika kita ikutan tenggelam. Mestinya ini bisa menjadi kesempatan untuk kita yang memakai produk lokal, kemudian jual ke pasar luar negeri, kemudian dibayar pakai dolar. Nah , bagus kan ,” jelasnya. Wanita lulusan Fakultas Sastra Inggris Universitas Indonesia itu menambahkan, peluang-peluang seperti ini yang harus dipilih karena bisa membuktikan kepada dunia bahwa produk lokal mampu bersaing dan memiliki kualitas yang baik dibandingkan dengan produk luar.
”Kalau kita enggak percaya diri, bagaimana kita bisa bangkit,” tambahnya. Moza menceritakan, salah satu strategi yang dia lakukan menggunakan sosial media seperti Twitter ataupun Instagram. Dia meyakini usaha yang tekun akan menghasilkan dampak yang baik karena tidak ada sesuatu yang instan jika ingin sukses dan berhasil.
”Saya simple aja memanfaatkan sosmed, memasarkan dan promosinya dengan hati, dan jujur saat menjelaskan produk. Netizen akan cepat mengetahui kok produk-produk yang berkualitas,” imbuhnya. Penjualan bulu mata, Lashes by Moza, telah dipasarkan di Amerika, Eropa, Singapura, dan yang paling rutin di kirim ke Kuala Lumpur. ”Bahkan di Belanda, ada make up artis Indonesia yang pasang bulu mata Lashes by Moza ke klien-kliennya,” katanya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, pelemahan rupiah saat ini merupakan peluang ekonomi yang dapat dimanfaatkan industri kreatif untuk memperbanyak volume ekspor. Saleh meyakini bahwa kalangan pengusaha punya cara menghadapi pelemahan rupiah sekarang ini. ”Eksportir tentu senang. Ini peluang,” kata Saleh.
Dia menekankan, pertumbuhan tiap sektor industri dalam negeri akan berbeda-beda merespons pelemahan rupiah. Namun, dia yakin tren pertumbuhan industri justru bakal meningkat hingga akhir tahun. Saat ekonomi melemah jadi 4,7%, industri justru mampu 6,3%. ”Kami masih punya keyakinan kuat bahwa industri kita masih akan tumbuh tidak terpengaruh pelemahan rupiah.
Kecuali tekstil ya yang agak tertekan,” tegasnya. Menurut anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah, sebenarnya industri kreatif di Indonesia tak luput dari terpaan krisis ekonomi yang ditandai melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Karena itu, dia meminta Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) melakukan beberapa terobosan konkret untuk menyelamatkan industri ini.
”Badan Ekonomi Kreatif harus memberikan jalan keluar atas persoalan yang dihadapi industri kreatif. Pemerintah dapat turun tangan dalam hal pendanaan, pemasaran, dan penegakan hokum,” ujar Anang. Menurut dia, Bekraf dapat melakukan inisiasi kerja sama dengan perbankan, Kementerian Perdagangan dan kepolisian untuk mengatasi berbagai persoalan di atas.
Selain memiliki dampak keekonomian yang tidak kecil, lanjut dia, industri kreatif juga memiliki dampak sosial yang besar. Itu karena mayoritas penggiatnya berusia muda. Apabila kreasi anak muda tidak tersalurkan dengan baik, akan terjadi gelembung sosial yang berbahaya. Dia memandang, kondisi industri kreatif saat ini seperti industri animasi yang tertekan karena biaya produksi yang mahal serta media penayangan yang minim.
Sementara itu, Kepala Bekraf Triawan Munaf mengaku optimistis industri kreatif mampu terus berkembang di tengah pelemahan ekonomi sekarang ini. Selain karena sifatnya ekonomi berdasarkan kegembiraan yang lazim dikenal dengan istilah orange economy,kreativitas anakanak bangsa tidak akan habis dan terbarukan terus menerus.
“Yang penting memang harus dibuat ekosistemnya karena bisa muncul di mana saja dan perlu terus digarap,” tegasnya. Untuk mendorong usaha-usaha baru di bidang ekonomi kreatif, lanjut dia, salah satu kiatnya adalah pembebasan pajak bagi para pelaku usahanya. Dia berjanji akan terus memperjuangkan regulasi tersebut.
Imas damayanti/ robi ardianto/ dina angelina / inda susanti
(bbg)