Serangan Brutal di Pantai Tunisia, 27 Tewas
A
A
A
SOUSSE - Serangan mematikan terjadi pada hari yang sama di tiga negara kemarin. Insiden paling tragis terjadi di pantai wisata by safeweb"> Hotel Imperial Marhaba, wilayah pesisir Kota Sousse, Tunisia.
Serangan bersenjata ini sedikitnya menewaskan 27 orang. Insiden yang diduga dilakukan kelompok teroris juga terjadi di Kuwait dan Prancis. Juru bicara (jubir) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tunisia Mohammed Ali Aroui menuturkan, serangan itu dilakukan dua orang. Berdasarkan laporan Jawhara FM , salah satu pelaku menyamar sebagai polisi.
Saksi mata mengaku mendengar suara tembakan dan ledakan di dekat by safeweb"> hotel yang berada di tepi pantai. ”Ada pembantaian massal di tepi pantai,” ujar Gary Pine, turis asal Britania Raya, seperti dilansir Sky News . Sesaat setelah pembantaian massal tersebut, aparat keamanan setempat langsung melakukan perlawanan dan mengejar pelaku hingga diwarnai baku tembak.
Satu pelaku akhirnya ditembak mati dan satu lagi berhasil ditangkap. Aksi terorisme berdarah ini kali kedua menimpa Tunisia pada tahun ini. Sebelumnya aksi yang melibatkan dua pelaku membunuh 22 orang, mayoritas warga asing, di Museum Bardo pada Maret silam. Saat ini sebagian besar korban merupakan warga Britania Raya dan Jerman. Perdana Menteri (PM) Spanyol Mariano Rajoy mengatakan Hotel Marhaba milik perusahaan Spanyol.
Adapun di Kuwait, sekitar 16 orang meninggal dan sejumlah orang terluka akibat ledakan bom bunuh diri di mesjid milik Syiah, Al-Sadiq. Serangan terjadi ketika ribuan orang sedang melaksanakan salat Jumat. Kelompok Daesh, cabang kelompok Negara Islam Provinsi Najd, mengaku bertanggung jawab dalam serangan tersebut.
”Perhitungan awal mengenai jumlah korban ialah sedikitnya 16 orang meninggal dan 25 orang dibawa ke rumah sakit (RS),” kata staf kesehatan Kuwait seperti dikutip Gulf News . Pelaku mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri bernama Abu Sulaiman al- Muwahhid. Dia memasang bom di balik ikat pinggangnya. Peristiwa serupa juga terjadi di Najd beberapa waktu lalu. Ahmad al-Shawaf, saksi mata, mengatakan ledakan terjadi ketika jamaah Syiah melaksanakan salat kedua sebelum salat Jumat di dekat pintu masjid.
Mohammed al-Faili mengaku ayahnya, 70, masuk dalam daftar korban tewas, sedangkan 2 saudara laki-lakinya terluka. Saat kejadian, dia sedang tidak berada di masjid. Perdana Menteri (PM) Kuwait Sheikh Jaber al-Mubarak al-Sabah prihatin atas insiden tersebut. Dia mengkhawatirkan serangan itu mengancam persatuan dan kesatuan Kuwait. ”Insiden ini menargetkan persatuan nasional kami,” kata Jaber seusai menjenguk korban terluka di RS Emiri seperti dilansir Reuters.
”Tapi ini terlalu sulit bagi mereka. Kami lebih kuat dari yang mereka duga,” sambungnya. Emir ketiga Kuwait Shaikh Sabah al-Ahmad al-Sabah langsung mengunjungi TKP begitu mendengar kabar duka tersebut. Kabinet Kuwait langsung menggelar pertemuan darurat untuk mendiskusikan insiden ini setelah Kementerian Dalam Negeri menyalakan alarm siaga.
Sejumlah negara di kawasan jazirah seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain mengutuk serangan itu. Menteri Luar Negeri (Menlu) Bahrain Shaikh Khaled bin Ahmad menilai peristiwa tersebut bukan perkara sekte, tapi sudah menjadi perang terhadap Islam. Ini dilakukan untuk menciptakan perselisihan antarumat Islam. Serangan yang didasari perbedaan tidak dibenarkan,” tandasnya.
Mantan anggota parlemen Walid Tabtabai juga ikut berduka. Namun dia menuduh Iran menjadi dalang di balik serangan itu. ”Serangan ini merupakan ulah orang-orang yang berada di belakang Al-Anood dan Al-Qadeeh, masjid Syiah di Arab Saudi. Kelompok ini disusupi intelijen Iran untuk menciptakan perselisihan antarsekte.
Teror di Prancis
Sementara itu, enam bulan berselang sejak serangan terhadap majalah Charlie Hebdo yang menewaskan belasan orang, Prancis kembali dikagetkan dengan insiden yang mereka sebut sebagai serangan teroris. Kali ini peristiwa itu terjadi di sebuah pabrik gas. Satu korban ditemukan tanpa kepala, sedangkan dua korban lainnya mengalami luka-luka. Pihak keamanan Prancis telah berhasil menangkap seorang yang diduga pelaku.
Mereka menengarai pelaku memiliki relasi dengan gerakan kelompok radikal. Berdasarkan awal penyelidikan, dia dikenal dengan nama Yassin Sahli. Saat diperiksa, yang bersangkutan tidak memiliki kartu pengenal dan menolak untuk membuka mulut sehingga proses penyelidikan terhambat. Foto Sahli sempat menyebar di media sosial setelah surat kabar Le Figaro memublikasikannya di Tweeter. Sayangnya, foto itu palsu dan tidak berasosiasi dengan pelaku.
Perincian bagaimana korban tidak memiliki kepala juga tidak jelas. Polisi hanya menyebutkan kepala korban diletakkan di atas pagar yang membentengi pabrik gas. Presiden Francois Hollande mengonfirmasi di atas kepala korban terdapat ukiran. Namun dia tidak memastikan ukiran itu ditulis dalam bahasa Arab. Menurut Hollande, pelaku mengendarai mobil dan mencoba memasang bom di pabrik gas untuk menciptakan ledakan hebat.
”Ini merupakan serangan teroris,” kata Hollande. Pelaku diduga tidak melakukan aksi tersebut sendirian. Namun polisi tidak terdengar akan memburu pelaku yang lain karena mereka tidak didukung bukti yang kuat. Pascakejadian, TKP dijaga secara ketat. Operasi pabrik gas ditunda. Semua karyawan diliburkan. Wali Kota Bordeaux Alain Juppe mengutuk serangan itu.
”Ancaman teroris mencapai titik maksimum. Prancis harus mengerahkan segala daya dan upaya dalam melindungi warganya,” kicau Juppe dalam akun Twitternya kemarin. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Prancis Bernard Cazeneuve mengapresiasi polisi atas respons cepat yang ditunjukkan. ”Kitapatutberterimakasihterhadap polisi dari L’Isere yang mampu menjaga kepalanya tetap ‘dingin’ saat tiba di TKP.
Dia sangat berani hingga mampu melumpuhkan dan menggagalkan aksi pelaku selanjutnya,” kata politikus dari Partai Sosialis itu. Insiden itu mengundang beragam respons dari berbagai negara di Eropa. Jerman turut berdukadanmengatakanaksiteroris perlu dihentikan. Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Frank- Walter Steinmeier mengatakan terkejut dengan insiden tersebut.
”Itu merupakan aksi teror dan fanatisme yang sangat kami kecam,” kata Steinmeier. Perdana Menteri (PM) Spanyol Mariano Rajoy mengecam serangan itu. Menurut Cazeneuve, pelaku memiliki ikatan dengan gerakan Salafi. Pelaku tidak memiliki rekor kriminal. Namun dia pernah diawasi pada 2006 sampai 2008 atas kecurigaan radikalisasi. Sikap pelaku tidak menandakan akan mengancam stabilitas keamanan negara.
Muh shamil
Serangan bersenjata ini sedikitnya menewaskan 27 orang. Insiden yang diduga dilakukan kelompok teroris juga terjadi di Kuwait dan Prancis. Juru bicara (jubir) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tunisia Mohammed Ali Aroui menuturkan, serangan itu dilakukan dua orang. Berdasarkan laporan Jawhara FM , salah satu pelaku menyamar sebagai polisi.
Saksi mata mengaku mendengar suara tembakan dan ledakan di dekat by safeweb"> hotel yang berada di tepi pantai. ”Ada pembantaian massal di tepi pantai,” ujar Gary Pine, turis asal Britania Raya, seperti dilansir Sky News . Sesaat setelah pembantaian massal tersebut, aparat keamanan setempat langsung melakukan perlawanan dan mengejar pelaku hingga diwarnai baku tembak.
Satu pelaku akhirnya ditembak mati dan satu lagi berhasil ditangkap. Aksi terorisme berdarah ini kali kedua menimpa Tunisia pada tahun ini. Sebelumnya aksi yang melibatkan dua pelaku membunuh 22 orang, mayoritas warga asing, di Museum Bardo pada Maret silam. Saat ini sebagian besar korban merupakan warga Britania Raya dan Jerman. Perdana Menteri (PM) Spanyol Mariano Rajoy mengatakan Hotel Marhaba milik perusahaan Spanyol.
Adapun di Kuwait, sekitar 16 orang meninggal dan sejumlah orang terluka akibat ledakan bom bunuh diri di mesjid milik Syiah, Al-Sadiq. Serangan terjadi ketika ribuan orang sedang melaksanakan salat Jumat. Kelompok Daesh, cabang kelompok Negara Islam Provinsi Najd, mengaku bertanggung jawab dalam serangan tersebut.
”Perhitungan awal mengenai jumlah korban ialah sedikitnya 16 orang meninggal dan 25 orang dibawa ke rumah sakit (RS),” kata staf kesehatan Kuwait seperti dikutip Gulf News . Pelaku mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri bernama Abu Sulaiman al- Muwahhid. Dia memasang bom di balik ikat pinggangnya. Peristiwa serupa juga terjadi di Najd beberapa waktu lalu. Ahmad al-Shawaf, saksi mata, mengatakan ledakan terjadi ketika jamaah Syiah melaksanakan salat kedua sebelum salat Jumat di dekat pintu masjid.
Mohammed al-Faili mengaku ayahnya, 70, masuk dalam daftar korban tewas, sedangkan 2 saudara laki-lakinya terluka. Saat kejadian, dia sedang tidak berada di masjid. Perdana Menteri (PM) Kuwait Sheikh Jaber al-Mubarak al-Sabah prihatin atas insiden tersebut. Dia mengkhawatirkan serangan itu mengancam persatuan dan kesatuan Kuwait. ”Insiden ini menargetkan persatuan nasional kami,” kata Jaber seusai menjenguk korban terluka di RS Emiri seperti dilansir Reuters.
”Tapi ini terlalu sulit bagi mereka. Kami lebih kuat dari yang mereka duga,” sambungnya. Emir ketiga Kuwait Shaikh Sabah al-Ahmad al-Sabah langsung mengunjungi TKP begitu mendengar kabar duka tersebut. Kabinet Kuwait langsung menggelar pertemuan darurat untuk mendiskusikan insiden ini setelah Kementerian Dalam Negeri menyalakan alarm siaga.
Sejumlah negara di kawasan jazirah seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain mengutuk serangan itu. Menteri Luar Negeri (Menlu) Bahrain Shaikh Khaled bin Ahmad menilai peristiwa tersebut bukan perkara sekte, tapi sudah menjadi perang terhadap Islam. Ini dilakukan untuk menciptakan perselisihan antarumat Islam. Serangan yang didasari perbedaan tidak dibenarkan,” tandasnya.
Mantan anggota parlemen Walid Tabtabai juga ikut berduka. Namun dia menuduh Iran menjadi dalang di balik serangan itu. ”Serangan ini merupakan ulah orang-orang yang berada di belakang Al-Anood dan Al-Qadeeh, masjid Syiah di Arab Saudi. Kelompok ini disusupi intelijen Iran untuk menciptakan perselisihan antarsekte.
Teror di Prancis
Sementara itu, enam bulan berselang sejak serangan terhadap majalah Charlie Hebdo yang menewaskan belasan orang, Prancis kembali dikagetkan dengan insiden yang mereka sebut sebagai serangan teroris. Kali ini peristiwa itu terjadi di sebuah pabrik gas. Satu korban ditemukan tanpa kepala, sedangkan dua korban lainnya mengalami luka-luka. Pihak keamanan Prancis telah berhasil menangkap seorang yang diduga pelaku.
Mereka menengarai pelaku memiliki relasi dengan gerakan kelompok radikal. Berdasarkan awal penyelidikan, dia dikenal dengan nama Yassin Sahli. Saat diperiksa, yang bersangkutan tidak memiliki kartu pengenal dan menolak untuk membuka mulut sehingga proses penyelidikan terhambat. Foto Sahli sempat menyebar di media sosial setelah surat kabar Le Figaro memublikasikannya di Tweeter. Sayangnya, foto itu palsu dan tidak berasosiasi dengan pelaku.
Perincian bagaimana korban tidak memiliki kepala juga tidak jelas. Polisi hanya menyebutkan kepala korban diletakkan di atas pagar yang membentengi pabrik gas. Presiden Francois Hollande mengonfirmasi di atas kepala korban terdapat ukiran. Namun dia tidak memastikan ukiran itu ditulis dalam bahasa Arab. Menurut Hollande, pelaku mengendarai mobil dan mencoba memasang bom di pabrik gas untuk menciptakan ledakan hebat.
”Ini merupakan serangan teroris,” kata Hollande. Pelaku diduga tidak melakukan aksi tersebut sendirian. Namun polisi tidak terdengar akan memburu pelaku yang lain karena mereka tidak didukung bukti yang kuat. Pascakejadian, TKP dijaga secara ketat. Operasi pabrik gas ditunda. Semua karyawan diliburkan. Wali Kota Bordeaux Alain Juppe mengutuk serangan itu.
”Ancaman teroris mencapai titik maksimum. Prancis harus mengerahkan segala daya dan upaya dalam melindungi warganya,” kicau Juppe dalam akun Twitternya kemarin. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Prancis Bernard Cazeneuve mengapresiasi polisi atas respons cepat yang ditunjukkan. ”Kitapatutberterimakasihterhadap polisi dari L’Isere yang mampu menjaga kepalanya tetap ‘dingin’ saat tiba di TKP.
Dia sangat berani hingga mampu melumpuhkan dan menggagalkan aksi pelaku selanjutnya,” kata politikus dari Partai Sosialis itu. Insiden itu mengundang beragam respons dari berbagai negara di Eropa. Jerman turut berdukadanmengatakanaksiteroris perlu dihentikan. Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Frank- Walter Steinmeier mengatakan terkejut dengan insiden tersebut.
”Itu merupakan aksi teror dan fanatisme yang sangat kami kecam,” kata Steinmeier. Perdana Menteri (PM) Spanyol Mariano Rajoy mengecam serangan itu. Menurut Cazeneuve, pelaku memiliki ikatan dengan gerakan Salafi. Pelaku tidak memiliki rekor kriminal. Namun dia pernah diawasi pada 2006 sampai 2008 atas kecurigaan radikalisasi. Sikap pelaku tidak menandakan akan mengancam stabilitas keamanan negara.
Muh shamil
(bbg)