Korban Trafficking Capai 1 Juta per Tahun

Selasa, 25 Agustus 2015 - 09:49 WIB
Korban Trafficking Capai...
Korban Trafficking Capai 1 Juta per Tahun
A A A
JAKARTA - Korban perdagangan orang (trafficking) semakin memprihatinkan. Di Indonesia korban trafficking mencapai 1 juta orang per tahun.

Kepala Sekretariat Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Pencegahan Orang (PP TPPO) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PP dan PA) Sri Danti Anwar mengatakan, PBB menyebut 800.000 lakilaki dan perempuan diperdagangkan menyeberangi perbatasan internasional.

International Organization for Migration (IOM) mencatat 500.000 perempuan diperdagangkan di Eropa Barat dan di ASEANmencapai250.000orang setiap tahunnya. Namun khusus di Indonesia korban perdagangan orang mencapai 74.616 hingga 1 juta per tahun sehingga setiap satu detik, menurutnya, pasti ada korban trafficking.

”Indonesia menjadi sumber tempat transit dan penerima trafficking . Data trafficking di Indonesia diperkirakan 74.616 hingga 1 juta orang per tahun. Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur jadi sending area terbesar korban trafficking perempuan dan anak,” katanya dalam rakornas ”Strategi dan Inovasi dalam PP TPPO 2015-2019 dan Pengalaman Terbaik yang Sudah Dilaksanakan di Jakarta”.

Danti menjelaskan, meski sudah ada peraturan perundangan, korban perdagangan orang makin banyak karena kurangnya koordinasi. Selain itu, pembuktian kasus perdagangan orang itu sangat sulit diungkap di pengadilan sehingga untuk pembuktiannya perlu kerja sama banyak pihak. Data kasus penanganan kasus TPPO oleh Polri selama 2011-2013 menyebut ada 509 kasus yang ditangani, tetapi yang divonis hanya 6 kasus.

Dia menyebut tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan oknum aparat pemerintahan sehingga pelaku perdagangan orang sulit ditangkap. Menurut Danti, modus yang sering dipakai ialah pengiriman TKI perempuan. Adanya supply and demand yang tinggi korban TKI ini karena TKI dianggap paling ramah di antara pekerja asing lainnya, tetapi paling rentan juga dieksploitasi.

Modus lain ialah pekerja seks, pengantin pesanan, pekerja anak, adopsi anak, duta seni/budaya/beasiswa, penculikan anak/bayi/remaja, kerja paksa, perbudakan, penghambaan dan pengambilan organ tubuh. ”Umumnya korbannya perempuan dan anak yang didiskriminasi. Mereka warga negara kelas dua yang bisa diperlakukan seenaknya. Faktor kemiskinan dan korupsi, penegakan hukum dan bisa beli KTP/paspor palsu memicumaraknya perdagangan orang,” ungkapnya.

Menteri PP dan PA Yohana Yembise menjelaskan, kasus perdagangan orang khususnya perempuan dan anak telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan. Tidak hanya dilakukan sindikat, tetapi juga oleh perseorangan, bahkan ada pula penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan. Jangkauan operasi pelaku pun tidak lagi antarwilayah dalam negeri, tetapi sampai antarnegara.

Indonesia adalah sasaran empuk mengingat laut dan pulaupulau yang berbatasan langsung dengan negara lain. Dalam kapasitasnya sebagai ketua harian gugus tugas PP TPPO, menurutnya sudah ada berbagai upaya pencegahan seperti koordinasi khusus dan peningkatan jejaring, upaya mendorong penguatan kelembagaan dan proses penegakan hukum, pengumpulan data, pelatihan, serta penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) PP TPPO 2015-2019.

”RAN ini akan menjadi landasan aksi yang terintegrasi di dalam berbagai kebijakan dan program di kementerian, lembaga, daerah, dan masyarakat,” urainya. Kepala Badan PP dan PA Kepulauan Riau Pudji Astuti menjelaskan, jumlah korban yang telah ditangani pihaknya berdasar daerah asal korban 2006-2014 terbanyak dari Jawa Timur (ada 385 korban), Kepulauan Riau (328), Jawa Barat(278), Jawa Tengah (192), dan Jakarta (89).

Kendala yang ditemui adalah pemerintah provinsi yang telah menandatangani kesepakatan belum seluruhnya aktif memberi perhatian terhadap upaya penanganan. Khususnya dalam upaya pemulangan korban ke daerah asal.

Neneng zubaidah
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7189 seconds (0.1#10.140)