Menjadi Ikon Baru Pariwisata
A
A
A
Pemerintah Kota Surakarta harus melalui proses panjang untuk mewujudkan keinginan memiliki bus city tour yang kemudian diberi nama Werkudara. Pada saat itu, ide awalnya adalah Solo membutuhkan sarana transportasi wisata.
Namun, modelnya harus berbeda. Jika tidak ada terobosan, maka sudah tentu akan kalah dengan Yogyakarta sebab ikon pariwisata yang dimiliki Solo dan Yogyakarta hampir sama, baik kuliner, lokasi wisata, batik dan lainnya. Pemkot Surakarta yang ketika itu masih dipimpin Joko Widodo sebagai wali kota pun mencari ikon wisata baru. Selama ini di Solo sudah ada heritage berupa rel kereta api (KA) yang melintas di tengah kota.
”Namun hal itu belum cukup. Kita butuh ikon baru yang terintegrasi,” kata Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Pemkot Surakarta Yosca Herman Soedrajat. Kemudian muncullah ide untuk menghidupkan kembali bus tingkat yang sebenarnya tidak asing lagi bagi masyarakat Solo. Bus tingkat merek Volvo pada 1985 hingga 1995 pernah menjadi sarana transportasi umum favorit yang melintas di Jalan Slamet Riyadi.
Maka, dirumuskanlah rencana pengadaan bus tingkat wisata. Prototipe diambil dari Singapura dengan mesin Mercedes Benz dan bagian atas bus bisa dibuka tutup. Namun, mesin yang dikehendaki tidak ada dan harus impor dari Jerman. Pemkot Surakarta lalu menganggarkan dana Rp2,1 miliar dari APBD. Rp800 juta di antaranya untuk membeli satu mesin bus tingkat sedangkan sisanya untuk membuat bodi bus.
Setelah mesin tiba, ternyata tidak ada perusahaan karoseri yang mengikuti lelang. Mereka semua angkat tangan dengan spesifikasi bus pariwisata sebagaimana yang diinginkan Pemkot Surakarta. Di antaranya berat tonase maksimal 15 ton. Sebanyak 11,5 ton di antaranya merupakan berat mesin serta bodi, dan sisanya adalah berat penumpang. Rencana ini pun sempat mandek selama tiga bulan.
Pemkot Surakarta lalu berusaha melobi karoseri Tri Sakti Magelang yang kemudian bersedia diajak kerja sama. Setelah jadi, bodi bus sempatdibongkarlagi karenaberatnya lebih dari 15ton. Denganbantuantenagaahli dari Singapura, bodi akhirnya berhasil dirampungkan dengan memenuhi berat ideal. Di antaranya, dengan mengganti beberapa bagian bus dengan bahan yang lebih ringan.
Pada 2010 pembuatan bus tuntas sesuai rencana. Bus Werkudara merupakan bus tingkat pertama di Indonesia yang diproduksi oleh karoseri dalam negeri. Bus ini sekaligus menjadi ikon baru Kota Solo. Pada 14 Februari 2011 bus ini diboyong dari Magelang ke Solo. Pada 20 Februari 2011 bus resmi diluncurkan oleh Wakil Menteri Perhubungan.
Tak hanya memanjakan wisatawan, keberadaan Bus Werkudara memberikan manfaat yang luar biasa bagi perekonomian masyarakat. Para wisatawan bisa berhenti di lokasi wisata, kuliner, sentra batik, dan pusat wisata lainnya. Pendapatan dari penjualan tiket bus Werkudara Rp215 juta per tahun. Angka itu hanya cukup untuk menutupi kebutuhan operasional dan honor tenaga kontrak yang dipekerjakan.
”Tujuannya bukan meraih pendapatan dari Bus Werkudara, namun multiplier effect yang dihasilkan mencapai miliar rupiah,” ungkap Yosca. Para wisatawan yang mencarter bebas memilih lokasi yang dituju. Termasuk, keluar wilayah sekitar Solo asalkan jalurnya memungkinkan untuk dilalui bus tingkat. Karena cukup berhasil menggerakkan sektor pariwisata, Pemkot Surakarta rencananya ingin menambah satu armada lagi pada 2016.
Sejauh ini sudah ada pihak swasta dan investor dari China yang sudah menawarkan diri untuk bekerja sama dan menambah beberapa armada. Namun sejauh ini Pemkot memandang satu atau dua armada saja sudah cukup. Jika jumlahnya banyak, salah satu persoalan yang muncul adalah membutuhkan garasi yang luas. Pemkot juga terus mengupayakan perbaikan pelayanan dan fasilitas di Bus Werkudara.
Di antaranya, meningkatkan kualitas SDM dalam melayani penumpang wisata. Pemkot Surakarta tetap menginginkan Werkudara sebagai bus city tour dan tidak akan menjadikannya sebagai alat transportasi massal. ”Namun, dimungkinkan untuk menjalin kerja sama dengan swasta,” kata Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo.
Ary wahyu wibowo
Namun, modelnya harus berbeda. Jika tidak ada terobosan, maka sudah tentu akan kalah dengan Yogyakarta sebab ikon pariwisata yang dimiliki Solo dan Yogyakarta hampir sama, baik kuliner, lokasi wisata, batik dan lainnya. Pemkot Surakarta yang ketika itu masih dipimpin Joko Widodo sebagai wali kota pun mencari ikon wisata baru. Selama ini di Solo sudah ada heritage berupa rel kereta api (KA) yang melintas di tengah kota.
”Namun hal itu belum cukup. Kita butuh ikon baru yang terintegrasi,” kata Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Pemkot Surakarta Yosca Herman Soedrajat. Kemudian muncullah ide untuk menghidupkan kembali bus tingkat yang sebenarnya tidak asing lagi bagi masyarakat Solo. Bus tingkat merek Volvo pada 1985 hingga 1995 pernah menjadi sarana transportasi umum favorit yang melintas di Jalan Slamet Riyadi.
Maka, dirumuskanlah rencana pengadaan bus tingkat wisata. Prototipe diambil dari Singapura dengan mesin Mercedes Benz dan bagian atas bus bisa dibuka tutup. Namun, mesin yang dikehendaki tidak ada dan harus impor dari Jerman. Pemkot Surakarta lalu menganggarkan dana Rp2,1 miliar dari APBD. Rp800 juta di antaranya untuk membeli satu mesin bus tingkat sedangkan sisanya untuk membuat bodi bus.
Setelah mesin tiba, ternyata tidak ada perusahaan karoseri yang mengikuti lelang. Mereka semua angkat tangan dengan spesifikasi bus pariwisata sebagaimana yang diinginkan Pemkot Surakarta. Di antaranya berat tonase maksimal 15 ton. Sebanyak 11,5 ton di antaranya merupakan berat mesin serta bodi, dan sisanya adalah berat penumpang. Rencana ini pun sempat mandek selama tiga bulan.
Pemkot Surakarta lalu berusaha melobi karoseri Tri Sakti Magelang yang kemudian bersedia diajak kerja sama. Setelah jadi, bodi bus sempatdibongkarlagi karenaberatnya lebih dari 15ton. Denganbantuantenagaahli dari Singapura, bodi akhirnya berhasil dirampungkan dengan memenuhi berat ideal. Di antaranya, dengan mengganti beberapa bagian bus dengan bahan yang lebih ringan.
Pada 2010 pembuatan bus tuntas sesuai rencana. Bus Werkudara merupakan bus tingkat pertama di Indonesia yang diproduksi oleh karoseri dalam negeri. Bus ini sekaligus menjadi ikon baru Kota Solo. Pada 14 Februari 2011 bus ini diboyong dari Magelang ke Solo. Pada 20 Februari 2011 bus resmi diluncurkan oleh Wakil Menteri Perhubungan.
Tak hanya memanjakan wisatawan, keberadaan Bus Werkudara memberikan manfaat yang luar biasa bagi perekonomian masyarakat. Para wisatawan bisa berhenti di lokasi wisata, kuliner, sentra batik, dan pusat wisata lainnya. Pendapatan dari penjualan tiket bus Werkudara Rp215 juta per tahun. Angka itu hanya cukup untuk menutupi kebutuhan operasional dan honor tenaga kontrak yang dipekerjakan.
”Tujuannya bukan meraih pendapatan dari Bus Werkudara, namun multiplier effect yang dihasilkan mencapai miliar rupiah,” ungkap Yosca. Para wisatawan yang mencarter bebas memilih lokasi yang dituju. Termasuk, keluar wilayah sekitar Solo asalkan jalurnya memungkinkan untuk dilalui bus tingkat. Karena cukup berhasil menggerakkan sektor pariwisata, Pemkot Surakarta rencananya ingin menambah satu armada lagi pada 2016.
Sejauh ini sudah ada pihak swasta dan investor dari China yang sudah menawarkan diri untuk bekerja sama dan menambah beberapa armada. Namun sejauh ini Pemkot memandang satu atau dua armada saja sudah cukup. Jika jumlahnya banyak, salah satu persoalan yang muncul adalah membutuhkan garasi yang luas. Pemkot juga terus mengupayakan perbaikan pelayanan dan fasilitas di Bus Werkudara.
Di antaranya, meningkatkan kualitas SDM dalam melayani penumpang wisata. Pemkot Surakarta tetap menginginkan Werkudara sebagai bus city tour dan tidak akan menjadikannya sebagai alat transportasi massal. ”Namun, dimungkinkan untuk menjalin kerja sama dengan swasta,” kata Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo.
Ary wahyu wibowo
(bbg)