Muktamar NU dan Muhammadiyah

Senin, 03 Agustus 2015 - 10:29 WIB
Muktamar NU dan Muhammadiyah
Muktamar NU dan Muhammadiyah
A A A
Dalam waktu yang hampir bersamaan, duaormasterbesarIslam di Tanah Air, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, sedang mengadakan muktamar.

Berbagai dinamika yang melingkupi muktamar tersebut diharapkan tetap dalam kerangka untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur telah dibuka Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Sabtu (1/8) lalu. Banyak harapan muncul dari gawe besar organisasi yang dilahirkan KH Hasyim Asyari ini. Bagaimanapun harus diakui peran NU sangat besar dalam ikut mewarnai dan membangun keutuhan Republik ini.

Pendekatan Islam kultural dan tradisional yang ditularkan para pendiri NU sangat mengena dan sangat gampang menyatu dengan masyarakat Indonesia. Dengan berbagai kelebihannya, NU mampu ikut bersama komponen bangsa yang lain menjaga keutuhan bangsa dan negara dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam kaitan ini, peran NU cukup sentral dan tidak perlu diragukan lagi dalam memberikan sumbangsih untuk kemajuan bangsa ini, terutama dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia melalui pendidikan di pesantren-pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Karena itu, dalam muktamar kali ini para muktamirin harus bisa memanfaatkan perhelatan besar ini untuk menyatukan langkah bersama demi kemajuan bangsa ini ke depan.

NU didirikan tidak saja untuk mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam, tapi juga ikut mencermati kehidupan ekonomi, sosial, dan sebagainya dalam kehidupan masyarakat. Hari ini Muktamar ke-47 Muhammadiyah juga akan dibuka Presiden Jokowi di Makassar. Ada pesan dan suasana kebangsaan yang menyeruak hadir dalam ajang terbesar ormas Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini.

Seperti halnya NU, Muhammadiyah juga memiliki kontribusi yang besar bagi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia. Dengan pendekatan yang berbeda dengan NU, Muhammadiyah juga mampu eksis dan bertahan di tengah serangan gelombang globalisasi dan demokratisasi yang melanda dunia termasuk Indonesia. Keberadaan Muhammadiyah dalam membawa pendidikan Islam modern harus diakui cukup memberikan warna dalam memajukan pendidikan Indonesia secara umum.

Karena itu, warga Muhammadiyah harus menjadikan muktamar ini sebagai ajang bersama dalam membangun bangsa yang saat ini sedang banyak mengalami cobaan berat di berbagai bidang. Karena itu, seluruh peserta muktamar baik NU maupun Muhammadiyah harus menyadari pentingnya ajang tersebut untuk meningkatkan peran organisasi atau lembaga bagi pembangunan bangsa. Jangan hanya memaknai muktamar secara sempit sebagai ajang periodik sidang biasa.

Muktamar ini hendaknya jangan dimaknai sebagai ajang pergantian pengurus. Muktamar memiliki pesan dan tujuan yang jauh lebih mulia dari sekadar rebutan ketua atau pengurus lembaga. Kompetisi boleh-boleh saja dalam muktamar, namun tetap harus dilakukan dengan etika dan integritas yang tinggi sesuai ajaran Islam. Jangan sampai karena adanya perbedaan, akhirnya membuat keutuhan umat menjadi berantakan.

Perbedaan pendapat boleh saja terjadi, namun dalam koridor untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan atau kelompok tertentu. Jalannya muktamar juga harus dilakukan secara fair dan musyawarah yang disepakati seluruh peserta. Apapun aturan yang dipakai, tidak menjadi soal asalkan berdasarkan kesepakatan bersama.

Jangan sampai ada pemaksaan kehendak, apalagi sampai melibatkan kekuasaan dan uang. Sangat tidak elok jika untuk merebut kursi pengurus organisasi, ada yang sampai menghalalkan segala cara. Bersainglah secara sehat dan fair untuk kemajuan organisasi khususnya dan kejayaan bangsa dan negara. Siapa pun yang terpilih nanti menjadi nakhoda di NU ataupun Muhammadiyah, wajib dihormati.

Semoga muktamar ini menjadikan NU dan Muhammadiyah lebih maju dan lebih baik lagi dalam memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5402 seconds (0.1#10.140)