Makanan Berformalin Rambah Pasar Modern
A
A
A
TANGERANG - Sejumlah makanan berformalin masih beredar di sebuah pasar modern di Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Saat Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten Rano Karno melakukan sidak ke pasar tersebut kemarin, dia menemukan makanan berupa tahu, dimsum, siomai, ikan basah, bakso, serta cincau mengandung bahan kimia rodamin dan formalin.
”Setelah kita cek di laboratorium, beberapa makanan diketahui mengandung bahan kimia berbahaya,” ujar Rano. Menurut dia, makanan tersebut tidak boleh diperjualbelikan, tetapi banyak oknum pedagang masih membandel. ”Makanan yang diketahui mengandung bahan kimia langsung kita sita,” tegasnya. Rano mengakui seluruh pasar di Banten belum aman dari peredaran makanan berbahaya.
Dia meminta pedagang untuk lebih berhati-hati saat menjual. Begitu pun dengan konsumen yang membeli harus lebih selektif. ”Sebagai antisipasi, kita usulkan pengelola pasar untuk membuat laboratorium mini,” katanya. Keberadaan laboratorium mini ini untuk mencegah masuknya makanan berbahaya ke beberapa pasar.
”Sebelum barang masuk harus dicek dulu. Apakah mengandung bahan kimia atau tidak? Kalau positif ada bahan kimia, langsung ditolak,” ujarnya. Usulan laboratorium mini ini akan disosialisasikan ke pengelola pasar modern maupun tradisional. Kapolresta Tangerang AKBP Irman Sugema berjanji menindaklanjuti hasil temuan makanan berbahaya tersebut.
Pedagang yang menjual makanan mengandung bahan kimia bisa dikenai tindak pidana. ”Kita akan telusuri sumber bahan makanan berbahaya yang dijual pedagang,” ucapnya. Sahrudin, pedagang tahu di pasar modern itu, mengaku mendapatkan makanan yang mengandung zat berbahaya dari Pasar Jelambar, Jakarta Barat. ”Saya tidak tahu kalau tahu ini mengandung formalin,” katanya.
Di bagian lain, jajaran Polresta Depok berhasil meringkus Er, 35, pemilik subagen elpiji di Jalan KH M Usman, Beji, Depok, kemarin. Er diketahui sudah dua tahun melakukan pengurangan isi gas ukuran 12 kg. Dari satu tabung gas, Er mengurangi isinya sebanyak 1 kg, kemudian gas itu dimasukkan ke tabung kosong. Kapolresta Depok AKBP Dwiyono mengatakan, dalam aksinya dia dibantu dua karyawan.
”Jadi setiap hari dia bisa mengurangi hingga 200-300 tabung, yang kemudian menjadi 21 tabung gas ukuran 12 kg baru,” ucapnya. Tersangka kemudian menjual tabung gas oplosan itu seharga Rp141.000. Keuntungan yang didapat mencapai Rp2,9 juta per hari. ”Tabung gas yang sudah dikurangi isinya tersebut dijual kepada masyarakat,” katanya. Pelaku terlihat sangat ahli dalam mengurangi isi gas.
Terlihat dari beberapa perlengkapan yang dimiliki berupa timbangan, selang regulator, 290 tabung gas, serta ratusan lembar segel plastik. Tersangka mengaku bisa mengoplos isi gas secara autodidak. ”Tindakan ini sangat merugikan konsumen,” ucap Kapolres.
Tersangka dijerat Pasal 8 jo Pasal 62 UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumendanPasal32 jo Pasal30UURI No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Ancaman hukuman yang dikenakan selama 5 tahun. Ketua Hiswana Migas Kota Depok Athar Susanto menambahkan, Er bukanlah agen resmi karena di kendaraan operasional yang digunakan tidak ada plang petunjuk. ”Itu tandanya tidak resmi alias ilegal dan dia bukan agen,” katanya.
Denny irawan/ r ratna purnama
”Setelah kita cek di laboratorium, beberapa makanan diketahui mengandung bahan kimia berbahaya,” ujar Rano. Menurut dia, makanan tersebut tidak boleh diperjualbelikan, tetapi banyak oknum pedagang masih membandel. ”Makanan yang diketahui mengandung bahan kimia langsung kita sita,” tegasnya. Rano mengakui seluruh pasar di Banten belum aman dari peredaran makanan berbahaya.
Dia meminta pedagang untuk lebih berhati-hati saat menjual. Begitu pun dengan konsumen yang membeli harus lebih selektif. ”Sebagai antisipasi, kita usulkan pengelola pasar untuk membuat laboratorium mini,” katanya. Keberadaan laboratorium mini ini untuk mencegah masuknya makanan berbahaya ke beberapa pasar.
”Sebelum barang masuk harus dicek dulu. Apakah mengandung bahan kimia atau tidak? Kalau positif ada bahan kimia, langsung ditolak,” ujarnya. Usulan laboratorium mini ini akan disosialisasikan ke pengelola pasar modern maupun tradisional. Kapolresta Tangerang AKBP Irman Sugema berjanji menindaklanjuti hasil temuan makanan berbahaya tersebut.
Pedagang yang menjual makanan mengandung bahan kimia bisa dikenai tindak pidana. ”Kita akan telusuri sumber bahan makanan berbahaya yang dijual pedagang,” ucapnya. Sahrudin, pedagang tahu di pasar modern itu, mengaku mendapatkan makanan yang mengandung zat berbahaya dari Pasar Jelambar, Jakarta Barat. ”Saya tidak tahu kalau tahu ini mengandung formalin,” katanya.
Di bagian lain, jajaran Polresta Depok berhasil meringkus Er, 35, pemilik subagen elpiji di Jalan KH M Usman, Beji, Depok, kemarin. Er diketahui sudah dua tahun melakukan pengurangan isi gas ukuran 12 kg. Dari satu tabung gas, Er mengurangi isinya sebanyak 1 kg, kemudian gas itu dimasukkan ke tabung kosong. Kapolresta Depok AKBP Dwiyono mengatakan, dalam aksinya dia dibantu dua karyawan.
”Jadi setiap hari dia bisa mengurangi hingga 200-300 tabung, yang kemudian menjadi 21 tabung gas ukuran 12 kg baru,” ucapnya. Tersangka kemudian menjual tabung gas oplosan itu seharga Rp141.000. Keuntungan yang didapat mencapai Rp2,9 juta per hari. ”Tabung gas yang sudah dikurangi isinya tersebut dijual kepada masyarakat,” katanya. Pelaku terlihat sangat ahli dalam mengurangi isi gas.
Terlihat dari beberapa perlengkapan yang dimiliki berupa timbangan, selang regulator, 290 tabung gas, serta ratusan lembar segel plastik. Tersangka mengaku bisa mengoplos isi gas secara autodidak. ”Tindakan ini sangat merugikan konsumen,” ucap Kapolres.
Tersangka dijerat Pasal 8 jo Pasal 62 UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumendanPasal32 jo Pasal30UURI No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Ancaman hukuman yang dikenakan selama 5 tahun. Ketua Hiswana Migas Kota Depok Athar Susanto menambahkan, Er bukanlah agen resmi karena di kendaraan operasional yang digunakan tidak ada plang petunjuk. ”Itu tandanya tidak resmi alias ilegal dan dia bukan agen,” katanya.
Denny irawan/ r ratna purnama
(bbg)