Lima Syarat Demokrat Terkait Dana Aspirasi
A
A
A
JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat EE Mangindaan mengatakan, lima syarat yang diajukan oleh partainya terkait Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi adalah syarat yang tak bisa diganggu gugat.
Menurutnya, sikap partai berlambang bintang itu menolak. Hal itu lantaran, dia meminta agar dana aspirasi benar-benar ditujukan oleh masyarakat di daerah melalu lima syarat yang diajukan oleh Demokrat.
"Kita belum setuju jika syarat lima ini tidak dipenuhi. Antara lain sistem anggaran dan apa itu dana aspirasi," ujar EE Mangindaan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2015).
Dia menjelaskan, sikap partainya yang sebelumnya menyetujui saat rapat paripurna DPR lantaran itu baru sekadar usulan yang diajukan oleh DPR belum masuk pada prosesnya.
"Karena itu masih peraturan DPR terkait mekanisme pengusulannya. Belum mengenai proses penggunaan dana tersebut," tandasnya.
Sebelumnya, melalui akun Twitter resmi Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) @SBYudhoyono, menulis bahwa pihaknya menolak adanya usulan dana aspirasi Rp20 miliar per anggota setiap tahunnya.
"Saya pastikan, Partai Demokrat akan tetap tolak dana aspirasi tersebut jika tidak dipenuhi 5 faktor kritis yang akan disampaikan," kicau SBY.
Adapun lima syarat yang diajukan Partai Demokrat terhadap program UP2DP atau dana aspirasi yakni :
1. Bagaimana meletakkan "titipan" dana Rp 20 miliar tersebut dalam sistem APBN dan APBD, agar klop dan tak bertentangan dengan rencana eksekutif. Ingat, APBN direncanakan dan disiapkan dengan proses "dari atas dan dari bawah" secara terpadu, bertahap dan berlanjut.
Di mana masuknya? Bagaimana jika usulan program yang menggunakan dana aspirasi itu tidak cocok dan bertentangan dengan prioritas dan rencana pemda setempat.
2. Bagaimana menjamin penggunaan dana tersebut tidak tumpang tindih dengan anggaran daerah dan yang diinginkan oleh DPRD provinsi, kabuapten dan kota?
3. Kalau anggota DPR RI punya dana aspirasi, bagaimana dengan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota yang dinilai lebih tahu dan lebih dekat ke dapil? Kalau mereka juga dapat dana aspirasi, betapa besar dana APBN dan APBD yang tidak "di tangan" eksekutif dalam perencanaannya.
Betapa rumit dan kompleksnya perencanaan pembangunan, karena masing-masing pihak punya keinginan dan rencananya sendiri.
4. Kalau anggota DPR punya "jatah dan kewenangan" untuk menentukan sendiri proyek dan anggarannya, lantas apa bedanya eksekutif dan legislatif?
5. Bagaimana akuntabilitas dan pengawasan dana aspirasi itu, sekalipun dana itu tidak "dipegang" sendiri oleh anggota DPR?
Menurutnya, sikap partai berlambang bintang itu menolak. Hal itu lantaran, dia meminta agar dana aspirasi benar-benar ditujukan oleh masyarakat di daerah melalu lima syarat yang diajukan oleh Demokrat.
"Kita belum setuju jika syarat lima ini tidak dipenuhi. Antara lain sistem anggaran dan apa itu dana aspirasi," ujar EE Mangindaan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2015).
Dia menjelaskan, sikap partainya yang sebelumnya menyetujui saat rapat paripurna DPR lantaran itu baru sekadar usulan yang diajukan oleh DPR belum masuk pada prosesnya.
"Karena itu masih peraturan DPR terkait mekanisme pengusulannya. Belum mengenai proses penggunaan dana tersebut," tandasnya.
Sebelumnya, melalui akun Twitter resmi Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) @SBYudhoyono, menulis bahwa pihaknya menolak adanya usulan dana aspirasi Rp20 miliar per anggota setiap tahunnya.
"Saya pastikan, Partai Demokrat akan tetap tolak dana aspirasi tersebut jika tidak dipenuhi 5 faktor kritis yang akan disampaikan," kicau SBY.
Adapun lima syarat yang diajukan Partai Demokrat terhadap program UP2DP atau dana aspirasi yakni :
1. Bagaimana meletakkan "titipan" dana Rp 20 miliar tersebut dalam sistem APBN dan APBD, agar klop dan tak bertentangan dengan rencana eksekutif. Ingat, APBN direncanakan dan disiapkan dengan proses "dari atas dan dari bawah" secara terpadu, bertahap dan berlanjut.
Di mana masuknya? Bagaimana jika usulan program yang menggunakan dana aspirasi itu tidak cocok dan bertentangan dengan prioritas dan rencana pemda setempat.
2. Bagaimana menjamin penggunaan dana tersebut tidak tumpang tindih dengan anggaran daerah dan yang diinginkan oleh DPRD provinsi, kabuapten dan kota?
3. Kalau anggota DPR RI punya dana aspirasi, bagaimana dengan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota yang dinilai lebih tahu dan lebih dekat ke dapil? Kalau mereka juga dapat dana aspirasi, betapa besar dana APBN dan APBD yang tidak "di tangan" eksekutif dalam perencanaannya.
Betapa rumit dan kompleksnya perencanaan pembangunan, karena masing-masing pihak punya keinginan dan rencananya sendiri.
4. Kalau anggota DPR punya "jatah dan kewenangan" untuk menentukan sendiri proyek dan anggarannya, lantas apa bedanya eksekutif dan legislatif?
5. Bagaimana akuntabilitas dan pengawasan dana aspirasi itu, sekalipun dana itu tidak "dipegang" sendiri oleh anggota DPR?
(maf)