WNI Dipenggal ISIS, Risiko Pribadi Jadi Pengikut
A
A
A
JAKARTA - Persoalan yang terjadi dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) sebenarnya bukan konflik agama, tapi ada campur aduk politik. Persoalan ini yang membuat adanya pemahaman berbeda antara perang yang dilakukan ISIS dengan perang di bulan Ramadan.
Pengamat intelijen sekaligus Staf Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan H Purwanto menyarankan para Warga Negara Indonesia (WNI) yang tergiur bujuk rayu ISIS untuk pergi ke Suriah agar menimbang kembali langkah tersebut.
Menurutnya, mereka harus menggunakan akal sehat dan melakukan koreksi diri apakah layak berada di medan perang tersebut. "Di sana kondisinya sangat berbeda dengan Indonesia dan medan serta cuacanya sangat berat. Kita harus punya ilmu mumpuni bila nekat bergabung dengan ISIS. Kalau tidak, saya yakin kita (WNI) hanya akan jadi korban saja," ujar Wawan, Jakarta, Kamis (25/6/2015).
Maka itu dia berpendapat, adanya seorang WNI yang identitasnya tidak jelas dipenggal kelompok militan ISIS akibat menularkan virus HIV di kalangan pengikut ISIS merupakan risiko pribadi.
Alasannya, korban berada di medan perang di negara lain dan korban telah menjadi pengikut ISIS.
"Kenapa mereka mau masuk medan pertempuran, apalagi bukan perang di negara kita. Dalam Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan, disebutkan ada kewajiban WNI yang harus dijunjung tinggi, terutama larangan bergabung dengan milisi negara luar," ucapnya.
Pengamat intelijen sekaligus Staf Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan H Purwanto menyarankan para Warga Negara Indonesia (WNI) yang tergiur bujuk rayu ISIS untuk pergi ke Suriah agar menimbang kembali langkah tersebut.
Menurutnya, mereka harus menggunakan akal sehat dan melakukan koreksi diri apakah layak berada di medan perang tersebut. "Di sana kondisinya sangat berbeda dengan Indonesia dan medan serta cuacanya sangat berat. Kita harus punya ilmu mumpuni bila nekat bergabung dengan ISIS. Kalau tidak, saya yakin kita (WNI) hanya akan jadi korban saja," ujar Wawan, Jakarta, Kamis (25/6/2015).
Maka itu dia berpendapat, adanya seorang WNI yang identitasnya tidak jelas dipenggal kelompok militan ISIS akibat menularkan virus HIV di kalangan pengikut ISIS merupakan risiko pribadi.
Alasannya, korban berada di medan perang di negara lain dan korban telah menjadi pengikut ISIS.
"Kenapa mereka mau masuk medan pertempuran, apalagi bukan perang di negara kita. Dalam Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan, disebutkan ada kewajiban WNI yang harus dijunjung tinggi, terutama larangan bergabung dengan milisi negara luar," ucapnya.
(kur)