Hidayah Datang melalui Puasa
A
A
A
Sedikit pun tidak pernah terlintas dalam benak MEvan Cary, 56, bahwa suatu hari dia akan memeluk Islam, agama minoritas di tanah kelahirannya, Amerika Serikat (AS).
Diplomat yang menjabat sebagai first secretary management officer Kedutaan AS ini bahkan mengaku sebelumnya tidak pernah menyukai segala hal yang berbau Islam, kecuali puasa. Sebelum menjadi muslim dia memang kerap berpuasa karena menyadari manfaat positifnya untuk kesehatan. Sampai suatu ketika dia mengenal Islam yang memaknai puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga.
Dari situ ketertarikannya pada Islam mulai tumbuh. Cary menyebut puasa Ramadan sebagai puasa ”di dalam” atau perang menahan hawa nafsu yang menurutnya jauh lebih sulit. Cary lalu memutuskan menjadi mualaf pada 1994. Meskipun berstatus mualaf, tidak lantas membuatnya asal-asalan dalam menjalankan agama barunya. Apalagi dia mengaku mendapat hidayah memeluk Islam disertai pengalaman yang menggetarkan hatinya.
Pada suatu malam dia mendengarkan suara atau bisikan yang memintanya agar segera memeluk Islam. ”(Suara) apa itu, saya sempat marah. Namun sejak saat itu saya mulai mencari tahu lebih dalam lagi mengenai Islam sampai akhirnya memutuskan untuk menjadi muslim,” ujar diplomat yang bertugas di Indonesia sejak September 2014 ini saat bersilaturahmi ke redaksi KORAN SINDO, Selasa (23/6).
Kini Cary mantap menjadi seorang muslim. Bukan sekadar percaya kebenaran ajarannya, tetapi dia juga mau menjalankan ritual ibadah dan menjauhi apa yang dilarang dalam aturan Islam. Banyak rintangan yang menguji imannya untuk tetap berkomitmen memeluk Islam. ”Dulu saat awal menjadi muslim, saya masih merasa dilarang makan daging babi, tapi sekarang saya sendiri yang tidak mau,” ujarnya.
Cobaan juga dirasakannya dalam penerbangan eksklusif saat dia disuguhi berbagai macam minuman beralkohol gratis. Sering muncul keinginan untuk mengonsumsi minuman tersebut, tetapi hati dan batinnya menolak. ”Untuk apa saya beragama Islam jika saya masih minum itu,” ucapnya tegas. Islam kini menjadi bagian dari kehidupan Cary dan dia bertekad untuk selalu menjadi muslim yang taat.
Diakuinya sekarang dia sedang giat menghafalkan Ayat Kursi setelah sebelumnya sudah menghafal beberapa surat pendek dalam Alquran. Tanpa malu dia berkata, ”Saya belajar mengaji bersama anak-anak saya dan sekarang saya baru Iqra 3.” Dia juga selalu menyemangati dirinya agar tidak malas demi sang istri yang selalu membimbingnya.
”Kasihan istri saya, dia begitu sabar dan kuat menemani saya, terutama saat kami berada di Amerika, di lingkungan yang jauh dari Islam,” tuturnya. Cary lantas menitikkan air mata saat menceritakan perjalanan umrahnya ke Tanah Suci pada awal 2013. ”Banyak keajaiban yang saya rasakan, Allah seperti menyentuh saya dan saya merasakan ketenangan luar biasa,” ucapnya terharu.
Ananda Nararya
Diplomat yang menjabat sebagai first secretary management officer Kedutaan AS ini bahkan mengaku sebelumnya tidak pernah menyukai segala hal yang berbau Islam, kecuali puasa. Sebelum menjadi muslim dia memang kerap berpuasa karena menyadari manfaat positifnya untuk kesehatan. Sampai suatu ketika dia mengenal Islam yang memaknai puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga.
Dari situ ketertarikannya pada Islam mulai tumbuh. Cary menyebut puasa Ramadan sebagai puasa ”di dalam” atau perang menahan hawa nafsu yang menurutnya jauh lebih sulit. Cary lalu memutuskan menjadi mualaf pada 1994. Meskipun berstatus mualaf, tidak lantas membuatnya asal-asalan dalam menjalankan agama barunya. Apalagi dia mengaku mendapat hidayah memeluk Islam disertai pengalaman yang menggetarkan hatinya.
Pada suatu malam dia mendengarkan suara atau bisikan yang memintanya agar segera memeluk Islam. ”(Suara) apa itu, saya sempat marah. Namun sejak saat itu saya mulai mencari tahu lebih dalam lagi mengenai Islam sampai akhirnya memutuskan untuk menjadi muslim,” ujar diplomat yang bertugas di Indonesia sejak September 2014 ini saat bersilaturahmi ke redaksi KORAN SINDO, Selasa (23/6).
Kini Cary mantap menjadi seorang muslim. Bukan sekadar percaya kebenaran ajarannya, tetapi dia juga mau menjalankan ritual ibadah dan menjauhi apa yang dilarang dalam aturan Islam. Banyak rintangan yang menguji imannya untuk tetap berkomitmen memeluk Islam. ”Dulu saat awal menjadi muslim, saya masih merasa dilarang makan daging babi, tapi sekarang saya sendiri yang tidak mau,” ujarnya.
Cobaan juga dirasakannya dalam penerbangan eksklusif saat dia disuguhi berbagai macam minuman beralkohol gratis. Sering muncul keinginan untuk mengonsumsi minuman tersebut, tetapi hati dan batinnya menolak. ”Untuk apa saya beragama Islam jika saya masih minum itu,” ucapnya tegas. Islam kini menjadi bagian dari kehidupan Cary dan dia bertekad untuk selalu menjadi muslim yang taat.
Diakuinya sekarang dia sedang giat menghafalkan Ayat Kursi setelah sebelumnya sudah menghafal beberapa surat pendek dalam Alquran. Tanpa malu dia berkata, ”Saya belajar mengaji bersama anak-anak saya dan sekarang saya baru Iqra 3.” Dia juga selalu menyemangati dirinya agar tidak malas demi sang istri yang selalu membimbingnya.
”Kasihan istri saya, dia begitu sabar dan kuat menemani saya, terutama saat kami berada di Amerika, di lingkungan yang jauh dari Islam,” tuturnya. Cary lantas menitikkan air mata saat menceritakan perjalanan umrahnya ke Tanah Suci pada awal 2013. ”Banyak keajaiban yang saya rasakan, Allah seperti menyentuh saya dan saya merasakan ketenangan luar biasa,” ucapnya terharu.
Ananda Nararya
(bbg)