Ketika Jurnalis Digembleng dengan Cara TNI

Senin, 15 Juni 2015 - 10:03 WIB
Ketika Jurnalis Digembleng...
Ketika Jurnalis Digembleng dengan Cara TNI
A A A
KARAWANG - Dentuman meriam dan rentetan suara tembakan senapan otomatis membangunkan puluhan jurnalis yang tengah terlelap di barak TNI. Saat itu, jarum jam masih menunjukkan angka 03.00 WIB.

Para jurnalis yang masih dalam kondisi setengah tidur, lari tergopoh-gopoh menuju lapangan terbuka. Mereka langsung mengambil posisi tiarap. “Darurat, darurat, darurat!” pekik mereka.

Itulah sedikit gambaran latihan kedaruratan bagi jurnalis di Detasemen Pemeliharaan Daerah Latihan (Denharrahlat) Kostrad Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat. Latihan yang berlansung sejak Kamis 11 Juni hingga Sabtu 13 Juni ini difasilitasi oleh Mabes TNI bekerjasama dengan Kostrad. Ada 87 jurnalis baik dari media cetak, televisi, radio, maupun online mengikuti latihan ini.

Menurut Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, latihan kedaruratan ini diadakan untuk melatih kepekaan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi para jurnalis saat melakukan peliputan di daerah rawan. Salah satunya di daerah konflik atau perang.

"Kalau memiliki tugas di daerah tidak aman, daerah pertempuran maka perlu memahami situasi daerah pertempuran, bagaimana caranya memahami cuaca medan dan musuh ketika bertikai. Dari situ kita akan menyiapkan diri dengan baik," kata Moeldoko saat membuka pelatihan, Jumat 12 Juni 2015.

Moeldoko menuturkan, setiap jurnalis sangat mungkin ditugaskan meliput di wilayah yang memiliki risiko tinggi. Karenanya, jurnalis perlu diperkenalkan dengan ciri-ciri daerah operasi militer.

"Saat betugas di daerah operasi militer, ingat cumemu: cuaca, medan dan musuh. Sifatnya selalu berubah, memiliki speed yang tinggi, complexity, dan penuh dengan kejutan."

"Dalam situasi pertempuran di mana hati, pikiran, perasaan menjadi hilang oleh para pelaku dan kombatan. Maka yang terjadi adalah pengabaian atas hukum humaniter. Akibatnya maka yang terjadi adalah sulit membedakan antara kombatan dan nonkombatan dan semua dianggap sasaran, ingat itu," imbuh Jenderal TNI bintang empat ini.

Dalam latihan kedaruratan ini, para jurnalis dibekali dengan pengetahuan menghadapi situasi darurat. Mulai dari sikap saat terjadi kondisi darurat, seperti saat mendengar suara bom atau tembakan, cara berlindung yang tepat, serta kepekaan pada alam sekitar.

Tak hanya itu, para jurnalis juga diberi materi navigasi darat, pengetahuan melintasi daerah bahaya, mengesan dan menghilangkan jejak, menaksir arah dan jarak tembakan, serta cakra malam. Para pelatih dari Kostrad Sanggabuana juga mengajarkan bagaimana cara bertahan hidup di hutan serta praktik menembak menggunakan senapan serbu jarak 30 meter.

Sejumlah materi tersebut disampaikan dan diaplikasikan oleh para jurnalis dalam suasana disiplin ketat ala militer. Latihan fisik semi militer juga diterapkan bagi para jurnalis yang dikarantina di markas Kostrad Sanggabuana.

Dentuman meriam dan suara tembakan senapan mesin di pagi buta, menjadi alarm bagi para jurnalis. Pada saat bersamaan, para pelatih meniup peluit tiga kali, tanda bahaya. “Pritttt! Pritttt! Prittt! Darurat! Darurat!”

Mendengar kode bahaya, para jurnalis segera memakai seragam dan berhamburan keluar dari barak. Pada hitungan kesepuluh, mereka harus berada di titik evakuasi dengan cara tiarap dan berguling guna menghindari peluru. Saat kondisi sudah aman, pelatih akan meniup peluit dua kali sebagai tanda bagi peserta untuk mengurangi kesiagaannya.

Shock therapy di pagi buta itu selanjutnya disusul dengan acara senam pagi, ibadah, bersih diri serta penyampaian materi. Seluruh materi bersifat teori sekaligus praktik, disampaikan secara maraton melalui sejumlah pos.

Para jurnalis harus berjalan naik turun bukit menyusuri hutan dan sungai untuk menerima materi dari pelatih di pos tertentu. Aktifitas fisik semi militer yang dimulai sejak pukul 03.00 WIB hingga 23.00 WIB itu memang cukup berat bagi warga sipil.

“Disiplinnya luar biasa. Saya harus menahan ke kamar kecil selama berjam-jam lantaran mendengar suara bom dan tembakan. Mau merokok juga tidak bisa, seluruhnya disita. Disiplin keras mendidiknya,” ujar Syamsul, salah satu peserta yang merupakan reporter media online.

Namun demikian, gemblengan selama tiga hari dua malam dari para pelatih, dapat menjadikan para jurnalis menjadi lebih disiplin, menghargai waktu, setia kawan, serta tangguh dan siap meliput di wilayah rawan.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1298 seconds (0.1#10.140)