KPU Tunggu Keputusan Pemerintah

Rabu, 05 Agustus 2015 - 08:42 WIB
KPU Tunggu Keputusan...
KPU Tunggu Keputusan Pemerintah
A A A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan tidak akan menambah masa perpanjangan waktu pendaftaran di tujuh daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah.

KPU berharap pemerintah segera mengambil keputusan terkait persoalan ini sehingga tahapan pilkada tak terganggu. ”Saat ini kami hanya menunggu sikap pemerintah. Tetapi sesuai Peraturan KPU Nomor12/ 2015, KPU ingin berkonsentrasi melanjutkan tahapan pelaksanaan pilkada serentak,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik seusai mengikuti rapat kabinet terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Pemerintah menyiapkan beberapa opsi terkait keberadaan calon tunggal dalam pilkada serentak 2015, antara lain penundaan hingga 2017, penerbitan pemerintah pengganti undangundangan (perppu), dan calon tunggal lawan bumbung kosong. Satu dari opsi itu sedianya akan dipilih dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo kemarin.

Namun, rapatituurung menghasilkan keputusan. Direncanakan, hari ini Presiden akan menggelar rapat konsultasi politik dengan DPR, MPR, KPU, dan lembaga terkait lainnya serta seluruh partai politik untuk mengambil keputusan.

”Karena harus mengambil suatu keputusan yang pasti menguntungkan semua pihak dan menyangkut semua pihak, jadi mohon maaf belum ada keputusan hari ini (kemarin). Tunggu sampai besok siang (hari ini) di Istana Bogor,” ujar Menteri Koordinator Hukum Politik dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, solusi atas calon tunggal segera diputuskan oleh Presiden. Pemerintah tetap pada keinginannya bahwa pilkada serentak sesuai jadwal, 9 Desember 2015. ”Pada prinsipnya hak dari pasangan calon tunggal harus dilindungi dan dihormati. Apalagi tidak ada jaminan bahwa pilkada ditunda akan melahirkan dua pasang calon,” katanya.

Seperti diberitakan, hingga batas akhir masa perpanjangan pendaftaran (3/8), tujuh daerah hanya memiliki satu pasangan calon. Ketujuh daerah tersebut Tasikmalaya (Jabar), Surabaya, Blitar, dan Pacitan (Jatim), Mataram (NTB), Timor Tengah Utara (NTT), serta Samarinda (Kaltim). Mengacu pada PKPU No 12/2015, pilkada di tujuh daerah tersebut akan ditunda hingga Februari 2017.

Polemik Perppu

Rencana penerbitan perppu terkait keberadaan calon tunggal terus menuai kontroversi. Sebagian kalangan menilai perppu tak diperlukan karena tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, sebagian menilai aturan itu lebih baik daripada opsi penundaan.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie menilai penerbitan perppu merupakan opsi penyelesaian masalah pilkada serentak dengan risiko paling kecil. Opsi ini bisa jadi pilihan dibanding melakukan penundaan. ”Kalau ditunda akan membuat masalah, hak rakyat diberangus. Belum lagi pelaksana tugas (kepala daerah) yang lama, nanti tidak bisa diambil keputusan sebagai kepala daerah, nanti yang dirugikan seluruh rakyat,” kata Jimly.

Dia mengakui bahwa penerbitan perppu sering menimbulkan kontroversi, tetapi dalam kasus pilkada serentak ini tetap harus ada keputusan. ”Kalau tidak ada yang mengambil tanggung jawab, semua akan membebankan pada lembaga lain, pada orang lain, repot kita,” katanya.

Peneliti Perludem Heroik Muttaqin menilai setidaknya terdapat lima kesalahan atas kebijakan memundurkan jadwal pilkada. Pertama, KPU mengabaikan hak politik rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung karena dengan menunda pilkada berarti hak memilih terpaksa tertunda atau malah hilang. ”Kedua, KPU membiarkan pemimpin daerah dipimpin oleh orang yang tidak mendapat legitimasi rakyat,” kata dia.

Ketiga, KPU menghilangkan atau mengurangi daya kontrol pemilih terhadap kinerja pemimpinnya. Keempat , KPU merusak skenario pilkada serentak nasional karena mengurungkan pilkada yang hanya punya satu pasangan calon.

”Kelima, KPU membiarkan anggaran negara terbuang percuma karena sebagian biaya penyelenggaraan pilkada sudah dibelanjakan,” ujarnya. Dengan berbagai kelemahan itu, presiden perlu mengeluarkan perppu untuk tetap mengakomodasi calon tunggal sehingga hak politik rakyat dapat terjaga. ”Selain tetap menjamin penggunaan hak politik rakyat untuk memilih pemimpinnya, juga untuk menguji tingkat akseptabilitas pasangan calon tunggal di mata pemilih,” jelasnya.

Di lain pihak, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengingatkan bahwa dari awal UU No. 8/2015 tentang Pilkada lahir dari situasi yang tidak ideal. Berbagai masalah yang muncul dalam pilkada tidak bisa begitu saja diselesaikan dengan penerbitan perppu.

Kepala Departemen Penelitian dan Konsultasi PARA Syndicate Toto Sugiarto berpendapat, perppu yang melegalkan pasangan calon tunggal pilkada berbahaya. Karena itu, dia mendesak presiden tidak menerbitkan perppu.

”Jika diberlakukan dalam jangka panjang, apalagi dipermanenkan dalam undang-undang nantinya, akan banyak politisi dompet gendut yang borong parpol, itu bahaya,” kata Toto.

Dita angga/ Kiswondari/Mula akmal/Rarasati syarief/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0802 seconds (0.1#10.140)