BPK Temukan Penyimpangan di KPU
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga melakukan penyimpangan dana sebesar Rp334 miliar selama periode 2012-2014. Inilah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan lembaga tersebut.
Laporan ikhtisar hasil audit tersebut kemarin disampaikan kepada pimpinan DPR. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengungkapkan BPK menyampaikan laporan hasil audit anggaran KPU tersebut atas permintaan Komisi II DPR untuk membuat laporan hasil audit anggaran KPU sekaligus meminta rekomendasi BPK soal kesiapan anggaran KPU untuk menyelenggarakan pilkada serentak pada Desember 2015.
”Dari pemeriksaan ditemukan ketidakpatuhan ketentuan perundang- undangan dengan jumlah signifikan. Totalnya sebesar Rp334.127.902.611,93,” ungkap Taufik di Senayan kemarin. Menurut dia, laporan hasil audit BPK tersebut sudah lengkap, yakni penyimpangan dana tersebut terjadi di bagian apa saja. Ikhtisar laporan BPK soal audit KPU disampaikan anggota I BPK Agung Firman Sampurna.
Selain Taufik Kurniawan turut menerima Ketua DPR Setya Novanto, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman, dan Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin. Adapun BPK dalam keterangan tertulisnya menyebutkan ikhtisar Hasil PemeriksaanatasPengelolaanAnggaran Pemilu pada KPU dengan dasar pemeriksaan pasal 8 ayat 4 huruf e UU nomor 15 tahun 2011. Merespons temuan tersebut, Komisi II dan Komisi III DPR akan mengundang BPK untuk menyampaikan penjelasannya dalam rapat dengar pendapat (RDP).
RDP dijadwalkan Senin (25/6) untuk Komisi II DPR dengan BPK dan Selasa (26/6) untuk Komisi III DPR dengan BPK. Selanjutnya, Komisi II dan Komisi III DPR akan melakukan rapat gabungan membahas anggaran KPU dan kesiapannya menyelenggarakan pilkada serentak pada Desember 2015. Menurut Taufik, ada dua implikasi terhadap pilkada yang bakal digelar akhir 2015.
”Bisa penyelenggara pilkada, dalam hal ini KPU diganti atau pelaksanaan pilkada serentak tanggal 9 Desember 2015 ditunda. Nanti tergantung audit,” tandasnya. Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin membenarkan BPK sudah melaporkan secara lengkap temuan penyimpangan dana KPU pada periode 2012- 2014. Menurut Aziz, dari laporan BPK tersebut, dugaan penyimpangan dana KPU pada sejumlah aspek antara lain perjalanan dinas anggota KPU, volume pekerjaan kurang, pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai mekanisme, pembayaran ganda, serta aspek barang dan jasa yang tidak sesuai,” katanya.
Sementara itu, komisioner KPU Arief Budiman memperkirakan angka Rp334 miliar yang disampaikan BPK ke DPR merupakan hasil audit yang juga diberikan kepada KPU beberapa waktu lalu. Meski demikian untuk memperoleh informasi yang lebih jelas, pihaknya akan menunggu konfirmasi langsung dari BPK. ”Kami tunggu saja pemeriksaan resmi karena saya perlu cek dulu. Kalau saya lihat angkanya sih yang kemarin itu,” ujar Arief.
Menurutnya, bila Rp334 miliar merupakan hasil audit yang sama, jumlahnya kini jauh berkurang. Sebab setelah diserahkan kepada KPU, inspektorat kemudian menindaklanjuti ke daerah di mana terjadi ketidaktepatan pelaporan anggaran.
”Sampai pada saat itu, 70% dari angka itu sudah diselesaikan oleh inspektorat. Kalau sekarang pasti lebih banyak lagi yang bisa diselesaikan,” jelas Arief. Dia pun meluruskan bahwa bahasa audit yang diberikan BPK atas laporannya bukan terjadi penyimpangan anggaran, melainkan hasil audit yang tidak tepat dan jelas. ”Coba cek saja bahasa audit itu,” katanya.
Perincian Penyimpangan
Berdasar ikhtisar laporan BPK, temuan BPK terkait dugaan penyimpangan senilai Rp334 miliar itu terdiri atas tujuh jenis temuan ketidakpatuhan. Ketidakpatuhan dimaksud meliputi indikasi kerugian negara senilai Rp34,3 miliar, kedua potensi kerugian negara Rp2,2 miliar, ketiga kekurangan penerimaan Rp7,3 miliar, keempat pemborosan Rp9,7 miliar; yang tidak diyakini kewajarannya Rp93 miliar, lebih pungut pajak Rp1,3 miliar, temuan administrasi Rp185,9 miliar.
”Selain dari tujuh jenis kategori temuan ketidakpatuhan, terdapat 14 jenis temuan,” beber Taufik Kurniawan. Dia menjelaskan ke-14 jenis temuan tersebut antara lain pengeluaran fiktif sebesar Rp3,9 miliar kekurangan volume pekerjaan Rp788 juta, pembayaran ganda dan melebih standar yang berlaku Rp2,8 miliar, kelebihan pembayaran Rp2,5 miliar, pembayaran kepada pihak yang tidak berhak Rp1,7 miliar, dan lainnya.
Taufik lantas memaparkan bahwa anggaran pemilu sangat besar. Karena itu, selain adanya pemeriksaan anggaran KPU secara rutin atau setiap tahun, juga dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (pemeriksaan kinerja) dengan menilai risiko pengelolaan apakah sudah sesuai dengan ketentuan. Yang dinilai dalam pengelolaan anggaran di tahun 2013 dari anggaran Rp2,8 triliun dan realisasi Rp4,9 triliun serta di tahun 2014 dari anggaran Rp6,6 triliun, sedangkan realisasi sebesar Rp9 triliun.
Total anggaran yang digunakan untuk tahapan pemilu yang dilaksanakan KPU sebesar Rp9,4 triliun dan realisasi sebesar Rp13,9 triliun. Dari audit yang dilakukan BPK untuk tahun 2013 dari nilai sebesar Rp4,9 triliun tersebut sampel yang diperiksa lingkupnya 41,49%, yakni Rp2 triliun. Pada tahun 2014 mengambil sampel sebesar 46,13% dari total Rp9,4 triliun.
Jaditotalyang diperiksa sebesar Rp6,2 triliun dari Rp13 triliun atau dengan sampel pemeriksaan 44,50%. Dengan sampel sebesar itu BPK memiliki keyakinan yang memadai untuk mengambil kesimpulan atas objek yang sudah diperiksanya. Satu kerja yang diperiksa sebesar 531 satker dengan sampel yang diperiksa 181 sampel dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota di 33 provinsi.
Rahmat sahid/ dian ramdhani/ant
Laporan ikhtisar hasil audit tersebut kemarin disampaikan kepada pimpinan DPR. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengungkapkan BPK menyampaikan laporan hasil audit anggaran KPU tersebut atas permintaan Komisi II DPR untuk membuat laporan hasil audit anggaran KPU sekaligus meminta rekomendasi BPK soal kesiapan anggaran KPU untuk menyelenggarakan pilkada serentak pada Desember 2015.
”Dari pemeriksaan ditemukan ketidakpatuhan ketentuan perundang- undangan dengan jumlah signifikan. Totalnya sebesar Rp334.127.902.611,93,” ungkap Taufik di Senayan kemarin. Menurut dia, laporan hasil audit BPK tersebut sudah lengkap, yakni penyimpangan dana tersebut terjadi di bagian apa saja. Ikhtisar laporan BPK soal audit KPU disampaikan anggota I BPK Agung Firman Sampurna.
Selain Taufik Kurniawan turut menerima Ketua DPR Setya Novanto, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman, dan Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin. Adapun BPK dalam keterangan tertulisnya menyebutkan ikhtisar Hasil PemeriksaanatasPengelolaanAnggaran Pemilu pada KPU dengan dasar pemeriksaan pasal 8 ayat 4 huruf e UU nomor 15 tahun 2011. Merespons temuan tersebut, Komisi II dan Komisi III DPR akan mengundang BPK untuk menyampaikan penjelasannya dalam rapat dengar pendapat (RDP).
RDP dijadwalkan Senin (25/6) untuk Komisi II DPR dengan BPK dan Selasa (26/6) untuk Komisi III DPR dengan BPK. Selanjutnya, Komisi II dan Komisi III DPR akan melakukan rapat gabungan membahas anggaran KPU dan kesiapannya menyelenggarakan pilkada serentak pada Desember 2015. Menurut Taufik, ada dua implikasi terhadap pilkada yang bakal digelar akhir 2015.
”Bisa penyelenggara pilkada, dalam hal ini KPU diganti atau pelaksanaan pilkada serentak tanggal 9 Desember 2015 ditunda. Nanti tergantung audit,” tandasnya. Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin membenarkan BPK sudah melaporkan secara lengkap temuan penyimpangan dana KPU pada periode 2012- 2014. Menurut Aziz, dari laporan BPK tersebut, dugaan penyimpangan dana KPU pada sejumlah aspek antara lain perjalanan dinas anggota KPU, volume pekerjaan kurang, pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai mekanisme, pembayaran ganda, serta aspek barang dan jasa yang tidak sesuai,” katanya.
Sementara itu, komisioner KPU Arief Budiman memperkirakan angka Rp334 miliar yang disampaikan BPK ke DPR merupakan hasil audit yang juga diberikan kepada KPU beberapa waktu lalu. Meski demikian untuk memperoleh informasi yang lebih jelas, pihaknya akan menunggu konfirmasi langsung dari BPK. ”Kami tunggu saja pemeriksaan resmi karena saya perlu cek dulu. Kalau saya lihat angkanya sih yang kemarin itu,” ujar Arief.
Menurutnya, bila Rp334 miliar merupakan hasil audit yang sama, jumlahnya kini jauh berkurang. Sebab setelah diserahkan kepada KPU, inspektorat kemudian menindaklanjuti ke daerah di mana terjadi ketidaktepatan pelaporan anggaran.
”Sampai pada saat itu, 70% dari angka itu sudah diselesaikan oleh inspektorat. Kalau sekarang pasti lebih banyak lagi yang bisa diselesaikan,” jelas Arief. Dia pun meluruskan bahwa bahasa audit yang diberikan BPK atas laporannya bukan terjadi penyimpangan anggaran, melainkan hasil audit yang tidak tepat dan jelas. ”Coba cek saja bahasa audit itu,” katanya.
Perincian Penyimpangan
Berdasar ikhtisar laporan BPK, temuan BPK terkait dugaan penyimpangan senilai Rp334 miliar itu terdiri atas tujuh jenis temuan ketidakpatuhan. Ketidakpatuhan dimaksud meliputi indikasi kerugian negara senilai Rp34,3 miliar, kedua potensi kerugian negara Rp2,2 miliar, ketiga kekurangan penerimaan Rp7,3 miliar, keempat pemborosan Rp9,7 miliar; yang tidak diyakini kewajarannya Rp93 miliar, lebih pungut pajak Rp1,3 miliar, temuan administrasi Rp185,9 miliar.
”Selain dari tujuh jenis kategori temuan ketidakpatuhan, terdapat 14 jenis temuan,” beber Taufik Kurniawan. Dia menjelaskan ke-14 jenis temuan tersebut antara lain pengeluaran fiktif sebesar Rp3,9 miliar kekurangan volume pekerjaan Rp788 juta, pembayaran ganda dan melebih standar yang berlaku Rp2,8 miliar, kelebihan pembayaran Rp2,5 miliar, pembayaran kepada pihak yang tidak berhak Rp1,7 miliar, dan lainnya.
Taufik lantas memaparkan bahwa anggaran pemilu sangat besar. Karena itu, selain adanya pemeriksaan anggaran KPU secara rutin atau setiap tahun, juga dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (pemeriksaan kinerja) dengan menilai risiko pengelolaan apakah sudah sesuai dengan ketentuan. Yang dinilai dalam pengelolaan anggaran di tahun 2013 dari anggaran Rp2,8 triliun dan realisasi Rp4,9 triliun serta di tahun 2014 dari anggaran Rp6,6 triliun, sedangkan realisasi sebesar Rp9 triliun.
Total anggaran yang digunakan untuk tahapan pemilu yang dilaksanakan KPU sebesar Rp9,4 triliun dan realisasi sebesar Rp13,9 triliun. Dari audit yang dilakukan BPK untuk tahun 2013 dari nilai sebesar Rp4,9 triliun tersebut sampel yang diperiksa lingkupnya 41,49%, yakni Rp2 triliun. Pada tahun 2014 mengambil sampel sebesar 46,13% dari total Rp9,4 triliun.
Jaditotalyang diperiksa sebesar Rp6,2 triliun dari Rp13 triliun atau dengan sampel pemeriksaan 44,50%. Dengan sampel sebesar itu BPK memiliki keyakinan yang memadai untuk mengambil kesimpulan atas objek yang sudah diperiksanya. Satu kerja yang diperiksa sebesar 531 satker dengan sampel yang diperiksa 181 sampel dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota di 33 provinsi.
Rahmat sahid/ dian ramdhani/ant
(ars)