Mantan Buruh Pabrik Bertransformasi Jadi Miliarder
A
A
A
Zhou Qunfei menciptakan strata baru miliarder perempuan di China yang mendapatkan kekayaan dari nol.
The New York Times menyebut Zhou sebagai satu-satunya miliarder perempuan China yang kaya raya atas jerih payahnya sendiri. Padahal, di Jepang tidak ada satu pun miliader perempuan yang maju atas usaha sendiri. Di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, sebagian besar miliarder perempuan muncul karena faktor keturunan. Perempuan berusia 44 tahun itu mendirikan Lens Technology-produsen lensa kaca di China yang menyuplai perusahaan besar seperti Apple dan Samsung.
Zhou juga kerap bepergian ke Silicon Valley dan Seoul untuk menggelar transaksi bisnis. Dia juga menyambut Presiden China Xi Jinping yang mengunjungi pabrik Lens Technology. Namanya juga jauh dari tuduhan korupsi di China. Zhou mampu bertransformasi dari seorang buruh menjadi miliarder kelas dunia yang memiliki pabrik bernilai miliaran dolar dengan teknologi tinggi. Lens Technology menjadi penyuplai kaca penutup untuk laptop, tablet, dan ponsel.
Pada tahun ini pabrik tersebut memproduksi lebih dari satu miliar layar kaca. Perusahaan itu go public pada tahun ini dengan nilai USD7,2 miliar (Rp97,27 triliun). Itu membuat nilai kekayaan Zhou mencapai taipan media John C Malone dan Pierre Omidyar, pendiri eBay. Ada hal berbeda yang melekat pada Zhou. Dia bukan miliarder yang menjadi selebritas seperti Jack Ma, pendiri perusahaan e-commerce Alibaba. Zhou tidak dikenal publik sebelum perusahaannya go public .
Dia juga memang tidak terlalu suka berbicara di depan media. Majalah Forbes menempatkan Zhou dalam peringkat ke-91 orang terkaya di China dengan nilai USD1,7 miliar (Rp22,97 triliun). Mimpi Zhou menjadi perancang busana terkubur ketika dia tidak dapat melanjutkan sekolah pada usia 16 tahun. Dia justru bekerja di perusahaan yang memproduksi lensa kaca mata dengan gaji USD1 (Rp13.000) per hari. Kondisi saat itu sangat keras.
”Saya bekerja dari pukul 08.00 pagi hingga 12.00 malam, terkadang hingga jam 02.00 dini hari,” tuturnya. Pada 1993 Zhou memutuskan untuk mendirikan bisnis sendiri. Dengan modal USD3.000 (Rp40,5 juta), dia dan beberapa keluarganya membuat bengkel lensa kaca mata dengan memberikan jaminan kualitas tinggi kepada pelanggan. Seiring perkembangan teknologi, dia membeli mesin untuk meningkatkan produksi. Nasibnya berubah setelah dia mendapatkan tawaran dari eksekutif Motorola pada 2003 untuk memproduksi layar kaca ponsel.
”Saat itu saya langsung menjawab ya,” tutur Zhou. Setelah sukses memproduksi layar kaca ponsel dari Motorola, banyak produsen ponsel dunia yang mengajak Zhou bekerja sama. Kini, berawal dari bengkel menjadi pabrik raksasa dengan 75.000 pekerja.
Andika Hendra Mustaqim
The New York Times menyebut Zhou sebagai satu-satunya miliarder perempuan China yang kaya raya atas jerih payahnya sendiri. Padahal, di Jepang tidak ada satu pun miliader perempuan yang maju atas usaha sendiri. Di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, sebagian besar miliarder perempuan muncul karena faktor keturunan. Perempuan berusia 44 tahun itu mendirikan Lens Technology-produsen lensa kaca di China yang menyuplai perusahaan besar seperti Apple dan Samsung.
Zhou juga kerap bepergian ke Silicon Valley dan Seoul untuk menggelar transaksi bisnis. Dia juga menyambut Presiden China Xi Jinping yang mengunjungi pabrik Lens Technology. Namanya juga jauh dari tuduhan korupsi di China. Zhou mampu bertransformasi dari seorang buruh menjadi miliarder kelas dunia yang memiliki pabrik bernilai miliaran dolar dengan teknologi tinggi. Lens Technology menjadi penyuplai kaca penutup untuk laptop, tablet, dan ponsel.
Pada tahun ini pabrik tersebut memproduksi lebih dari satu miliar layar kaca. Perusahaan itu go public pada tahun ini dengan nilai USD7,2 miliar (Rp97,27 triliun). Itu membuat nilai kekayaan Zhou mencapai taipan media John C Malone dan Pierre Omidyar, pendiri eBay. Ada hal berbeda yang melekat pada Zhou. Dia bukan miliarder yang menjadi selebritas seperti Jack Ma, pendiri perusahaan e-commerce Alibaba. Zhou tidak dikenal publik sebelum perusahaannya go public .
Dia juga memang tidak terlalu suka berbicara di depan media. Majalah Forbes menempatkan Zhou dalam peringkat ke-91 orang terkaya di China dengan nilai USD1,7 miliar (Rp22,97 triliun). Mimpi Zhou menjadi perancang busana terkubur ketika dia tidak dapat melanjutkan sekolah pada usia 16 tahun. Dia justru bekerja di perusahaan yang memproduksi lensa kaca mata dengan gaji USD1 (Rp13.000) per hari. Kondisi saat itu sangat keras.
”Saya bekerja dari pukul 08.00 pagi hingga 12.00 malam, terkadang hingga jam 02.00 dini hari,” tuturnya. Pada 1993 Zhou memutuskan untuk mendirikan bisnis sendiri. Dengan modal USD3.000 (Rp40,5 juta), dia dan beberapa keluarganya membuat bengkel lensa kaca mata dengan memberikan jaminan kualitas tinggi kepada pelanggan. Seiring perkembangan teknologi, dia membeli mesin untuk meningkatkan produksi. Nasibnya berubah setelah dia mendapatkan tawaran dari eksekutif Motorola pada 2003 untuk memproduksi layar kaca ponsel.
”Saat itu saya langsung menjawab ya,” tutur Zhou. Setelah sukses memproduksi layar kaca ponsel dari Motorola, banyak produsen ponsel dunia yang mengajak Zhou bekerja sama. Kini, berawal dari bengkel menjadi pabrik raksasa dengan 75.000 pekerja.
Andika Hendra Mustaqim
(ars)