Kakak Jatuh di Condet, Adik di Medan
A
A
A
Tragedi jatuhnya pesawat Hercules di Kota Medan, Sumatera Utara, Selasa (3/6) siang meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi keluarga korban di berbagai daerah.
Keluarga korban kemarin tak kuasa menahan air mata kepedihan ketika mengetahui orang yang dicintainya pulang dalam kondisi tak bernyawa. Sebagian keluarga lain hingga tadi malam masih bersabar menunggu karena jasad korban belum ditemukan atau tengah perjalanan untuk dipulangkan. Kepiluan mendalam tampak dirasakan keluarga Kopda Saryanto, 38, warga Kalongan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY.
Hingga tadi malam, jasad anggota TNI AU yang bertugas di Batalion 462 Paskhas Lanud Roesmin Nurjadin di Pekanbaru Riau ini belum tiba di rumah duka. Namun begitu, suasana kesedihan begitu terasa. Keluarga Kopda Saryanto tak menyangka duka yang mereka terima serasa bertubitubi. Sekitar empat bulan lalu, Pawiro, ayah Kopda Saryanto, telah meninggal dunia. Cobaan keluarga ternyata belum berhenti. Selasa siang lalu, keluarga kaget ketika mendapat informasi bahwa Kopda Saryanto yang merupakan anak terakhir almarhum Pawiro juga turut menjadi korban pesawat Hercules.
“Saryanto naik pesawat itu untuk ke Tanjung Pinang guna gantian piket di sana, sedangkan dinas sehari-harinya di Pekanbaru,” ujar Suroso, 55, kakak almarhum Kopda Saryanto. Yang membuat keluarga kian sedih, kata Suroso, kecelakaan pesawat yang dialami Kopda Saryanto seperti mengulang musibah yang dirasakan keluarganya pada 5 Oktober 1991 lalu. Saat itu, Serda Sudiyono, salah satu kakak Kopda Saryanto, juga meninggal dunia karena Hercules C-130 yang ditumpanginya jatuh di Condet, Jakarta Timur.
Tragedi seusai perayaan HUT ke-46 ABRI itu menewaskan 12 awak, 121 anggota Paskhas TNI AU, dan 2 sekuriti Balai Latihan Kerja Departemen Tenaga Kerja. Menurut Suroso, jumlah seluruh saudara kandungnya adalah sembilan orang. Dari jumlah itu, tujuh di antaranya laki-laki dan dua perempuan. Dari tujuh laki-laki itu, dua orang menjadi anggota TNI AU, yakni Sudiyono dan Saryanto.
Dia menceritakan, Sudiyono gugur ketika Saryanto saat itu masih SMP. Kecintaan Saryanto pada TNI AU sebenarnya juga karena terinspirasi dari Sudiyono. “Sejak kecil sudah ingin jadi penerbang mengikuti jejak kakaknya. Saat SMP, ketika melihat Sudiyono memakai seragam dia ingin jadi penerbang,” kata Suroso. Tekad Saryanto menjadi penerbang terkabul. Seusai lulus dari STM Penerbangan, Saryanto langsung mendaftar TNI AU. Saryanto pun akhirnya diterima dan telah bertugas di beberapa tempat.
Diterimanya Saryanto menjadi anggota TNI juga membanggakan keluarga besar karena seakan menjadi penerus kakaknya, almarhum Sudiyono. Namun, Tuhan berkehendak lain. Saryanto gugur setelah pesawat Hercules yang akan membawanya bertugas ke Tanjung Pinang jatuh di Jalan Jamin Ginting Medan, beberapa saat seusai lepas landas di Lanud Soewondo.
Dia menjadi korban meninggal dunia bersama puluhan anggota TNI AU dan warga sipil yang menumpang pesawat nahas tersebut. Kini Suroso hanya bisa pasrah mengenang, dua saudara kandung mereka yang samasama menjadi prajurit Paskhas TNI AU harus bernasib sama, yakni meninggal dunia karena kecelakaan pesawat Hercules. Sang kakak meninggal karena pesawat mereka jatuh di Condet, Jakarta Timur, sementara sang adik meninggal di Medan. Almarhum Kopda Saryanto meninggalkan Anna Werdiningsih, 30, dan Jasmin Alia Afifah, 7 bulan, putri semata wayangnya.
“Sebenarnya Saryanto sudah mengajukan ingin pindah ke Yogya, namun hal itu belum kesampaian sudah dipanggil Yang Maha Kuasa,” terang Muryanto, 48, kakak Saryanto lainnya. Di Pengasih Kulonprogo, Mudjijono, ayah almarhum Kopda Eria Ageng, prajurit Paskhas TNI AU yang menjadi korban Hercules, juga diliputi kepedihan. Lima hari sebelum kecelakaan, Kopda Eria, sempat menghubungi Mudjijono. Dia mengabarkan akan menyekolahkan anaknya dan meminta restu, sebab sekolah di Pekanbaru itu mahal tidak seperti sekolah di Jawa.
“Itu komunikasi terakhir saya,” jelas Mudjijono. Kakak korban, Sari Yuliestri, mengaku masih ingat niat dari Kopda Eria yang menjanjikan kepadanya untuk bisa naik pesawat terbang. Namun, niat itu belum kesampaian dan adiknya justru meninggal saat naik pesawat saat bertugas. Kopda Eria Ageng rencananya akan dimakamkan di Taman Makam Bahagia di Pekanbaru.
Sementara di Gedeg, Mojokerto, rumah kelahiran Peltu Ibnu Kohar, 47, kemarin masih tampak sepi. Keluarga dan tetangga masih menunggu kepastian kedatangan jenazah prajurit yang akrab dipanggil Wawang ini. Wawang akan dimakamkan di Gedeg kendati kesatuannya di Skuadron Udara 32 Lanud Abdurahman Saleh, Malang memberi penghargaan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kota Mojokerto. “Agar lebih dekat. Ini tidak mengurangi hormat kami kepada satuannya yang memberikan penghargaan dengan memakamkan Wawang di TMP,” ucap adik Wawang, Supiyanto, yang juga anggota TNI Angkatan Darat (AD) ini.
Duka juga menyelimuti keluarga Kasmin, 70, warga Jobokuto, Jepara, Jawa Tengah. Kakek yang sehari-hari tinggal sendiri di rumahnya itu harus kehilangan empat anggota keluarganya akibat kecelakaan pesawat Hercules. Keempat orang itu yakni anak laki-laki Kasmin, Serda Ainul Abidin, 35, beserta menantunya, Astutik Indah Sari dan dua cucunya, Rizki Putri Ramadani, 6, dan Arif Wicaksono, 3. Keempat orang itu menumpang pesawat milik TNI AU untuk bertolak ke Riau.
“Jenazah memang belum datang,” kata kakak Serda Ainul Abidin, Mastikah, kemarin. Meski bertugas 15 tahun di Pekanbaru, Serda Ainul kerap menyempatkan jika ada agenda keluarga yang penting di Jepara. Almarhum merupakan anggota TNI AD yang bertugas di Intel Kodim 0317 Kepulauan Natuna, Riau. Di Semarang, sejumlah persiapan kemarin dilakukan di Markas Penerbad, Kompleks Bandara Ahmad Yani untuk menyambut kedatangan jenazah Kapten Pnb Sandy Permana, pilot Hercules. Kapten Pnb Sandy dimakamkan Taman Makam Pahlawan (TMP) Giri Tunggal.
Di Manisrenggo Klaten, keluarga Prada Alfian Zulfikar sangat terpukul dengan tragedi ini. “Sebagai teknisi Hercules, anak saya tidak pernah ikut terbang jarak jauh. Baru kali pertama ini ikut terbang,” ujar Mujiyono, ayah almarhum Prada Alfian sedih.
muhammad oliez/arif setiadi/eka setiawan
Keluarga korban kemarin tak kuasa menahan air mata kepedihan ketika mengetahui orang yang dicintainya pulang dalam kondisi tak bernyawa. Sebagian keluarga lain hingga tadi malam masih bersabar menunggu karena jasad korban belum ditemukan atau tengah perjalanan untuk dipulangkan. Kepiluan mendalam tampak dirasakan keluarga Kopda Saryanto, 38, warga Kalongan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY.
Hingga tadi malam, jasad anggota TNI AU yang bertugas di Batalion 462 Paskhas Lanud Roesmin Nurjadin di Pekanbaru Riau ini belum tiba di rumah duka. Namun begitu, suasana kesedihan begitu terasa. Keluarga Kopda Saryanto tak menyangka duka yang mereka terima serasa bertubitubi. Sekitar empat bulan lalu, Pawiro, ayah Kopda Saryanto, telah meninggal dunia. Cobaan keluarga ternyata belum berhenti. Selasa siang lalu, keluarga kaget ketika mendapat informasi bahwa Kopda Saryanto yang merupakan anak terakhir almarhum Pawiro juga turut menjadi korban pesawat Hercules.
“Saryanto naik pesawat itu untuk ke Tanjung Pinang guna gantian piket di sana, sedangkan dinas sehari-harinya di Pekanbaru,” ujar Suroso, 55, kakak almarhum Kopda Saryanto. Yang membuat keluarga kian sedih, kata Suroso, kecelakaan pesawat yang dialami Kopda Saryanto seperti mengulang musibah yang dirasakan keluarganya pada 5 Oktober 1991 lalu. Saat itu, Serda Sudiyono, salah satu kakak Kopda Saryanto, juga meninggal dunia karena Hercules C-130 yang ditumpanginya jatuh di Condet, Jakarta Timur.
Tragedi seusai perayaan HUT ke-46 ABRI itu menewaskan 12 awak, 121 anggota Paskhas TNI AU, dan 2 sekuriti Balai Latihan Kerja Departemen Tenaga Kerja. Menurut Suroso, jumlah seluruh saudara kandungnya adalah sembilan orang. Dari jumlah itu, tujuh di antaranya laki-laki dan dua perempuan. Dari tujuh laki-laki itu, dua orang menjadi anggota TNI AU, yakni Sudiyono dan Saryanto.
Dia menceritakan, Sudiyono gugur ketika Saryanto saat itu masih SMP. Kecintaan Saryanto pada TNI AU sebenarnya juga karena terinspirasi dari Sudiyono. “Sejak kecil sudah ingin jadi penerbang mengikuti jejak kakaknya. Saat SMP, ketika melihat Sudiyono memakai seragam dia ingin jadi penerbang,” kata Suroso. Tekad Saryanto menjadi penerbang terkabul. Seusai lulus dari STM Penerbangan, Saryanto langsung mendaftar TNI AU. Saryanto pun akhirnya diterima dan telah bertugas di beberapa tempat.
Diterimanya Saryanto menjadi anggota TNI juga membanggakan keluarga besar karena seakan menjadi penerus kakaknya, almarhum Sudiyono. Namun, Tuhan berkehendak lain. Saryanto gugur setelah pesawat Hercules yang akan membawanya bertugas ke Tanjung Pinang jatuh di Jalan Jamin Ginting Medan, beberapa saat seusai lepas landas di Lanud Soewondo.
Dia menjadi korban meninggal dunia bersama puluhan anggota TNI AU dan warga sipil yang menumpang pesawat nahas tersebut. Kini Suroso hanya bisa pasrah mengenang, dua saudara kandung mereka yang samasama menjadi prajurit Paskhas TNI AU harus bernasib sama, yakni meninggal dunia karena kecelakaan pesawat Hercules. Sang kakak meninggal karena pesawat mereka jatuh di Condet, Jakarta Timur, sementara sang adik meninggal di Medan. Almarhum Kopda Saryanto meninggalkan Anna Werdiningsih, 30, dan Jasmin Alia Afifah, 7 bulan, putri semata wayangnya.
“Sebenarnya Saryanto sudah mengajukan ingin pindah ke Yogya, namun hal itu belum kesampaian sudah dipanggil Yang Maha Kuasa,” terang Muryanto, 48, kakak Saryanto lainnya. Di Pengasih Kulonprogo, Mudjijono, ayah almarhum Kopda Eria Ageng, prajurit Paskhas TNI AU yang menjadi korban Hercules, juga diliputi kepedihan. Lima hari sebelum kecelakaan, Kopda Eria, sempat menghubungi Mudjijono. Dia mengabarkan akan menyekolahkan anaknya dan meminta restu, sebab sekolah di Pekanbaru itu mahal tidak seperti sekolah di Jawa.
“Itu komunikasi terakhir saya,” jelas Mudjijono. Kakak korban, Sari Yuliestri, mengaku masih ingat niat dari Kopda Eria yang menjanjikan kepadanya untuk bisa naik pesawat terbang. Namun, niat itu belum kesampaian dan adiknya justru meninggal saat naik pesawat saat bertugas. Kopda Eria Ageng rencananya akan dimakamkan di Taman Makam Bahagia di Pekanbaru.
Sementara di Gedeg, Mojokerto, rumah kelahiran Peltu Ibnu Kohar, 47, kemarin masih tampak sepi. Keluarga dan tetangga masih menunggu kepastian kedatangan jenazah prajurit yang akrab dipanggil Wawang ini. Wawang akan dimakamkan di Gedeg kendati kesatuannya di Skuadron Udara 32 Lanud Abdurahman Saleh, Malang memberi penghargaan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kota Mojokerto. “Agar lebih dekat. Ini tidak mengurangi hormat kami kepada satuannya yang memberikan penghargaan dengan memakamkan Wawang di TMP,” ucap adik Wawang, Supiyanto, yang juga anggota TNI Angkatan Darat (AD) ini.
Duka juga menyelimuti keluarga Kasmin, 70, warga Jobokuto, Jepara, Jawa Tengah. Kakek yang sehari-hari tinggal sendiri di rumahnya itu harus kehilangan empat anggota keluarganya akibat kecelakaan pesawat Hercules. Keempat orang itu yakni anak laki-laki Kasmin, Serda Ainul Abidin, 35, beserta menantunya, Astutik Indah Sari dan dua cucunya, Rizki Putri Ramadani, 6, dan Arif Wicaksono, 3. Keempat orang itu menumpang pesawat milik TNI AU untuk bertolak ke Riau.
“Jenazah memang belum datang,” kata kakak Serda Ainul Abidin, Mastikah, kemarin. Meski bertugas 15 tahun di Pekanbaru, Serda Ainul kerap menyempatkan jika ada agenda keluarga yang penting di Jepara. Almarhum merupakan anggota TNI AD yang bertugas di Intel Kodim 0317 Kepulauan Natuna, Riau. Di Semarang, sejumlah persiapan kemarin dilakukan di Markas Penerbad, Kompleks Bandara Ahmad Yani untuk menyambut kedatangan jenazah Kapten Pnb Sandy Permana, pilot Hercules. Kapten Pnb Sandy dimakamkan Taman Makam Pahlawan (TMP) Giri Tunggal.
Di Manisrenggo Klaten, keluarga Prada Alfian Zulfikar sangat terpukul dengan tragedi ini. “Sebagai teknisi Hercules, anak saya tidak pernah ikut terbang jarak jauh. Baru kali pertama ini ikut terbang,” ujar Mujiyono, ayah almarhum Prada Alfian sedih.
muhammad oliez/arif setiadi/eka setiawan
(ars)