Omzet UKM Tergerus

Kamis, 27 Agustus 2015 - 09:08 WIB
Omzet UKM Tergerus
Omzet UKM Tergerus
A A A
Pengusaha makanan dan minuman mulai memutar otak untuk mengatasi dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Bahan baku industri makanan dan minuman dalam negeri sebagian besar harus didatangkan dari berbagai negara alias impor. Kini para pengusaha di bawah payung Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) merasa serbasalah karena tidak mungkin menaikkan harga di tengah daya beli masyarakat yang anjlok.

Pilihan terbaiknya adalah mengurangi margin keuntungan daripada menaikkan harga, tetapi penjualan terjun bebas. Kalau anggota Gapmmi masih bisa menekan margin keuntungan, lain halnya dengan para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang sudah mengalami kibasan dampak pelemahan rupiah.

Dari sebanyak 56,7 juta UKM di negeri ini, sebagaimana diutarakan Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi Braman Setyo, sudah membukukan penurunan omzet sekitar 15%. Braman yang menjadi narasumber dalam ”Temu Mitra UKM Naik Kelas”, kemarin di Makassar mencontohkan pengusaha tempe sudah mulai keringat dingin mengatasi suplai bahan baku kedelai yang harus diimpor dari Negeri Paman Sam.

Celakanya, meski badai devaluasi Yuan—pelemahan nilai mata uang China secara sengaja dilakukan pemerintah—kian melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam dua pekan ini mulai mereda, belum ada tanda-tanda rupiah bisa bangkit kembali.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro bahkan memprediksi gejolak ekonomi global masih akan terus berembus sebelum ada kepastian penyesuaian suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed). Walau demikian kondisinya, Menkeu mengimbau masyarakat tetap tenang sebab stabilitas ekonomi masih terkendali dan seluruh indikator makroekonomi belum memberi tanda akan terjadi krisis.

Benarkah? Mungkin karena percaya diri pemerintah yang masih tinggi menghadapi persoalan pelemahan perekonomian nasional itu, Menkeu Bambang Brodjonegoro tak perlu menanggapi serius kemunculan usulan pembentukan pusat krisis untuk mengatasi pelemahan perekonomian nasional.

Sebelumnya Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali, Aburizal Bakrie, mengusulkan kepada pemerintah untuk segera membentuk pusat krisis menyusul tembusnya nilai tukar rupiah pada level Rp14.000 per USD sejak awal pekan ini. Sikap percaya diri dan optimistis dalam setiap menghadapi krisis apa saja memang harus dikedepankan, tetapi percaya diri dan optimistis yang berlebihan dengan menafikan kenyataan yang ada juga tidak boleh.

Suara-suara pesimistis kalangan pengusaha menghadapi nilai tukar rupiah yang makin dalam terhadap dolar AS sudah tidak mempan lagi ditenangkan dengan jampi-jampi optimistis. Sebaiknya pemerintah memberi penjelasan yang realistis persoalan yang kini sedang dihadapi perekonomian negeri ini dan diikuti langkah solusi yang konkret.

Penjelasan pemerintah yang mengklaim masih mempunyai anggaran yang cukup untuk membangkitkan perekonomian cenderung basi. Buktinya, ungkapan serupa sudah dilontarkan di awal kuartal kedua tahun ini bahwa anggaran yang besar akan dioptimalkan penggunaannya, tetapi nyatanya penyerapan anggaran malah tidak maksimal.

Pemerintah mengaku memiliki anggaran yang cukup besar yang terdiri atas dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp460 triliun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Rp273 triliun, dan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp130 triliun belum termasuk dana pihak swasta.

Pemerintah memang tidak tinggal diam, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan jajaran kementerian dan kepala daerah agar membuat terobosan dalam penyerapan anggaran melalui berbagai deregulasi yang tepat terkait dengan pemutusan rantai birokrasi yang mengganjal terserapnya anggaran. Harapannya, hasil terobosan itu akan tercermin dalam angka pertumbuhan perekonomian nasional pada semester kedua tahun ini.

Kini masyarakat menunggu realisasi peningkatan penyerapan anggaran belanja negara ketimbang pemerintah menyalahkan kondisi eksternal yang telah menyeret pelemahan ekonomi domestik.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8399 seconds (0.1#10.140)