Mengenal Sang Muazin Bangsa

Minggu, 05 Juli 2015 - 10:25 WIB
Mengenal Sang Muazin...
Mengenal Sang Muazin Bangsa
A A A
Ahmad Syafii Maarif atau yang biasa dipanggil dengan Buya Syafii adalah seorang tokoh sentral Muhammadiyah. Gagasan dan pemikirannya telah banyak disumbangkan untuk Indonesia, bahkan dunia.

Buya Syafii adalah seorang muazin, pengingat yang berseru mengingatkan dan mengajak penguasa untuk peduli akan situasi dan kondisi bangsa dan global.

Hal tersebut mencuat dalam diskusi peluncuran buku Muazin Bangsa dari Makkah Darat; Biografi Intelektual Ahmad Syafii Maarif yang sekaligus peringatan ulang tahun Buya Syafii yang ke-80 tahun, Jumat (3/7), di Bentara Budaya, Jakarta.

Dalam pemaparan tentang pemikiran dan kontribusi Buya Syafii, intelektual muslim Komaruddin Hidayat menyampaikan, seorang Buya Syafii adalah sosok pengingat yang sederhana. Seorang pengingat yang berseru mengingatkan dan mengajak penguasa untuk peduli akan situasi dan kondisi bangsa dan global. Dalam kaidah bahasa Arab, pengingat yang berseru dan mengajak dapat diterjemahkan sebagai seorang muazin .

“Buya adalah sosok yang selalu memerhatikan kondisi sosial bangsa dan dunia. Ia selalu berpikir keras akan bangsa serta tak segan untuk mengingatkan dan mengajak para penguasa untuk terus memperbaiki permasalahan bangsa,” ujar mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah ini. Yang paling menarik dari sosok Buya Syafii adalah sikap pluralitas dan moralitasnya. Berangkat dari seorang yang fundamentalis, Buya Syafii ketika itu menyadari bahwa sikap fundamental tak akan mampu mempertahankan bangsa Indonesia seutuhnya dalam mengayomi setiap elemen suku, etnis, dan agama.

Maka dengan cepat ia mengubah pola pikirnya menjadi seorang muslim yang inklusif, plural, dan bermoral. Perpindahan ini menurut Komaruddin adalah sebuah hal yang luar biasa dan patut ditiru. Dengan menjadi seorang muslim yang inklusif yang dibarengi dengan intelektual, maka tak heran jika pemikiran Buya Syafii melintasi batas teritorial. Misalnya, ia terlibat dalam pergerakan Islam di Indonesia seperti Muhammadiyah, peduli terhadap Islam Timur Tengah, dan hidup serta bergaul dengan Barat yang plural.

Hal tersebut menjadikan Buya Syafii sebagai sosok intelektual muslim yang melintasi batas agama dan teritorial. Sikap pluralnya bahkan diserukan dengan lantang dengan menyebut bahwa setiap manusia, baik itu muslim, nonmuslim, bahkan atheis sekalipun, diberikan kebebasan untuk hidup di muka bumi ini oleh Tuhan. Asalkan, kebebasan tersebut harus dibarengi dengan sikap menghormati akan rambu-rambu suatu agama dan budaya tertentu di suatu tempat yang ditinggali. Maka tak ayal, Buya Syafii memiliki kawan dan kolega yang plural lintas agama dan bangsa.

“Pluralitas serta moralitas sangat dijunjung dan disebarkan oleh Buya. Dengan terlibat dalam pergerakan Islam di Indonesia, memerhatikan kondisi sosial Timur Tengah, serta pergaulannya dengan dunia Barat adalah bukti sikap dan pemikiran seorang Ahmad Syafii Maarif yang lintas batas dan lintas agama,” ujarnya. Sementara, Guru Besar Etika Komunikasi Politik Universitas Atmajaya Alois A. Nugroho menilai, Buya Syafii adalah satu dari tiga Guru Bangsa yang masih tersisa.

Setelah kepergian Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Nurcholis Madjid (Cak Nur), nyaris tak ada lagi sosok besar sebagai guru bangsa. Maka, menurutnya, tersisanya Buya Syafii adalah aset bangsa yang harus disyukuri di tengah situasi bangsa yang dalam krisis moral dan kepemimpinan seperti sekarang ini. Menurutnya, bayak sumbangsih seorang Buya Syafii terhadap bangsa Indonesia dengan etika yang diajarkannya. Etika Buya Syafii seperti yang ditangkap Alois, adalah etika yang melintasi batas. Seperti, bagaimana Buya beretika dalam politik dan demokrasi, etika terhadap politisi dan birokrat, etika sosial (terhadap rakyat biasa), dan etika global.

Maka dengan adanya keempat sikap beretika tersebut, Buya Syafii dapat menciptakan harmonisasi bernegara. Contoh yang paling dekat baru-baru ini adalah nasihat dan pemikiran Buya tentang kisruh KPK dan Polri. Ketika itu, Buya menyarankan agar Budi Gunawan tidak boleh dilantik sebagai Kapolri. Maka, prediksi dan sarannya terlaksana sehingga kisruh tersebut mereda.

“Menarik disimak bagaimana etika Buya Syafii yang sangat melintasi batas. Ia mengajarkan bagaimana beretika dalam politik, terhadap politisi dan birokrat, terhadap rakyat, dan terhadap global,” ujarnya. Tak hanya pandai dalam mengharmonisasikan gejolak politik dan sosial, Buya Syafii juga seorang yang kritis namun tidak melukai. Jika terjadi sebuah permasalahan bangsa dan sosial, Buya Syafii akan mengkritisi dengan tajam, namun di samping itu, ia juga akan memberikan solusi serta bernada santun dalam mengkritisi.

Maka, hal itu menurut Alois adalah sebuah sikap yang sangat bijaksana. Sebuah penghormatan sebagai Guru Bangsa memang pantas disematkan terhadap seorang Ahmad Syafii Maarif. Secara keseluruhan, ciri utama yang membedakan buku ini dari buku-buku tentang Buya Syafii yang telah terbit sebelumnya adalah pada penjabaran yang lebih detil terkait gagasan-gagasan dan pemikiran Buya.

Buku ini menjadi semacam tafsir terhadap pelajaran- pelajaran yang selama ini pernah disampaikan oleh Buya. Ia tak menekankan pada catatan prestasi, sejarah, dan pengalaman hidup, serta perannya terhadap negara, tapi pada kontribusi dan konsekuensi yang terbangun dengan gagasan pemikiran seorang Ahmad Syafii Maarif selama ini.

Imas damayanti
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1041 seconds (0.1#10.140)