Tidak Ada Rekayasa Kasus Pimpinan KY
A
A
A
JAKARTA - Kabareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso menyatakan tidak ada rekayasa atau kriminalisasi atas penetapan tersangka terhadap pimpinan Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri.
Kabareskrim pun meminta semua pihak untuk melihat persoalan ini secara jernih bahwa ini merupakan penegakan hukum tanpa melibatkan institusi atau lembaga apa pun. ”Waktu saya dengan KPK demikian juga dibilang kriminalisasi, seolahsaya merekayasa. Tidaklah, saya sampaikan bahwa saya akan bekerja profesional, penegakan hukum murni.
Saya membela hak orang yang melapor dan merasa dirugikan,” tandas Budi Waseso seusai menghadiri serah-terima jabatan (sertijab) Panglima TNI dari Jenderal TNI Moeldoko kepada Jenderal TNI Gatot Nurmantyo diMabes TNI Cilangkap, Jakarta, kemarin. Budi pun membantah bila kasus ini merupakan pesanan hakim Sarpin Rizaldi.
Penegakan hukum, ujarnya, tidak boleh berpihak, apalagi dikendalikan. Mantan kapolda Gorontalo ini juga mengatakan, karena ini merupakan delik aduan maka bila dicabut oleh pelapor maka proses hukumnya selesai. ”Kita tidak punya hak juga kalau memang itu sudah diselesaikan ya sudah,” katanya. Terkait permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin agar kasus ini dihentikan, Budi menjawab secara diplomatis.
”Sampai saat ini kami masih menetapkan dulu, tindak lanjutnya melihat waktunya, ini juga masih puasa dan mau Lebaran. Silakan saja (dicabut), karena ini delik aduan. Kami menunggu. Tidak ada rekayasa, kriminalisasi, tidak ada kepentingan dengan institusi atau lembaga, balas dendam tidak ada. Silakan dilihat prosesnya, diawasi, dan diikuti,” paparnya.
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengatakan, semua warga negara memilikikedudukanyang sama di mata hukum. ”Namanya orang lapor sah-sah saja. Prosedurnya sama. Wartawan lapor kita tangani dengan baik, apakah itu pidana, kita tangani penyelidikan. Apakah terus kalau wartawan, harus berbeda. Kalau petani harus berbeda, kan tidak juga soalnya semua sama di mata hukum,” ujarnya.
Kuasa hukum Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri, Dedi J Syamsuddin, kemarin kembali mengajukan permohonan penjadwalan ulang pemeriksaan terhadap kliennya. Sebelumnya pada Jumat (10/7), kedua tersangka juga sudah mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan kepada penyidik dengan alasan berdekatan dengan momentum Lebaran.
Penyidik kemudian mengabulkan permohonan itu dan menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap tersangka pada 23 Juli. ”Kita minta dijadwalkan ulang, pemeriksaan itu pada Senin (27/7). Karena kalau tanggal 23 itu waktunya tanggung. Sedangkan nuansanya itu juga masih Idul Fitri.
Beliau juga harus merapikan pekerjaan beliau dulu sebagai hakim panel,” kata Dedi J Syamsuddin di Bareskrim Polri, Jakarta, kemarin. Dedi optimistis penyidik yang menangani kasus tersebut bakal mengabulkan permohonan. Tersangka, menurut Dedi, akan menghormati proses hukum di Bareskrim.
Pihaknya bahkan tidak pernah berpikir bahwa kasus yang menjerat pimpinan KY itu sebagai bagian dari kriminalisasi. Dedi menandaskan, pihaknya hanya tidak mau memanaskan situasi. Sebaliknya, dia justru berharap kasus yang menjerat pimpinan KY dapat diselesaikan secara kekeluargaan, antara KY dan hakim Sarpin. ”Kita berharap kasus ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin.
Dengan duduk bersama,” katanya. Harapan itu tidak berlebihan. Pasalnya, kasus pencemaran nama baik merupakan delik aduan. Artinya, ketika laporan tersebut dicabut oleh pelapor, perkara itu bisa dihentikan. Karena itu, Dedi berharap Sarpin dapat mencabut kembali laporannya. ”Saya berharap mudah-mudahan hati Sarpin terketuk untuk mencabut laporannya,” terangnya.
Karena itu, Dedi mengaku pihaknya telah berkoordinasi dengan kuasa hukum Sarpin dan mendapatkan respons positif. Selain itu, Dedi berharap Mahkamah Agung (MA) mampu memfasilitasi sekaligus ikut berupaya menyelesaikan kasus itu secara kekeluargaan dengan hakim Sarpin. ”MA dan KY sama-sama di bawah lembaga yudikatif, satu keluarga. Kenapa tidak bisa diselesaikan secara internal, coba dibicarakan duduk bersama,” ujarnya.
Sucipto/ khoirul muzakki
Kabareskrim pun meminta semua pihak untuk melihat persoalan ini secara jernih bahwa ini merupakan penegakan hukum tanpa melibatkan institusi atau lembaga apa pun. ”Waktu saya dengan KPK demikian juga dibilang kriminalisasi, seolahsaya merekayasa. Tidaklah, saya sampaikan bahwa saya akan bekerja profesional, penegakan hukum murni.
Saya membela hak orang yang melapor dan merasa dirugikan,” tandas Budi Waseso seusai menghadiri serah-terima jabatan (sertijab) Panglima TNI dari Jenderal TNI Moeldoko kepada Jenderal TNI Gatot Nurmantyo diMabes TNI Cilangkap, Jakarta, kemarin. Budi pun membantah bila kasus ini merupakan pesanan hakim Sarpin Rizaldi.
Penegakan hukum, ujarnya, tidak boleh berpihak, apalagi dikendalikan. Mantan kapolda Gorontalo ini juga mengatakan, karena ini merupakan delik aduan maka bila dicabut oleh pelapor maka proses hukumnya selesai. ”Kita tidak punya hak juga kalau memang itu sudah diselesaikan ya sudah,” katanya. Terkait permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin agar kasus ini dihentikan, Budi menjawab secara diplomatis.
”Sampai saat ini kami masih menetapkan dulu, tindak lanjutnya melihat waktunya, ini juga masih puasa dan mau Lebaran. Silakan saja (dicabut), karena ini delik aduan. Kami menunggu. Tidak ada rekayasa, kriminalisasi, tidak ada kepentingan dengan institusi atau lembaga, balas dendam tidak ada. Silakan dilihat prosesnya, diawasi, dan diikuti,” paparnya.
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengatakan, semua warga negara memilikikedudukanyang sama di mata hukum. ”Namanya orang lapor sah-sah saja. Prosedurnya sama. Wartawan lapor kita tangani dengan baik, apakah itu pidana, kita tangani penyelidikan. Apakah terus kalau wartawan, harus berbeda. Kalau petani harus berbeda, kan tidak juga soalnya semua sama di mata hukum,” ujarnya.
Kuasa hukum Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri, Dedi J Syamsuddin, kemarin kembali mengajukan permohonan penjadwalan ulang pemeriksaan terhadap kliennya. Sebelumnya pada Jumat (10/7), kedua tersangka juga sudah mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan kepada penyidik dengan alasan berdekatan dengan momentum Lebaran.
Penyidik kemudian mengabulkan permohonan itu dan menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap tersangka pada 23 Juli. ”Kita minta dijadwalkan ulang, pemeriksaan itu pada Senin (27/7). Karena kalau tanggal 23 itu waktunya tanggung. Sedangkan nuansanya itu juga masih Idul Fitri.
Beliau juga harus merapikan pekerjaan beliau dulu sebagai hakim panel,” kata Dedi J Syamsuddin di Bareskrim Polri, Jakarta, kemarin. Dedi optimistis penyidik yang menangani kasus tersebut bakal mengabulkan permohonan. Tersangka, menurut Dedi, akan menghormati proses hukum di Bareskrim.
Pihaknya bahkan tidak pernah berpikir bahwa kasus yang menjerat pimpinan KY itu sebagai bagian dari kriminalisasi. Dedi menandaskan, pihaknya hanya tidak mau memanaskan situasi. Sebaliknya, dia justru berharap kasus yang menjerat pimpinan KY dapat diselesaikan secara kekeluargaan, antara KY dan hakim Sarpin. ”Kita berharap kasus ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin.
Dengan duduk bersama,” katanya. Harapan itu tidak berlebihan. Pasalnya, kasus pencemaran nama baik merupakan delik aduan. Artinya, ketika laporan tersebut dicabut oleh pelapor, perkara itu bisa dihentikan. Karena itu, Dedi berharap Sarpin dapat mencabut kembali laporannya. ”Saya berharap mudah-mudahan hati Sarpin terketuk untuk mencabut laporannya,” terangnya.
Karena itu, Dedi mengaku pihaknya telah berkoordinasi dengan kuasa hukum Sarpin dan mendapatkan respons positif. Selain itu, Dedi berharap Mahkamah Agung (MA) mampu memfasilitasi sekaligus ikut berupaya menyelesaikan kasus itu secara kekeluargaan dengan hakim Sarpin. ”MA dan KY sama-sama di bawah lembaga yudikatif, satu keluarga. Kenapa tidak bisa diselesaikan secara internal, coba dibicarakan duduk bersama,” ujarnya.
Sucipto/ khoirul muzakki
(bbg)