Hakim MK Ini Ingin UU Perkawinan Soal Usia Nikah Direvisi

Jum'at, 19 Juni 2015 - 02:56 WIB
Hakim MK Ini Ingin UU Perkawinan Soal Usia Nikah Direvisi
Hakim MK Ini Ingin UU Perkawinan Soal Usia Nikah Direvisi
A A A
JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Kontitusi (MK) telah menolak permohonan uji materi Undang-undang (UU) Nomor 1 tahun 1974 Pasal 7 Ayat (1) dan (2) tentang batas usia pernikahan bagi perempuan.

Dari sembilan hakim MK, satu hakim perempuan yakni Maria Farida Indrati memberi pertimbangan berbeda (disentting opinion) terkait materi permohonan tersebut.

Maria membela, selayaknya permohonan pemohon dikabulkan mengingat usia perkawinan bagi perempuan memiliki implikasi terhadap banyak aspek. Menurutnya, aspek psikologis dan ekonomis saja tidak cukup jika tidak memperhatikan aspek kesehatan.

Dia mengatakan, perkawinan secara garis besar dimaksudkan karena ada ikatan lahir dan batin untuk mencapai kesejahteraan spiritual.

"Perkawinan amat tidak dapat lepas dari kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat. Namun negara harus menjamin setiap aspek terhadap perempuan," ucap Maria saat membacakan disentting opinion, di MK, Jakarta, Kamis 18 Juni 2015.

Maria menambahkan, berdasarkan aspek di atas, maka perlu UU Perkawinan tentang batas usia perempuan, bisa dilakukan perubahan yang menghapus kerugian hak konstitusi perempuan sebagai warga negara.

"Saya berpendapat agar permohonan pemohon adalah konstitusional, seharusnya mahkamah mengabulkan permohonan tersebut," jelasnya.

Seperti diketahui, permohonan uji materi Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (1) dan (2) tentang batas usia pernikahan dimohonkan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan dan juga oleh Indri Oktaviani, FR Yohana Tatntiana W, Dini Anitasari, Sa’baniah, Hidayatut Thoyyibah, Ramadhaniati, dan Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA).

Adapun, Ayat 1 pasal tersebut berbunyi "Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun."‬

‪Sementara Ayat 2 berbunyi "Dalam hal penyimpangan dalam Ayat 1, pasal ini dapat minta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita."‬

‪Pemohon berpendapat, aturan tersebut telah melahirkan banyak praktik perkawinan anak, khususnya anak perempuan sehingga mengakibatkan perampasan hak-hak anak, terutama hak untuk tumbuh dan berkembang. Mereka mengacu pada Pasal 28B dan Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945.‬

‪Masalah lain, aturan itu dinilai mengancam kesehatan reproduksi dan menimbulkan masalah terkait pendidikan anak. Selain itu, menurut pemohon, adanya pembedaan batas usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan telah menimbulkan diskriminatif.

Pilihan:

Pemerintah akhirnya tetapkan besaran biaya nikah
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6939 seconds (0.1#10.140)