Ahok Minta Pers Kritis dan Tidak Tendensius
A
A
A
JAKARTA - Malam Anugerah Jurnalistik Mohammad Husni (MH) Thamrin ke-41 digelar di Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta, tadi malam. Penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi hasil kerja wartawan, mulai televisi, radio, cetak, radio hingga berita blog.
KORAN SINDO menjadi pemenang pertama dalam kategori artikel layanan umum dengan judul ”Banyak Anggaran Tak Rasional” karya Ilham Safutra. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang hadir dalam acara tersebut meminta pers terus kritis. Menurutnya, pada zaman teknologi saat ini tidak ada lagi eranya pencitraan.
”Bagi saya, black campaign itu campaign juga. Kalau emas dibakar, apa pun tetap emas. Anda tidak bisa lakukan pencitraan terus, menjadi pejabat hampir semua pembicaraan direkam orang. Kalau bukan dari hati nurani, pasti takut bicara. Kalau sudah menulis ke rasis, saya lawan sampai mati. Tulislah yang berimbang, jangan tendensius. Kalau politikus masuk mencari uang, PNS cari uang, wartawan cari uang, habislah negara,” katanya.
Mantan bupati Belitung Timur itu lebih senang pers memberikan tulisan soal kekurangannya, termasuk jajaran pejabat di bawahnya. Dengan menulis kekurangannya, dia bisa melakukan koreksi. Pada kesempatan ini, Ahok menegaskan malam anugerah jurnalistik yang didukung Pemprov DKI Jakarta bukanlah semata-mata meminta perlindungan dari pers.
Dia berharap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya terus independen dalam mengadakan kegiatan-kegiatan seperti ini. ”Di tengah berkembangnya media, saya rasa kegiatan seperti ini harus dilakukan. Ini merupakan bentuk kepercayaan diri insan pers agar terus berkarya tanpa adanya intimidasi dari kepentingan lain,” tuturnya.
Ketua PWI Jaya Endang Werdiningsih mengatakan, insan pers merupakan hak asasi masyarakat yang diperlukan untuk kesejahteraan dan kecerdasan. Menurutnya, pers nasional sebagai wahana penyebar informasi yang mampu membentuk opini masyarakat harus mengedepankan asas berdasarkan kebebasan pers yang profesional.
Patut disadari, lanjut Endang, kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat berasaskan demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Pers mitra sejajar dengan masyarakat dan pemerintah yang melakukan kontrol sosial dengan tetap berpacu Kode Etik Jurnalistik dan UU No 40/ 1999 tentang Pers.
”Kami berharap insan pers terus mengedepankan independensi kontrol sosial yang berimbang tanpa adanya intimidasi dari pihak berkepentingan,” kata Endang.
Bima setiyadi
KORAN SINDO menjadi pemenang pertama dalam kategori artikel layanan umum dengan judul ”Banyak Anggaran Tak Rasional” karya Ilham Safutra. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang hadir dalam acara tersebut meminta pers terus kritis. Menurutnya, pada zaman teknologi saat ini tidak ada lagi eranya pencitraan.
”Bagi saya, black campaign itu campaign juga. Kalau emas dibakar, apa pun tetap emas. Anda tidak bisa lakukan pencitraan terus, menjadi pejabat hampir semua pembicaraan direkam orang. Kalau bukan dari hati nurani, pasti takut bicara. Kalau sudah menulis ke rasis, saya lawan sampai mati. Tulislah yang berimbang, jangan tendensius. Kalau politikus masuk mencari uang, PNS cari uang, wartawan cari uang, habislah negara,” katanya.
Mantan bupati Belitung Timur itu lebih senang pers memberikan tulisan soal kekurangannya, termasuk jajaran pejabat di bawahnya. Dengan menulis kekurangannya, dia bisa melakukan koreksi. Pada kesempatan ini, Ahok menegaskan malam anugerah jurnalistik yang didukung Pemprov DKI Jakarta bukanlah semata-mata meminta perlindungan dari pers.
Dia berharap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya terus independen dalam mengadakan kegiatan-kegiatan seperti ini. ”Di tengah berkembangnya media, saya rasa kegiatan seperti ini harus dilakukan. Ini merupakan bentuk kepercayaan diri insan pers agar terus berkarya tanpa adanya intimidasi dari kepentingan lain,” tuturnya.
Ketua PWI Jaya Endang Werdiningsih mengatakan, insan pers merupakan hak asasi masyarakat yang diperlukan untuk kesejahteraan dan kecerdasan. Menurutnya, pers nasional sebagai wahana penyebar informasi yang mampu membentuk opini masyarakat harus mengedepankan asas berdasarkan kebebasan pers yang profesional.
Patut disadari, lanjut Endang, kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat berasaskan demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Pers mitra sejajar dengan masyarakat dan pemerintah yang melakukan kontrol sosial dengan tetap berpacu Kode Etik Jurnalistik dan UU No 40/ 1999 tentang Pers.
”Kami berharap insan pers terus mengedepankan independensi kontrol sosial yang berimbang tanpa adanya intimidasi dari pihak berkepentingan,” kata Endang.
Bima setiyadi
(ftr)