Pemerintah Perketat Pemekaran Daerah

Selasa, 21 Juli 2015 - 10:07 WIB
Pemerintah Perketat Pemekaran Daerah
Pemerintah Perketat Pemekaran Daerah
A A A
JAKARTA - Usulan pemekaran daerah mencapai ratusan dalam kurun tiga sampai empat bulan. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun akan lebih memperketat proses pemekaran daerah.

”Kami akan perketat agar pemekaran daerah tidak seperti berjualan kacang,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Soni Sumarsono kemarin. Dia mengatakan, pengetatan pemekaran daerah merupakan amanat Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah (Pemda) yang baru. Adanya aturan baru membuat pemekaran daerah tidak semudah sebelumnya.

”Aturan yang dulu dengan yang sekarang sangat berbeda. Dahulu tidak pakai penahapan. Asal DPR setuju dan pemerintah setuju, maka lahir langsung jadi daerah otonom,” kata dia. Penahapan proses pemekaran di antaranya menjadi daerah persiapan terlebih dahulu selama tiga tahun. Sebelum ada penahapan, proses pemekaran bisa langsung melahirkan sebuah daerah otonom.

”Jika tiga tahun tidak ada progres, kami bisa perpanjang satu tahun. Maksimum dua tahun. Kalau tidak bisa, baru kami kembalikan ke induknya. Ini perbedaan yang sangat signifikan (dari sebelumnya),” papar Sumarsono. Di samping itu, pendekatan yang diambil dalam melakukan pemekaran daerah pun berbeda. Sebelumnya semua hal dinilai secara kuantitatif, mulai masalah fisik hingga kondisi demokrasi di daerah bersangkutan.

”Angka bisa disulap turun dari langit. Yang tidak layak menjadi layak. Ujungnya gagal, dan 82% pada saat itu gagal karena mainnya dengan angka. Selama angka memenuhi batas minimum, jadi dianggap layak, maka jadilah dia,” kata pria yang akrab disapa Soni ini. Di bawah UU No 23/2014 tentang Pemda terdapat tiga aspek yang harus dilihat, yakni kondisi geografis, demografis, dan sistem di daerah tersebut.

Hal ini dinilai secara kualitatif dan tidak lagi berdasarkan penilaian angka-angka semata. Bahkan, Soni mengatakan, dalam penilaian tidak lagi dilakukan oleh struktur birokrasi Ditjen Otda Kemendagri, melainkan oleh pakar independen. Dia menambahkan, pemekaran daerah juga harus disesuaikan berdasarkan desain besar penataan daerah (disertada) yang di dalamnya terdapat jumlah estimasi pemekaran daerah.

”Kalau mau jujur, dalam desain penataan daerah lama, Indonesia hanya dapat menambah 11 provinsi dan 46 kabupaten/ kota sampai 2025. Tapi, usulan yang masuk saja sudah lebih. Kami masih proses membuat disertada yang baru,” ungkapnya. Soni kembali mengungkapkan, dalam tiga sampai empat bulan terdapat 115 usulan pemekaran daerah. Usulan itu pun hingga kini masih belum ditindaklanjuti.

”Ini belum diolah. Mau ditolak salah, mau disetujui nanti dulu. Bulan depan bisa tambah lagi,” paparnya. Menurutnya, usulan tersebut tidak mendesak untuk ditindaklanjuti. Pasalnya, masih ada sisa 87 calon DOB yang juga belum selesai. ”Tidak ada kebutuhan merespons segera usulan itu sebelum dua PP terpenuhi,” kata dia.

PP dimaksud adalah yang terkait disertada dalam kurun waktu tertentu dan PP pengganti PP 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan daerah. Tanpa dua PP tersebut, usulan DOB tidak akan dapat diproses. ”PP Disertada berisi kebijakan strategis dan estimasi jumlah daerah otonom yang harusnya ada di Indonesia sampai 2025. Kalau diestimasi, jumlahnya tidak akan meledak,” ungkap dia.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, pemekaran akan lebih baik jika pemerintah konsisten melakukan pengetatan dan komitmen untuk menjalankan segala prosedur secara baik. ”Tantangannya adalah transparansi dari Kemendagri dalam melakukan kajian pemekaran.

Jika dulu lebih karena politisasi di DPR, saat ini keterbukaan pemerintah yang harus dibuktikan,” kata dia. Dia mrnystsksn, pendekatan pemekaran saat ini lebih baik karena mengutamakan sisi kualitatif. Jadi, bukan saja dilihat dari segi potensi daerah semata, tapi juga urgensinya. ”Kalau soal potensi, semua daerah di Jawa bisa dimekarkan. Tapi, kan tidak perlu dilakukan karena tidak ada hal mendesak.

Berbeda dengan daerah perbatasan, mungkin kurang potensial, tapi mungkin saja perlu dimekarkan demi kepentingan pertahanan negara,” jelasnya. Pria yang akrab disapa Endi ini meminta pemerintah tidak terburu-buru dalam merancang PP pemekaran. Menurutnya, PP itu harus dikaji secara matang dan benar-benar menjabarkan substansi dari UU 23/2014.

”Ini bukan saja memaparkan syarat yang harus dipenuhi dan jumlah ideal dari pemekaran. Tetapi, juga harus mencakup bagaimana daerahdaerah itu nanti diperlakukan,” ungkapnya.

Dita angga
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6051 seconds (0.1#10.140)