Sosok yang Memahami Tantangan dan Kebijakan Energi Nasional
A
A
A
Memasuki bulan kesembilan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), beberapa sektor masih menjadi sorotan publik, khususnya sektor perekonomian yang di dalamnya masalah energi nasional menjadi salah satu variabel yang cukup mendapatkan sentimen negatif.
Padahal energi merupakan aspek penting dan variabel tetap yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembangunan.
Di tengah kebijakan politik energi yang dianggap belum sejalan dengan Trisakti Bung Karno dan Nawacita Presdien Jokowi itulah, belakangan ini muncul spekulasi akan adanya reshuffle kabinet. Yang paling santer diberitakan bakal kena reshuffle adalah Menteri ESDM Sudirman Said. Pengelolaan energi nasional yang tidak mengacu pada Nawacita dan Trisakti Bung Karno itulah salah satu yang selalu menjadi rujukan dan argumentasi mereka yang menyuarakan agar Sudirman Said diganti dengan sosok yang memahami betul bagaimana politik energi Indonesia ke depan.
Sosok pengganti Sudirman Said nanti haruslah yang memahami betul bagaimana skenario kebijakan energi Indonesia untuk jangka panjang. Salah satu sosok yang memenuhi kriteria itu adalah Dewi Aryani. Politikusmuda PartaiDemokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang juga praktisi profesional di bidang energi ini merupakan lulusan S-3 Universitas Indonesia (UI) untuk Program StudiKebijakanPublik.
Diamerupakan doktor perempuan pertama bidang kebijakan energi di Indonesia dengan disertasi ”Skenario Kebijakan Energi Indonesia hingga Tahun 2035”. Perempuan kelahiran Magelang, 16 Januari 1973, ini adalah putri seorang purnawirawan TNI Angkatan Darat. Ibunya merupakan pendidik. Jadi, sejak kecil Dewi memang dididik ekstra-disiplin sehingga tidak mengherankan jika berbagai prestasi diraihnya tanpa henti.
Di antaranya dia menjadi lulusan terbaik Pascasarjana UI tahun 2006, Duta UI untuk Reformasi Birokrasi Indonesia, Duta Pengembangan Ilmu Administrasi Publik FISIP UI, dan lulusan tercepat dan terbaik program doktoral dalam sejarah FISIP UI yang dia tempuh dalam waktu kurang dari dua tahun. Dewi yang pernah menduduki jabatan sebagai anggota Komisi VII DPR (bidang energi) ini juga pernah menempati peringkat ke-36 dari 99 The Most Powerful Woman in Indonesia versi majalah Asis Globe, The BestLegislator2014 versiPWI, dan Inspiring Woman Majalah Man Obsession 2014.
Dengan catatan kualifikasi tersebut, wajar ketika Dewi dinominasikan sebagai salah satu calon menteri ESDM oleh Direktur Eksekutif Urusan Antarlembaga dan Kementerian Staf Kepresidenan Beathor Suryadi dan didukung berbagai kalangan mulai dari kader senior partai, anggota Wantimpres, relawan-relawan pilpres Jokowi-JK hingga kalangan akademisi dan sebagainya.
Menurut Beathor, jika pada waktunya nanti Presiden Jokowi menghendaki reshuffle dan meminta kader PDIP untuk masuk kabinet, saat ini ada 3 kader perempuan dan 7 kader laki-laki dari PDIP yang diyakini punya kompetensi. Tiga kader perempuan tersebut, menurut Beathor, adalah Eva K Sundari untuk menteri PAN dan RB, Dewi Aryani untuk menteri ESDM, dan Wiryanti Sukamdani untuk menteri pariwisata.
Adapun sejumlah kader laki-lakinya, menurut dia, adalah Arif Budimanta untuk menko perekonomian, Pramono Anung untuk menteri sekretaris kabinet, Benny Pasaribu untuk posisi menteri BUMN, M Prakosa untuk menteri pertanian, Helmy Fauzy untuk menteri luar negeri, kemudian TB Hasanudin untuk menteri pertahanan dan Sony Keraf untuk menteri lingkungan hidup dan kehutanan. Mantan anggota DPR Dewi Aryani dinilai layak menjadi menteri ESDM lantaran memiliki kapasitas yang mumpuni.
Doktor perempuan pertama bidang kebijakan energi di Indonesia itu sangat fokus pada masalah energi nasional dan memahami program Nawacita Presiden Jokowi. Ungkapan ini disampaikan anggota Wantimpres yang juga mantan Ketua MPR Sidarto Danusubroto. Mengenai kebijakan dan tata kelola energi Indonesia ke depan, Dewi Aryani mengatakan bahwa dibutuhkan ketersediaan energi yang beragam dan terjangkau dalam jangka panjang dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan pembangunan tanpa menimbulkan eksternalisasi negatif.
Untuk bisa mengaplikasikan itu, Dewi mengaku sangat memahaminya karena memang penelitian yang dia lakukan fokus di sektor itu. Termasuk bagaimana mengatasi sering terjadinya kelangkaan energi yang disebabkan buruknya sistem tata kelola energi. ”Berbagai inkonstitusionalitas kebijakan serta fragmentasi kebijakan yang sangat menonjolkan ego sektoral sangat mendominasi pola pengelolaan energi di Indonesia.
Dan di sisi lain, kebijakan energi Indonesia belum berlandaskan pada integrasi dengan sektor-sektor lain di luar energi seperti sektor ekonomi, sosial, politik, lingkungan, dan teknologi,” ungkap perempuan dengan moto never lose faith dalam setiap langkahnya ini. Dalam hal strategi kebijakan energi Indonesia ke depan, lanjut Dewi, pemerintah harus tepat memetakan kebijakan mana yang untuk jangka pendek, mana yang untuk jangka menengah, dan mana yang untuk jangka panjang.
Untuk jangka pendek misalnya, pengurus DPP PDIP dan Wakil Ketua Komisi Tetap Hulu Migas Kadin Indonesia ini berpendapat bahwa salah satu strateginya adalah memprioritaskan kondisi energi dan memosisikan energi sebagai leading sector dalam setiap pembuatan kebijakan.
Kemudian untuk jangka menengah, menurut dia, pemerintah perlu menanamkan pola pikir tentang kestrategisan fungsi energi, keharusan melakukan efisiensi energi, dan penggunaan energi mix kepada masyarakat melalui media yang memungkinkan. Selain itu, kata dia, pemerintah juga perlu membangun sistem transportasi publik di daerah serta membangun kemandirian dan kehandalan industri migas nasional.
Adapun untuk strategi jangka panjang, lanjut Dewi, selain membuat rencana jangka panjang, menengah, dan jangka pendek atas prioritas dan arah pemanfaatan energi Indonesia, pemerintah harus membangun ketahanan energi dengan membangun strategic reserve.
Padahal energi merupakan aspek penting dan variabel tetap yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembangunan.
Di tengah kebijakan politik energi yang dianggap belum sejalan dengan Trisakti Bung Karno dan Nawacita Presdien Jokowi itulah, belakangan ini muncul spekulasi akan adanya reshuffle kabinet. Yang paling santer diberitakan bakal kena reshuffle adalah Menteri ESDM Sudirman Said. Pengelolaan energi nasional yang tidak mengacu pada Nawacita dan Trisakti Bung Karno itulah salah satu yang selalu menjadi rujukan dan argumentasi mereka yang menyuarakan agar Sudirman Said diganti dengan sosok yang memahami betul bagaimana politik energi Indonesia ke depan.
Sosok pengganti Sudirman Said nanti haruslah yang memahami betul bagaimana skenario kebijakan energi Indonesia untuk jangka panjang. Salah satu sosok yang memenuhi kriteria itu adalah Dewi Aryani. Politikusmuda PartaiDemokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang juga praktisi profesional di bidang energi ini merupakan lulusan S-3 Universitas Indonesia (UI) untuk Program StudiKebijakanPublik.
Diamerupakan doktor perempuan pertama bidang kebijakan energi di Indonesia dengan disertasi ”Skenario Kebijakan Energi Indonesia hingga Tahun 2035”. Perempuan kelahiran Magelang, 16 Januari 1973, ini adalah putri seorang purnawirawan TNI Angkatan Darat. Ibunya merupakan pendidik. Jadi, sejak kecil Dewi memang dididik ekstra-disiplin sehingga tidak mengherankan jika berbagai prestasi diraihnya tanpa henti.
Di antaranya dia menjadi lulusan terbaik Pascasarjana UI tahun 2006, Duta UI untuk Reformasi Birokrasi Indonesia, Duta Pengembangan Ilmu Administrasi Publik FISIP UI, dan lulusan tercepat dan terbaik program doktoral dalam sejarah FISIP UI yang dia tempuh dalam waktu kurang dari dua tahun. Dewi yang pernah menduduki jabatan sebagai anggota Komisi VII DPR (bidang energi) ini juga pernah menempati peringkat ke-36 dari 99 The Most Powerful Woman in Indonesia versi majalah Asis Globe, The BestLegislator2014 versiPWI, dan Inspiring Woman Majalah Man Obsession 2014.
Dengan catatan kualifikasi tersebut, wajar ketika Dewi dinominasikan sebagai salah satu calon menteri ESDM oleh Direktur Eksekutif Urusan Antarlembaga dan Kementerian Staf Kepresidenan Beathor Suryadi dan didukung berbagai kalangan mulai dari kader senior partai, anggota Wantimpres, relawan-relawan pilpres Jokowi-JK hingga kalangan akademisi dan sebagainya.
Menurut Beathor, jika pada waktunya nanti Presiden Jokowi menghendaki reshuffle dan meminta kader PDIP untuk masuk kabinet, saat ini ada 3 kader perempuan dan 7 kader laki-laki dari PDIP yang diyakini punya kompetensi. Tiga kader perempuan tersebut, menurut Beathor, adalah Eva K Sundari untuk menteri PAN dan RB, Dewi Aryani untuk menteri ESDM, dan Wiryanti Sukamdani untuk menteri pariwisata.
Adapun sejumlah kader laki-lakinya, menurut dia, adalah Arif Budimanta untuk menko perekonomian, Pramono Anung untuk menteri sekretaris kabinet, Benny Pasaribu untuk posisi menteri BUMN, M Prakosa untuk menteri pertanian, Helmy Fauzy untuk menteri luar negeri, kemudian TB Hasanudin untuk menteri pertahanan dan Sony Keraf untuk menteri lingkungan hidup dan kehutanan. Mantan anggota DPR Dewi Aryani dinilai layak menjadi menteri ESDM lantaran memiliki kapasitas yang mumpuni.
Doktor perempuan pertama bidang kebijakan energi di Indonesia itu sangat fokus pada masalah energi nasional dan memahami program Nawacita Presiden Jokowi. Ungkapan ini disampaikan anggota Wantimpres yang juga mantan Ketua MPR Sidarto Danusubroto. Mengenai kebijakan dan tata kelola energi Indonesia ke depan, Dewi Aryani mengatakan bahwa dibutuhkan ketersediaan energi yang beragam dan terjangkau dalam jangka panjang dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan pembangunan tanpa menimbulkan eksternalisasi negatif.
Untuk bisa mengaplikasikan itu, Dewi mengaku sangat memahaminya karena memang penelitian yang dia lakukan fokus di sektor itu. Termasuk bagaimana mengatasi sering terjadinya kelangkaan energi yang disebabkan buruknya sistem tata kelola energi. ”Berbagai inkonstitusionalitas kebijakan serta fragmentasi kebijakan yang sangat menonjolkan ego sektoral sangat mendominasi pola pengelolaan energi di Indonesia.
Dan di sisi lain, kebijakan energi Indonesia belum berlandaskan pada integrasi dengan sektor-sektor lain di luar energi seperti sektor ekonomi, sosial, politik, lingkungan, dan teknologi,” ungkap perempuan dengan moto never lose faith dalam setiap langkahnya ini. Dalam hal strategi kebijakan energi Indonesia ke depan, lanjut Dewi, pemerintah harus tepat memetakan kebijakan mana yang untuk jangka pendek, mana yang untuk jangka menengah, dan mana yang untuk jangka panjang.
Untuk jangka pendek misalnya, pengurus DPP PDIP dan Wakil Ketua Komisi Tetap Hulu Migas Kadin Indonesia ini berpendapat bahwa salah satu strateginya adalah memprioritaskan kondisi energi dan memosisikan energi sebagai leading sector dalam setiap pembuatan kebijakan.
Kemudian untuk jangka menengah, menurut dia, pemerintah perlu menanamkan pola pikir tentang kestrategisan fungsi energi, keharusan melakukan efisiensi energi, dan penggunaan energi mix kepada masyarakat melalui media yang memungkinkan. Selain itu, kata dia, pemerintah juga perlu membangun sistem transportasi publik di daerah serta membangun kemandirian dan kehandalan industri migas nasional.
Adapun untuk strategi jangka panjang, lanjut Dewi, selain membuat rencana jangka panjang, menengah, dan jangka pendek atas prioritas dan arah pemanfaatan energi Indonesia, pemerintah harus membangun ketahanan energi dengan membangun strategic reserve.
(ars)