Kewenangan Polri Terbitkan SIM Digugat ke MK
A
A
A
JAKARTA - Kewenangan Polri dalam menerbitkan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan (STNK), dan bukti pemilik kendaraan bermotor (BPKB) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dibatalkan karena tidak sesuai dengan fungsi melindungi dan mengayomi masyarakat.
Seharusnya tugas ini diberikan pada Kementerian Perhubungan. Pernyataan ini diungkapkan Koalisi untuk Reformasi Polri (Koreksi) saat sidang pendahuluan pengujian Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c Undang - Undang (UU) Nomor 2 Tahun2002tentangKepolisian. Julius Ibrani selaku kuasa hukum Koreksi menyatakan, dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 jelas dikatakan tugas dan fungsi Polri untuk melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
Jika kewenangan menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB diberikan pada Polri, samasaja melanggar konstitusi. Dia pun memandang, wewenang mengeluarkan peraturan, menjalankan, dan menindak seharusnya tidak bisa dilakukan dalam satu instansi. Bila merujuk pada sistem administrasi pemerintahan yang baik, seharusnya ada instansi yangberwenangmengeluarkan SIM, STNK, maupun BPKB dan satu lagi instansi untuk penindakan.
Sedangkan selama ini wewenang untuk menerbitkan hingga penindakan SIM dan STNK dilakukan dalam satu atap di kepolisian. Menurut dia, tentu ini memberikan dampak tidak baik bagi pelayanan masyarakat, bahkan cenderung koruptif. ”Jika ada tugas kepolisian yang tidak dalam kerangka menjaga keamanan masyarakat, perlu dipertanyakan konstitusionalitasnya,” ungkap Julius dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Menanggapi itu, majelis hakim justru mempertanyakan kerugian konstitusional yang ditimbulkan dari norma-norma tersebut. Mahkamah juga mengingatkan argumen para pemohonyangmenyatakankecenderungan korupsi harus dibuktikan.
Apa yang dipaparkan bukan hanya sekadar asumsi. Ini bersinggungan dengan lembaga lain. ”Kalau ini fakta, buktikan,” ungkap hakim Patrialis Akbar.
Nurul adriyana
Seharusnya tugas ini diberikan pada Kementerian Perhubungan. Pernyataan ini diungkapkan Koalisi untuk Reformasi Polri (Koreksi) saat sidang pendahuluan pengujian Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c Undang - Undang (UU) Nomor 2 Tahun2002tentangKepolisian. Julius Ibrani selaku kuasa hukum Koreksi menyatakan, dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 jelas dikatakan tugas dan fungsi Polri untuk melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
Jika kewenangan menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB diberikan pada Polri, samasaja melanggar konstitusi. Dia pun memandang, wewenang mengeluarkan peraturan, menjalankan, dan menindak seharusnya tidak bisa dilakukan dalam satu instansi. Bila merujuk pada sistem administrasi pemerintahan yang baik, seharusnya ada instansi yangberwenangmengeluarkan SIM, STNK, maupun BPKB dan satu lagi instansi untuk penindakan.
Sedangkan selama ini wewenang untuk menerbitkan hingga penindakan SIM dan STNK dilakukan dalam satu atap di kepolisian. Menurut dia, tentu ini memberikan dampak tidak baik bagi pelayanan masyarakat, bahkan cenderung koruptif. ”Jika ada tugas kepolisian yang tidak dalam kerangka menjaga keamanan masyarakat, perlu dipertanyakan konstitusionalitasnya,” ungkap Julius dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Menanggapi itu, majelis hakim justru mempertanyakan kerugian konstitusional yang ditimbulkan dari norma-norma tersebut. Mahkamah juga mengingatkan argumen para pemohonyangmenyatakankecenderungan korupsi harus dibuktikan.
Apa yang dipaparkan bukan hanya sekadar asumsi. Ini bersinggungan dengan lembaga lain. ”Kalau ini fakta, buktikan,” ungkap hakim Patrialis Akbar.
Nurul adriyana
(ftr)