Membangun Infrastruktur di Usia 70 Tahun

Senin, 17 Agustus 2015 - 09:37 WIB
Membangun Infrastruktur...
Membangun Infrastruktur di Usia 70 Tahun
A A A
Ada hal menarik dari pidato Pengantar Nota Keuangan Tahun 2016 yang disampaikan oleh Presiden Jokowi di Gedung DPR dua hari lalu, yakni pemerintah kembali menaikkan alokasi anggaran infrastruktur menjadi sebesar Rp313,5 triliun dalam RAPBN 2016.

Kebijakan ini melanjutkan kebijakan pemerintah Jokowi pada APBNP 2015 yang mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur dengan sangat besar, dari hanya Rp191 triliun dalam APBN 2015 menjadi sebesar Rp293 triliun lebih. Adakah yang salah dari langkah tersebut? Tentu tidak karena Indonesia memang kita tengah memiliki pekerjaan rumah yang sangat banyak di bidang infrastruktur.

Setelah 70 tahun merdeka, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih pada peringkat 108 dari 187 negara yang dinilai. Angka ini jauh lebih rendah dari negaranegara tetangga. Rendahnya IPM tentu karena pembangunan infrastruktur yang sangat tertinggal dibanding negara-negara lain. Jumlah ibu melahirkan dan tingkat kematian bayi, yang menjadi dasar perhitungan IPM, masih sangat tinggi.

Kondisi yang memprihatinkan ini tentu antara lain karena dukungan infrastruktur air bersih dan air minum yang belum memadai. Juga karena akses dan ketersediaan transportasi publik masih sangat terbatas sehingga menyulitkan sebagian besar penduduk untuk mengakses layanan kesehatan dengan cepat.

Daya saing Indonesia yang rendah sehingga tidak mampu menarik investasi asing dengan masif sebagaimana keberhasilan China atau Malaysia, tentu juga karena kualitas infrastruktur yang jauh di bawah negara-negara pesaing tersebut. Terbukti penyumbang utama rendahnya peringkat Indonesia pada Global Competitive Index adalah infrastruktur, yang menjadi masalah utama ketiga setelah korupsi dan inefisiensi birokrasi.

Biaya transportasi barang yang tinggi dan biaya energi bagi industri yang tidak kompetitif menjadikan pertumbuhan investasi di dalam negeri tidak tumbuh pesat. Tersalip oleh negaranegara industri baru seperti Vietnam, bahkan Myanmar. Akhirnya, sektor perdagangan jauh lebih berkembang dibandingkan sektor manufaktur maupun pertanian.

Padahal, potensi Indonesia untuk membangun sektor manufaktur dan pertanian jauh lebih besar karena dukungan ketersediaan sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun besarnya pasar.

Dengan kondisi tersebut tidak heran bila saat ini, di mana pun dan kapan pun kita mendiskusikan masalah lambatnya pembangunan ekonomi dan tertinggalnya pembangunan kualitas manusia Indonesia, jawabannya akan bermuara pada buruknya infrastruktur. Tanpa adanya lompatan Indonesia tidak akan mampu bersaing di berbagai bidang ekonomi dan Indonesia tidak akan mampu mengejar ketertinggalan dalam membangun kualitas hidup masyarakat.

Catatan penting

Saat ini Presiden Jokowi telah menjadikan pembangunan infrastruktur dari Sabang sampai Merauke sebagai prioritas utama. Alokasikan anggaran APBN untuk infrastruktur meningkat sangat pesat, termasuk dengan memberikan PMN (penanaman modal negara) dengan jumlah yang juga cukup signifikan kepada BUMN-BUMN di bidang infrastruktur.

Langkah ini tentu memberikan harapan baru bagi pembangunan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat ke depan. Namun, ada beberapa catatan dari strategi percepatan pembangunan infrastruktur yang sedang dilakukan. Pertama, membangun infrastruktur apa pun pasti akan berkontribusi positif bagi pembangunan. Akan tetapi, pilihan prioritas infrastruktur seharusnya didasarkan pada referensi prioritas sektor dan juga paradigma dalam membangun sektor prioritas tersebut.

Sebagai misal, pemerintah telah menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu sektor unggulan dalam lima tahun ke depan, maka prioritas infrastrukturyangdibangunseharusnya fokus pada infrastruktur yang akan mendukung secara langsung sektor ini. Selain itu, bila Presiden Jokowi berkali- kali dalam pidatonya menyebutkan bahwa pembangunan harus mengikutkan pelaku kecil, paradigma ini berlaku juga bagi pelaku kecil di sektor pertanian.

Karenanya, infrastruktur pertanian yang diprioritaskan haruslah yang memberikan dampak langsung bagi para petani, nelayan, maupun pedagang kecil. Mengapa ini perlu diingatkan? Membangun infrastruktur pelabuhan impor dan transportasi modern yang akan menghubungkan pelabuhan dengan pasar tentu akan memberikan manfaat bagi masyarakat konsumen karena harga dapat ditekan dengan berbagai infrastruktur tersebut.

Namun, bila Presiden Jokowi tetap berpegang pada cita-cita untuk memprioritaskan produk dalam negeri dan memprioritaskan keterlibatan petani kecil, semestinya yang dipilih adalah membangun infrastruktur yang akan membawa produk-produk petani dari Brebes, misalnya, ke pasar induk, menjadi pilihan prioritas. Kedua, perlu diingat bahwa anggaran pembangunan infrastruktur yang sangat besar pada APBN-P 2015 dan RAPBN 2016 didapatkan dari penghapusan subsidi BBM.

Dengan subsidi BBM, beban biaya energi masyarakat kaya maupun miskin telah ditanggung oleh APBN. Dengan dihapuskannya subsidi BBM, beban energi akan ditanggung oleh masyarakat. Tentu saja yang akan terkena dampak besar baik langsung maupun tidak langsung dari kenaikan biaya energi ini adalah kelompok masyarakat bawah.

Karenanya, semestinya dana infrastruktur yang diambil dari subsidi BBM diprioritaskan untuk dikembalikan kepada mereka sehingga pembangunan infrastruktur dinomorsatukan pada infrastruktur- infrastruktur yang akan meningkatkan kualitas hidup mereka dan juga yang dapat memberikan peluang bagi mereka untuk meningkatkan daya saing dan pendapatan mereka.

Membangun infrastruktur pascapanen, misalnya, akan meningkatkan daya saing produk mereka dan memberikan peluang untuk meningkatkan pendapatan. Melepas harga energi pada harga pasar tentu ada ancaman kecenderungan harga yang meningkat akibat pelemahan nilai tukar, karena porsi impor energi Indonesia semakin besar. Juga akibat kenaikan harga akibat persaingan.

Dengan keberpihakan ini ancaman tingginya harga-harga energi akibat kebijakan penghapusan subsidi energi yang akan semakin dilepas pada harga pasar, mengakibatkan inflasi akan dikompensasi dengan kesempatan mereka untuk meningkatkan pendapatan. Selamat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Semoga pada ulang tahun ke-70 kemerdekaan ini pembangunan infrastruktur akan lebih dinikmati oleh masyarakat yang telah lama menunggu giliran.

Hendri Saparini
Ekonom CORE Indonesia
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0840 seconds (0.1#10.140)