Pimpinan KY Tolak Diperiksa
A
A
A
JAKARTA - Dua pimpinan Komisi Yudisial (KY), yakni Suparman Marzuki (ketua) dan Taufiqurrahman Syahuri (anggota), menolak panggilan Bareskrim Polri untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik.
Rencananya keduapimpinanKY itu bakal diperiksa hari ini. Mereka sebelumnya dilaporkan hakim Sarpin Rizaldi atas kasus dugaan pencemaran nama baik. Bahkan keduanya pun menyatakan tidak akan mengundurkan diri dari jabatan yang diembannya saat ini. ”Kalau kesalahannya seperti moral atau perbuatan tercela seperti mencuri atau yang berkaitan dengan moral, itu sudah pasti (mengundurkan diri).
Ini bukan masalah moral dan etika dan mungkin ini bukan masalah hukum, jadi ini (pengunduran diri) terlalu jauh,” ungkap Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri saat konferensi pers di Gedung KY, Jakarta, kemarin. Apalagi, menurut Taufiq, apa yang diperkarakan hakim Sarpin bukanlah kasus pidana sehingga pengunduran dirinya sebagai komisioner KY belum diperlukan.
Dia juga membantah telah melakukan pencemaran nama baik. Sebab apa yang dilontarkannya terkait dengan putusan, bukan ditujukan secara personal. Melalui komentarnya tersebut, Taufiq mengungkapkan bahwa putusan Sarpin telah melampaui kewenangannya, yakni melebihi KUHAP karena tidak lazim dilakukan. ”Itu yang saya sampaikan terkait putusan.
Putusan- putusan ini sudah tidak ada kaitannya dengan pribadi. Sebetulnya tidak ada legal standing . Mungkin Pak Sarpin merasa terpojokkan,” ujarnya. Karena itu, dirinya sangat menyayangkan sikap hakim Sarpin yang memerkarakan ini. Kabareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso membenarkan penetapan tersangka terhadap dua pimpinan KY tersebut.
Namun, menurut Budi, penersangkaan dua pimpinan KY itu tidak ada hubungannya dengan hasil sidang pleno KY yang merekomendasikan penjatuhan sanksi terhadap hakim Sarpin Rizaldi sebelumnya. Dia juga membantah ada politik balas budi dalam penersangkaan itu lantaran Sarpin telah memenangkan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan (BG). Penetapan tersangka itu, menurut Budi, berawal dari laporan yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan.
Untuk mendalami alat bukti berupa tulisan di media juga telah dimintakan keterangan kepada saksi ahli, yaitu saksi ahli bahasa dan ahli pidana. ”Hasilnya, dari situ, unsur pidananya terpenuhi, jadi kita naikkan jadi tersangka,” kata Budi Waseso saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. Budi meminta agar penetapan tersangka itu tidak dihubungkan dengan kelembagaan atau institusi.
Pelanggaran hukum oknum institusi, menurutnya, harus dipertanggungjawabkan secara personal, bukan kelembagaan. Lembaga juga harus profesional untuk tidak melindungi anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran hukum. Pakar hukum pidana UII Yogyakarta Muzakkir tidak menampik kemungkinan ada benang merah antara penetapan tersangka dua pimpinan KY dengan keputusan sidang pleno KY yang merekomendasikan pemberian sanksi terhadap Sarpin Rizaldi.
Persoalan itu, menurutnya, mesti diurai agar terang-benderang, yaitu antara KY dan Polri harus dapat memastikan keputusan mereka secara objektif dan bebas dari unsur kepentingan. Rekomendasi KY mengenai pemberian sanksi skorsing selama 6 bulan kepada Sarpin Rizaldi, menurut Muzakkir, juga lemah.
Sebab yang menjadi pertimbangan jatuhnya rekomendasi tersebut lebih merupakan masalah teknis redaksional seperti salah ketik nama atau jabatan. Padahal, menurut dia, kesalahan serupa juga banyak dilakukan hakim lain, tetapi tidak disikapi sebagaimana Sarpin. Lebih dari itu, tidak jarang hakim yang jelas melanggar kode etik dan mengambil keputusan melebihi kewenangannya tidak dipersoalkan.
Nurul adriyana/ khoirul muzzaki
Rencananya keduapimpinanKY itu bakal diperiksa hari ini. Mereka sebelumnya dilaporkan hakim Sarpin Rizaldi atas kasus dugaan pencemaran nama baik. Bahkan keduanya pun menyatakan tidak akan mengundurkan diri dari jabatan yang diembannya saat ini. ”Kalau kesalahannya seperti moral atau perbuatan tercela seperti mencuri atau yang berkaitan dengan moral, itu sudah pasti (mengundurkan diri).
Ini bukan masalah moral dan etika dan mungkin ini bukan masalah hukum, jadi ini (pengunduran diri) terlalu jauh,” ungkap Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri saat konferensi pers di Gedung KY, Jakarta, kemarin. Apalagi, menurut Taufiq, apa yang diperkarakan hakim Sarpin bukanlah kasus pidana sehingga pengunduran dirinya sebagai komisioner KY belum diperlukan.
Dia juga membantah telah melakukan pencemaran nama baik. Sebab apa yang dilontarkannya terkait dengan putusan, bukan ditujukan secara personal. Melalui komentarnya tersebut, Taufiq mengungkapkan bahwa putusan Sarpin telah melampaui kewenangannya, yakni melebihi KUHAP karena tidak lazim dilakukan. ”Itu yang saya sampaikan terkait putusan.
Putusan- putusan ini sudah tidak ada kaitannya dengan pribadi. Sebetulnya tidak ada legal standing . Mungkin Pak Sarpin merasa terpojokkan,” ujarnya. Karena itu, dirinya sangat menyayangkan sikap hakim Sarpin yang memerkarakan ini. Kabareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso membenarkan penetapan tersangka terhadap dua pimpinan KY tersebut.
Namun, menurut Budi, penersangkaan dua pimpinan KY itu tidak ada hubungannya dengan hasil sidang pleno KY yang merekomendasikan penjatuhan sanksi terhadap hakim Sarpin Rizaldi sebelumnya. Dia juga membantah ada politik balas budi dalam penersangkaan itu lantaran Sarpin telah memenangkan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan (BG). Penetapan tersangka itu, menurut Budi, berawal dari laporan yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan.
Untuk mendalami alat bukti berupa tulisan di media juga telah dimintakan keterangan kepada saksi ahli, yaitu saksi ahli bahasa dan ahli pidana. ”Hasilnya, dari situ, unsur pidananya terpenuhi, jadi kita naikkan jadi tersangka,” kata Budi Waseso saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. Budi meminta agar penetapan tersangka itu tidak dihubungkan dengan kelembagaan atau institusi.
Pelanggaran hukum oknum institusi, menurutnya, harus dipertanggungjawabkan secara personal, bukan kelembagaan. Lembaga juga harus profesional untuk tidak melindungi anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran hukum. Pakar hukum pidana UII Yogyakarta Muzakkir tidak menampik kemungkinan ada benang merah antara penetapan tersangka dua pimpinan KY dengan keputusan sidang pleno KY yang merekomendasikan pemberian sanksi terhadap Sarpin Rizaldi.
Persoalan itu, menurutnya, mesti diurai agar terang-benderang, yaitu antara KY dan Polri harus dapat memastikan keputusan mereka secara objektif dan bebas dari unsur kepentingan. Rekomendasi KY mengenai pemberian sanksi skorsing selama 6 bulan kepada Sarpin Rizaldi, menurut Muzakkir, juga lemah.
Sebab yang menjadi pertimbangan jatuhnya rekomendasi tersebut lebih merupakan masalah teknis redaksional seperti salah ketik nama atau jabatan. Padahal, menurut dia, kesalahan serupa juga banyak dilakukan hakim lain, tetapi tidak disikapi sebagaimana Sarpin. Lebih dari itu, tidak jarang hakim yang jelas melanggar kode etik dan mengambil keputusan melebihi kewenangannya tidak dipersoalkan.
Nurul adriyana/ khoirul muzzaki
(bbg)