KPK Minta Laporan Hasil Audit KPU

Sabtu, 20 Juni 2015 - 12:19 WIB
KPK Minta Laporan Hasil...
KPK Minta Laporan Hasil Audit KPU
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan laporan ikhtisar hasil audit penyimpangan dana sebesar Rp334 miliar Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2012-2014.

Dengan adanya laporan tersebut, nantinya KPK bisa mengkaji dan menindaklanjutinya secara hukum. ”Jika diserahkan kepada KPK, tentu kami siap menindaklanjuti,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji juga mengatakan KPK tidak bisa memberikan penilaian bila laporan penyimpangan dana Rp334 miliar KPU selama periode 2012-2014 tidak diserahkan BPK.

Dia pun menyarankan BPK menyerahkan laporan tersebut ke KPK atau penegak hukum lain untuk ditindaklanjuti secara hukum. ”Harus ada laporan resmi dari instansi terkait (BPK ke KPK),” ujar Indriyanto. KPU menyatakan telah menindaklanjuti 80% temuan BPK tersebut. Menurut dia, hasil tindak lanjut yang telah dilakukan bersama inspektorat belum diverifikasi bersama dengan BPK.

Namun pihaknya telah meminta penjelasan dari inspektorat. ”Memang ada yang belum karena butuh waktu. Mayoritas di daerah. Di pusat itu, sekitar Rp10 miliar. Itu sudah ditindaklanjuti. Sekarang tinggal Rp1,8 miliar,” ujar Komisioner KPU Arief Budiman. Menurut dia, sebagian besar temuan BPK berkaitan dengan masalah administrasi. Kurang lebih permasalahan administrasi sekitar Rp185 miliar.

Arief mengaku pihaknya telah meminta KPU daerah untuk melengkapi kekurangan administrasi dimaksud. ”Kalau bisa dilengkapi, problemnya selesai. Tapi kalau tidak bisa dilengkapi, berarti palsu. Berarti tidak mengeluarkan uang, kok dibuat mengeluarkan uang. Kayak gitu,” jelasnya. Adapun menanggapi ancaman DPR untuk mengganti komisioner KPU, Arief menyatakan bisa saja komisioner diganti, tetapi harus berdasarkan aturan.

”Kapan menggantikan KPU, ya, kalau masa jabatannya berakhir, terpidana, meninggal dunia. Jika tidak memenuhi syarat, boleh diganti. Persoalan ini masuk tidak. Kalau masuk, silakan saja. Kalau tidak masuk, jangan dipaksapaksa,” katanya. Sayangnya, BPK tidak akan menyerahkan data temuan tentang penyimpangan dana oleh KPU ke KPK. Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK Yudi Ramdan Budiman mengungkapkan sesuai aturan yang berlaku, data resmi memang tidak diberikan ke lembaga hukum, tetapi harus melalui DPR terlebih dahulu.

Dia menuturkan, hal tersebut sudah diatur dalam UUD RI Tahun 1945 setelah perubahan. Dalam Bab VII A tentang BPK, terdapat Pasal 23 E ayat (2) yang mengatur bahwa hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkankepada DPR, DPD, danDPRD sesuai dengan kewenangannya. Yudi juga mengutip Pasal 23 E ayat (3) yang menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Sehingga menurut Yudi semua keputusan nanti disesuaikan dengan apa yang akan ditetapkan oleh DPR. Apalagi ini data baru di Januari 2015 untuk hasil temuan audit tahun 2013- 2014, maka kita ikuti saja dahulu prosesnya,” ujarnya. Sementaraitu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan audit merupakan hal yang wajar yang dilakukan BPK terhadap instansi pengguna anggaran negara. Termasuk dalam hal ini KPU yang wajib melakukan rekomendasi BPK.

”Setiap temuan BPK memiliki konsekuensi. Untuk KPU konsekuensinya ada hal yang diperbaiki seperti kelengkapan administrasi. Ada rekomendasinya pengembalian uang. Kalau tidak ditindaklanjutibaruakandibawa ke ranah hukum,” sebutnya. Adapun pakar hukum Universitas Parahyangan (Unpar) Agustinus Pohan menyarankan KPU melibatkan para penegak hukum untuk menelusuri dugaan penyimpangan.

Jika dalam investigasi tersebut ditemukan tindak pidana korupsi tentu harus ditindaklanjuti. ”Temuan BPK itu dalam jumlah yang begitu besar. Jika tidak ditindaklanjuti akan mengurangi kredibilitas KPU. Ini kan sangat penting karena KPU sebagai penjaga demokrasi,” ujar dia. Baik Titi maupun Agustinus menilai ancaman penundaan pilkada ataupun pemberhentian komisioner seperti disampaikan DPR berlebihan.

Menurut mereka semestinya DPR mendorong investigasi karena belum tentu komisioner yang melakukannya dan kalau komisioner yang melakukan belum jelas siapa pelakunya. Seperti diketahui, DPR mengungkapkan adanya dugaan penyimpangan dana sebesar Rp334 miliar di KPU selama periode 2012-2014. Data tersebut berdasar laporan ikhtisar hasil audit BPK terhadap laporan KPU yang disampaikan ke pimpinan DPR.

Dugaan penyimpangan dana KPU pada sejumlah aspek antara lain perjalanan dinas anggota KPU, volume pekerjaan kurang, pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan mekanisme, pembayaran ganda. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan temuan dugaan penyimpangan dana di KPU belum tentu tindak pidana korupsi. Wapres sendiri menilai, berdasarkan hasil temuan tersebut, terdapat pengelolaan dana yang tidak tepat di KPU. ”Itu bisa dibaca dari laporan BPK-nya, juga apanya yang tidak tepat? Tidak berarti langsung korupsi,” kata Kalla.

DPR Akan Telusuri

DPR akan menindaklanjuti temuan BPK dengan melakukan penelusuran. Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman menjelaskan, dengan langkah ini akan diketahui apakah KPU bermasalah saat menggelar Pemilu 2014. ”Belum kita simpulkan, apakah KPU dari hasil audit BPK bermasalah atau gimana, itu belum kita simpulkan,” ujar Rambe kemarin.

Dia menekankan, temuan BPK menjadi titik perhatian bagi KPU sebagai penyelenggara pemilu agar penyelenggaraan pilkada serentak nantinya tak mengalami nasib yang sama dengan Pemilu 2014. Adapun anggota Komisi III dari Partai NasDem Patrice Rio Capella meyakini hasil audit BPK tidak akan mengganggu pelaksanaan pilkada serentak. ”Kita harapkan audit BPK tidak menjadikan pilkada mundur dan tidak menghalangi pelaksanaan pilkada,” ujarnya kemarin di Gedung DPR.

Sabir laluhu/ mula akmal/ dita angga rusiana
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1408 seconds (0.1#10.140)