KPK Telisik Keterlibatan PT Pos dan Indosat di Korupsi KTP-e
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik dugaan keterlibatan PT Pos Indonesia dan PT Indosat Tbk dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-e) tahun anggaran 2011-2012.
Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, kasus dugaan korupsi KTP-e mengalami perkembangan signifikan. Karenanya sampai kemarin penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi untuk melengkapi berkas tersangka Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sugiharto.
Johan menuturkan, sejumlah petinggi PT Pos Indonesia dan petinggi Indosat memang sudah diperiksa. "Kasus KTP-e ini masih dikembangkan. Kalau keterlibatan saksi itu (dari PT Pos Indonesia dan Indosat) saya belum terima laporan dari penyidik. Kalau detail seperti itu, jangan tanya dulu ke saya," ujar Johan saat dihubungi SINDO, Senin 22 Juni 2015 malam.
Mantan Deputi Pencegahan KPK ini melanjutkan, pengembangan dititikberatkan pada pengungkapan dugaan keterlibatan tersangka lainnya. Langkahnya dengan memverifikasi keterangan saksi, tersangka, dan data-data yang sudah diperoleh penyidik sebelumnya.
Johan tidak membenarkan dan tidak membatah bahwa pemeriksaan saksi-saksi dari PT Pos dan Indosat karena sudah ada keterangan yang menyebutkan yang bersangkutan. Tapi, lagi-lagi Johan belum mau berspekulasi.
"Karena tadi saya baru selesai ikut rapat ekspose (gelar perkara) kasus-kasus lama dan perkembangannya seperti apa. Yang KTP-e tadi tidak diekspose," bebernya.
Lebih lanjut, kata Johan, pemeriksaan petinggi PT Pos dan Indosat dimaksudkan untuk mengonfirmasi sejumlah hal berkaitan dengan kasus KTP-e. Tapi, dia belum bisa menyampaikan di mana posisi PT Pos dan Indosat dalam pengadaan KTP-e.
Intinya, penyidik tentu akan mendalaminya dalam pemeriksaan untuk mengungkap ihwal posisi perusahaan saksi. "Ya diperiksa karena keterangan dibutuhkan oleh penyidik," tandasnya.
Sementara, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, penyidik memeriksa empat saksi untuk tersangka Sugiharto. Keempatnya yakni, mantan Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana, mantan Direktur Operasi Surat Pos dan Logistik PT Pos Indonesia Ismanto, karyawan PT Maturnuwun Nusantara Eddy S Ginting, dan karyawati PT Transdata Global Network Debby Susanti.
Dia membeberkan, keempat saksi ini diperiksa guna lebih memastikan dan menjelaskan tentang peristiwa dugaan pidananya. "Empat saksi untuk tersanga S hadir. Tentu berkaitan dengan apa yang saksi tahu seputar pengadaan dan distribusinya," kata Priharsa.
Sebelumnya, penyidik juga sudah memeriksa mantan Wakil Direktur Utama PT Pos Indonesia yang kini Direktur Keuangan PT Pos Indonesia Sukamto Padmosukarso pada Kamis 18 Juni 2015. Sehari berikutnya atau Jumat 19 Juni, penyidik menginterogasi Division Head Carriers & Partner Collection PT Indosat Leonardus Salim.
Dari penelusuran SINDO, PT Pos Indonesia ditugaskan oleh pemerintah lewat Kemendagri untuk mendistribusikan perangkat keras alat input data dan pembuatan KTP-e ke seluruh Indonesia. Perangkat keras tersebut di antaranya terdiri atas PC, server, scanner, kamera digital, printer, dan UPS.
Untuk itu, PT Pos menjalin kerja sama dengan PT Quadra Solution, salah satu anggota konsorsium pemenang tender KTP-e yang digawangi konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum Peruri). Kerja sama distribusi itu berlangsung sampai akhir 2011.
Sedangkan PT Indosat menjadi subkontraktor pengadaan chip sebagai basis penyimpanan data, terutama sidik jari dan identitas. Awal Januari 2013, proses ditribusi KTP-e ke seluruh Indonesia mengalami kemacetan.
Mendagri saat itu, Gamawan Fauzi menyampaikan kepada Komisi II saat rapat kerja, distribusi tersebut mengendap di seluruh kecamatan yang ada di Indonesia. Solusinya, Mendagri memutuskan untuk tidak menggunakan verifikasi sidik jari sebagai salah satu upaya mempercepat proses distribusi.
Dalam kasus proyek bernilai total Rp6 triliun ini, KPK sudah menghitung kerugian negara. Hasilnya dari pengadaan 2011 (lebih dari Rp2 triliun) dan 2012 (lebih dari Rp3 triliun) negara mengalami kerugian sekira Rp1,12 triliun.
Kerugian negara itu terjadi karena ada beberapa dugaan mark up atau penggelembungan harga satuan dalam konteks pengadaan KTP-e. KPK masih mendalami aliran uang baik yang dinikmati Sugiharto, pihak lain, maupun korporasi.
Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, kasus dugaan korupsi KTP-e mengalami perkembangan signifikan. Karenanya sampai kemarin penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi untuk melengkapi berkas tersangka Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sugiharto.
Johan menuturkan, sejumlah petinggi PT Pos Indonesia dan petinggi Indosat memang sudah diperiksa. "Kasus KTP-e ini masih dikembangkan. Kalau keterlibatan saksi itu (dari PT Pos Indonesia dan Indosat) saya belum terima laporan dari penyidik. Kalau detail seperti itu, jangan tanya dulu ke saya," ujar Johan saat dihubungi SINDO, Senin 22 Juni 2015 malam.
Mantan Deputi Pencegahan KPK ini melanjutkan, pengembangan dititikberatkan pada pengungkapan dugaan keterlibatan tersangka lainnya. Langkahnya dengan memverifikasi keterangan saksi, tersangka, dan data-data yang sudah diperoleh penyidik sebelumnya.
Johan tidak membenarkan dan tidak membatah bahwa pemeriksaan saksi-saksi dari PT Pos dan Indosat karena sudah ada keterangan yang menyebutkan yang bersangkutan. Tapi, lagi-lagi Johan belum mau berspekulasi.
"Karena tadi saya baru selesai ikut rapat ekspose (gelar perkara) kasus-kasus lama dan perkembangannya seperti apa. Yang KTP-e tadi tidak diekspose," bebernya.
Lebih lanjut, kata Johan, pemeriksaan petinggi PT Pos dan Indosat dimaksudkan untuk mengonfirmasi sejumlah hal berkaitan dengan kasus KTP-e. Tapi, dia belum bisa menyampaikan di mana posisi PT Pos dan Indosat dalam pengadaan KTP-e.
Intinya, penyidik tentu akan mendalaminya dalam pemeriksaan untuk mengungkap ihwal posisi perusahaan saksi. "Ya diperiksa karena keterangan dibutuhkan oleh penyidik," tandasnya.
Sementara, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, penyidik memeriksa empat saksi untuk tersangka Sugiharto. Keempatnya yakni, mantan Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana, mantan Direktur Operasi Surat Pos dan Logistik PT Pos Indonesia Ismanto, karyawan PT Maturnuwun Nusantara Eddy S Ginting, dan karyawati PT Transdata Global Network Debby Susanti.
Dia membeberkan, keempat saksi ini diperiksa guna lebih memastikan dan menjelaskan tentang peristiwa dugaan pidananya. "Empat saksi untuk tersanga S hadir. Tentu berkaitan dengan apa yang saksi tahu seputar pengadaan dan distribusinya," kata Priharsa.
Sebelumnya, penyidik juga sudah memeriksa mantan Wakil Direktur Utama PT Pos Indonesia yang kini Direktur Keuangan PT Pos Indonesia Sukamto Padmosukarso pada Kamis 18 Juni 2015. Sehari berikutnya atau Jumat 19 Juni, penyidik menginterogasi Division Head Carriers & Partner Collection PT Indosat Leonardus Salim.
Dari penelusuran SINDO, PT Pos Indonesia ditugaskan oleh pemerintah lewat Kemendagri untuk mendistribusikan perangkat keras alat input data dan pembuatan KTP-e ke seluruh Indonesia. Perangkat keras tersebut di antaranya terdiri atas PC, server, scanner, kamera digital, printer, dan UPS.
Untuk itu, PT Pos menjalin kerja sama dengan PT Quadra Solution, salah satu anggota konsorsium pemenang tender KTP-e yang digawangi konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum Peruri). Kerja sama distribusi itu berlangsung sampai akhir 2011.
Sedangkan PT Indosat menjadi subkontraktor pengadaan chip sebagai basis penyimpanan data, terutama sidik jari dan identitas. Awal Januari 2013, proses ditribusi KTP-e ke seluruh Indonesia mengalami kemacetan.
Mendagri saat itu, Gamawan Fauzi menyampaikan kepada Komisi II saat rapat kerja, distribusi tersebut mengendap di seluruh kecamatan yang ada di Indonesia. Solusinya, Mendagri memutuskan untuk tidak menggunakan verifikasi sidik jari sebagai salah satu upaya mempercepat proses distribusi.
Dalam kasus proyek bernilai total Rp6 triliun ini, KPK sudah menghitung kerugian negara. Hasilnya dari pengadaan 2011 (lebih dari Rp2 triliun) dan 2012 (lebih dari Rp3 triliun) negara mengalami kerugian sekira Rp1,12 triliun.
Kerugian negara itu terjadi karena ada beberapa dugaan mark up atau penggelembungan harga satuan dalam konteks pengadaan KTP-e. KPK masih mendalami aliran uang baik yang dinikmati Sugiharto, pihak lain, maupun korporasi.
(kri)