Uber, Bisnis Aplikasi atau Transportasi?

Minggu, 05 Juli 2015 - 10:26 WIB
Uber, Bisnis Aplikasi...
Uber, Bisnis Aplikasi atau Transportasi?
A A A
Uber menyediakan jasa transportasi premium. Armada yang digunakan adalah mobil pribadi. Konsumen yang dapat mengakses layanan ini hanya member yang memiliki kartu kredit karena Uber mengedepankan sistem pembayaran nontunai.

Sistem ini berbeda dengan yang diterapkan Grab Taxi yang pembayarannya tunai dan armada yang dioperasikan taksi-taksi pelat kuning dengan izin operasi terdaftar di Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta. International Launcher Uber, Alan Jiang, mengklaim bahwapihaknya bukanlahperusahaantransportasi. Uber hanyalah sebuah perusahaan aplikasi smartphone.

”Uber tidak membutuhkan regulasi transportasi di Indonesia. Uber bukan taksi. Uber sama dengan Traveloka yang hanya mempertemukan penumpang dan pengemudi. Di sini Uber memberikan pelayanan transportasi sebaik mungkin untuk penggunanya,” terang Alan. Kini Uber telah beroperasi di tiga kota, yakni Jakarta, Bandung, dan Bali. Sebelumnya, sebut Alan, sudah sekitar 100.000 orang yang mengunduh aplikasi Uber di ketiga kota ini. Melihat tingginya antusiasme masyarakat, perusahaan yang telah berkembang 315 kota di dunia ini pun masuk Indonesia.

Sejak Agustus 2014, Uber telah bermitra dengan 1.000 mitra yang meliputi pemilik mobil pribadi dan perusahaan rental. Dalam menjalankan bisnisnya, Uber menerapkan sistem bagi hasil 80% untuk pengemudi dan 20% untuk Uber. Alan menyebutkan, tarif armada Uber lebih murah dibandingkan ta-rif taksi konvensional di Jakarta. Untuk jenis layanan UberX yang menggunakan armada Toyota Avanza, tarif dasar atau untuk buka pintu Rp3.000.

Tarif kilometer Rp3.000 dan tarif untuk waktu tunggu Rp300 per menit. Sementara itu, layanan Uber Black yang memakai armada jenis Toyota Kijang Innova, tidak jauh beda dengan taksi biasa, yakni tarif per km Rp2.850, buka pintu Rp7.000, dan waktu tunggu Rp500 per menit. ”Tarif kami lebih murah 30%,” klaim Alan. Sementara itu, para pengemudi Uber yang terhimpun dalam Koperasi Jasa Trans Usaha Bersama mulai merasa tidak nyaman beroperasi.

Mereka khawatir dirazia dan menjadi sasaran kekesalan pengemudi taksi konvensional. Ketua Koperasi Jasa Trans Usaha Bersama Haryanto mengungkapkan sudah ada beberapa temannya yang mundur sebagai mitra Uber. Sebagian lainnya terpaksa tetap beroperasi karena tidak ada penghasilan lain. ”Mereka yang keluar merasa tidak dilindungi oleh Uber,” kata Haryanto. Dia juga mengatakan, lantaran dijanjikan mendapat penghasilan tambahan yang cukup besar, banyak temannya yangberanimembelimobilsecara kredituntuk kemudian bergabung dengan Uber.

”Kami juga relatif mudah untuk bisa menjadi mitra. Cukup punya kendaraan pribadi, SIM A, SKKB (surat keterangan berkelakuan baik) atau SKCK (surat keterangan catatan kepolisian),” sebutnya. ”Tidak ada syarat lain.” International Expantion at Uber Joshua Ho mengklaim bahwa Uber telah memiliki kantor perwakilan di Indonesia.

Dia menyatakan Uber meraih sukses di Filipina setelah bersama pemerintahnya mengembangkan inovasi melalui teknologi untuk meminimalisasi kemacetan. Ketua Perkumpulan Perusahaan Rental Indonesia (PPRI) Hendric Kusnadi memperkuat pernyataan tersebut. ”Mereka (Uber) akan menyiapkan semua persyaratan jika memang harus membuat badan usaha sendiri di Indonesia,” katanya.

Beberapa anggota PPRI merupakan mitra Uber. Wakil Ketua Komisi V DPR Yudi Widiana Adia mendorong revisi sejumlah regulasi tentang transportasi terkait perkembangan model bisnis jasa transportasi saat ini. ”Kita harus siap menghadapi perkembangan teknologi di bidang apa pun, termasuk transportasi,” katanya.

Dia juga mengingatkan, hal paling penting bagi konsumen jasa transportasi adalah keselamatan. Hal inilah yang perlu benar-benar dirumuskan saat pembahasan regulasi baru.

Ilham safutra/hermansah
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1341 seconds (0.1#10.140)