Menggenjot Produk Ekspor

Minggu, 30 Agustus 2015 - 11:43 WIB
Menggenjot Produk Ekspor
Menggenjot Produk Ekspor
A A A
Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bagi perusahaan yang berorientasi ekspor merupakan berkah tersendiri. Peluang ini haruslah dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memperoleh keuntungan yang maksimal.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, industri yang berorientasi ekspor memiliki peluang yang cukup besar untuk meraih keuntungan di tengah menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Industri itu di antaranya industri kreatif, industri tekstil seperti batik, industri furnitur, dan industri kerajinan yang dapat tercipta dari peranan UMKM.

”Industri pariwisata juga masih memungkinkan. Namun, jika pemerintah sebatas mengeluarkan strategi lewat pembebasan visa, sedangkan infrastruktur masih tidak memadai. Maka itu, potensi pariwisata yang bisa dihasilkan untuk devisa negara tidak berjalan optimal,” katanya. Enny menjelaskan, justru saat ini masalah yang dihadapi adalah banyak UMKM yang tidak memiliki akses dan fasilitas untuk ekspor.

Dia berharap pemerintah setidaknya bisa membantu dengan cara minimal memberikan fasilitas untuk ekspor tersebut. ”Kalau pemerintah tidak bisa optimal membantu pembiayaan, paling tidak bisa kasih akses informasi. Misalnya melakukan market intelligence, di negara apa produk-produk Indonesia tadi masih bisa laku dan memiliki potensi pasar,” ungkapnya.

Bukan hanya itu, bentuk dukungan pemerintah pada UMKM juga dapat ditunjukkan dengan mempermudah dalam standardisasi produk, mengurus dokumen, hingga bea cukai. Selain itu, semua pihak yang terkait seperti lembaga sertifikasi dan dinas pembinaan UMKM juga harus mempunyai sense of critis agar NKRI selamat dari kritis ekonomi. ”Lewat ihwal seperti itu saja pemerintah sebenarnya sudah bisa membantu UMKM.

Terkadang mereka ada permintaan produk, namun jadi terhambat karena mengurus dokumen bea cukai saja sulit,” katanya. Menurut Enny, untuk menciptakan peluang pasar memang dibutuhkan kreativitas dan inovasi dari para UMKM. Menurutnya, meskipun semua itu tidak mudah dilakukan dalam kondisi ekonomi yang kurang baik, tetap perlu ada kreativitas agar UMKM terus tumbuh.

”Jika pasar dalam negeri sulit, dapat diorientasikan untuk ekspor,” tuturnya. Salah satu perusahaan yang berorientasi ekspor adalah Accupunto. Menurut pendirinya, Leonard Theosabrata, resep agar mampu bertahan dan unggul dalam persaingan termasuk di pasar luar negeri adalah kreativitas tinggi dalam desain produk dan pelayanan berkualitas tinggi.

Dia menggandeng salah satu top designer dunia, Michael Young. Desain andalannya yang modern-minimalis dikombinasikan dengan metode akupuntur sehingga produk furniturnya selain nyaman juga baik bagi kesehatan. Hal yang tak kalah penting adalah retraining karyawan hingga merombak sistem pemasaran dan distribusi.

Leo membangun jalur distribusi sendiri dan perwakilan resmi di negara-negara yang menjadi pasar seperti Amerika, Eropa, bahkan Asia, agar tidak lagi bergantung pada perusahaan tertentu. ”Saatnya Asia untuk bangkit, terutama untuk Indonesia,” ungkap peraih penghargaan Primaniyarta untuk kategori eksportir barang dan jasa ekonomi kreatif dari Pemerintah RI ini.

Sementara itu, industri bulu mata palsu juga semakin bergeliat. Deyeko, misalnya, selain sukses di pasar global, Deyeko pun unggul di pasar lokal yang mulai digarap sejak 2012 melalui produk kelas premium. Vice President (VP) Strategic and Business Development D’eyeko Indonesia, Yohannes Ferry, mengungkapkan, sebenarnya jenis dan kualitas bulu mata yang dijual di pasar domestik dan pasar internasional tidak berbeda. ”Hanya packaging yang berbeda.

Di Indonesia selalu ada gambar duta merek Deyeko Indonesia di kemasannya seperti Syahrini, Olga Lydia, Siti Lisa, dan Cherrybelle,” terangnya. Produsen bulu mata palsu yang berbasis di Purbalingga, Jawa Tengah, ini memang lebih dulu bermain di pasar Timur Tengah, Asia, dan Eropa Timur seperti Arab Saudi, Moldova, China, Slovenia, Polandia, Qatar, Kuwait, Yaman dan sejumlah negara pecahan Uni Soviet lainnya.

Untuk pasar internasional, Deyeko menggunakan merek Eyelashes World. Mereka terus menggandeng distributor besar di setiap negara sehingga produknya cepat bersentuhan dengan konsumen. Sementara itu, PT Mega Andalan Kalasan (MAK), produsen perangkat rumah sakit kelas dunia asal Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), merambah lini bisnis baru di tengah pelemahan ekonomi saat ini.

Perusahaan yang telah mengekspor berbagai produknya ke hampir 40 negara ini baru saja mendirikan pabrik kemasan berbahan plastik melalui anak perusahaannya, PT Mega Andalan Plastik Industri (MAPI). Pabrik yang berlokasi di Tirtomartani, Sleman, DIY, ini diresmikan pada pertengahan Mei 2015. Chief Executive Officer PT MAK Boentoro mengatakan, MAPI adalah supporting industry.

”Kami bekerja sama dengan sejumlah UMKM di Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk memproduksi berbagai kemasan dari bahan dasar plastik bagi mereka. Terutama usaha yang bergerak di bidang makanan olahan dan obat-obatan,” jelasnya. Boentoro berharap pengembangan bisnis PT MAK ini dapat menstimulasi pertumbuhan UMKM sekaligus membuka lapangan kerja baru.

Sedangkan di lingkup global, MAK mematok target penjualan alat-alat medis produksinya hingga 2017 mencapai USD10 juta dengan menggencarkan penetrasi ke pasarpasar baru dan prospektif. Berbagai produknya yang sudah tersertifikasi ISO 9000 dan USDFA sudah merambah pasar Amerika Latin dan Jepang setelah Timur Tengah, Eropa, ASEAN, Afrika Utara, dan Eropa Timur.

Imas damayanti/ robi ardianto/ dina Angelina
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6368 seconds (0.1#10.140)