Sultan Cabut Permohonan Pergantian Nama
A
A
A
YOGYAKARTA - Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta Sumedi mengabulkan pencabutan perkara permohonan perubahan nama baru Raja Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X, kemarin.
”Pencabutan perkara adalah hak pemohon, sehingga hakim mengabulkan pencabutan tersebut,” jelas Sumedi. Dalam amar putusannya, selain mengabulkan pencabutan perkara, Sumedi juga memerintahkan panitera mencoret nomor registrasi perkara dari nomor perkara yang tercatat di kepaniteraan, serta membebani pemohon untuk bayar biaya perkara Rp266.000.
Diketahui, Sultan telah mengajukan permohonan perubahan nama kepada PN Yogyakarta pada 19 Juni. Permohonan itu didasari Sabda Raja pada 30 April yang ingin mengganti namanya dari Sri Sultan Hamengku Buwono menjadi Sri Sultan Hamengku Bawono. Pada sidang pergantian nama itu, Sultan diwakili salah satu putrinya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono selaku kuasa insidental.
Namun, putri kedua Sultan itu pada sidang perdana 1 Juli lalu tidak bisa hadir karena tengah berada di luar negeri. Akhirnya, hakim menunda sidang yang mengagendakan pemeriksaan dokumen pada 8 Juli kemarin.
Namun, secara tiba-tiba Sultan mencabut permohonan perkara pada 6 Juli lalu, sehingga PN batal memeriksa perkara itu dan mengabulkan pencabutan perkara. ”Jika pemohon ingin mengajukan permohonan ulang maka harus mendaftar lagi dengan nomor registrasi baru,” imbuh Humas PN Yogyakarta, Ikhwan Hendrato.
Permohonan pergantian nama seseorang ke PN Yogyakarta bukan pertama kali ini terjadi. Menurut Ikhwan, sudah banyak warga yang memohon pergantian nama dengan berbagai alasan. Mekanisme sidang pada umumnya berlangsung minimal dua kali.
Pertama sidang beragenda pemeriksaan identitas, dokumen, dan buktibukti terkait administrasi kependudukan. Jika dirasa cukup maka sidang kedua beragenda putusan hakim. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, tercatat Sultan sudah empat kali memiliki nama berbeda.
Pertama, nama saat lahir, yaitu BRM Herjuno Darpito, kemudian berganti nama menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi, lalu waktu jumeneng dan diangkat sebagai putra mahkota berganti nama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamengkunegoro Sudibyo Raja Putra Nalendra Mataram, dan lima menit kemudian berganti nama menjadi Sultan Hamengku Buwono X saat diangkat sebagai raja Keraton Yogyakarta.
Ristu hanafi
”Pencabutan perkara adalah hak pemohon, sehingga hakim mengabulkan pencabutan tersebut,” jelas Sumedi. Dalam amar putusannya, selain mengabulkan pencabutan perkara, Sumedi juga memerintahkan panitera mencoret nomor registrasi perkara dari nomor perkara yang tercatat di kepaniteraan, serta membebani pemohon untuk bayar biaya perkara Rp266.000.
Diketahui, Sultan telah mengajukan permohonan perubahan nama kepada PN Yogyakarta pada 19 Juni. Permohonan itu didasari Sabda Raja pada 30 April yang ingin mengganti namanya dari Sri Sultan Hamengku Buwono menjadi Sri Sultan Hamengku Bawono. Pada sidang pergantian nama itu, Sultan diwakili salah satu putrinya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono selaku kuasa insidental.
Namun, putri kedua Sultan itu pada sidang perdana 1 Juli lalu tidak bisa hadir karena tengah berada di luar negeri. Akhirnya, hakim menunda sidang yang mengagendakan pemeriksaan dokumen pada 8 Juli kemarin.
Namun, secara tiba-tiba Sultan mencabut permohonan perkara pada 6 Juli lalu, sehingga PN batal memeriksa perkara itu dan mengabulkan pencabutan perkara. ”Jika pemohon ingin mengajukan permohonan ulang maka harus mendaftar lagi dengan nomor registrasi baru,” imbuh Humas PN Yogyakarta, Ikhwan Hendrato.
Permohonan pergantian nama seseorang ke PN Yogyakarta bukan pertama kali ini terjadi. Menurut Ikhwan, sudah banyak warga yang memohon pergantian nama dengan berbagai alasan. Mekanisme sidang pada umumnya berlangsung minimal dua kali.
Pertama sidang beragenda pemeriksaan identitas, dokumen, dan buktibukti terkait administrasi kependudukan. Jika dirasa cukup maka sidang kedua beragenda putusan hakim. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, tercatat Sultan sudah empat kali memiliki nama berbeda.
Pertama, nama saat lahir, yaitu BRM Herjuno Darpito, kemudian berganti nama menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi, lalu waktu jumeneng dan diangkat sebagai putra mahkota berganti nama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamengkunegoro Sudibyo Raja Putra Nalendra Mataram, dan lima menit kemudian berganti nama menjadi Sultan Hamengku Buwono X saat diangkat sebagai raja Keraton Yogyakarta.
Ristu hanafi
(ftr)