Tol Merajut Indonesia
A
A
A
Belakangan ini perkembangan pembangunan infrastruktur Indonesia mulai menunjukkan geliat yang melegakan.
Beberapa proyek infrastruktur yang bertahun-tahun dibangun, mulai terlihat wujudnya. Terakhir, tol Cikampek-Palimanan hampir selesai pembangunan fisiknya dan akan segera beroperasi sebelum Lebaran tahun ini. Sebelumnya awal tahun, rakyat dibuat bekernyit dahi demi melihat puluhan groundbreaking proyek infrastruktur yang dilakukan pemerintahan Jokowi, namun tidak kunjung berjalan.
Pemerintah dikejar target pembangunan infrastruktur yang menjadi salah satu janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Sudah sejak lama resep pembangunan infrastruktur sebagai sarana pendorong pertumbuhan ekonomi diyakini oleh pemerintah negeri ini.
Namun sayangnya, pembangunan infrastruktur seperti jalan di tempat, sementara ekonomi sudah berlari cepat. Alhasil, sekarang infrastruktur justru yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi negeri ini. Misalnya infrastruktur jalan raya yang buruk menyebabkan ekonomi biaya tinggi, dengan persentase biaya transportasi dalam ongkos produksi sangat besar.
Dalam konteks ini, kita wajib berkiblat kepada Amerika Serikat dan China yang sukses membangun infrastrukturnya sebagai sarana pendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu yang menarik adalah pembangunan jalan bebas hambatan (highway/expressway). Pada 1989, tidak ada sejengkal pun jalan bebas hambatan di China (highway/expressway).
Namun, visi pembangunan yang agresif dan keterbukaan ekonomi yang tinggi membuat China menjadi salah satu negeri dengan laju pembangunan jalan tol tercepat di dunia. Pada 2009, China sudah memiliki 80.000 km jalan bebas hambatan. Amerika Serikat juga melalui pengalaman yang sama, walaupun tidak dengan ritme sekencang China.
Pembangunan highway di Negeri Paman Sam ini selalu menjadi salah satu cerita pembuka bagaimana industrialisasi berjalan jauh lebih kencang di negara industrialis ini. AS mulai membangun highway-nya pada 1955 dan pada 1980 sudah terbentang 70.000 km highway. Jika kita tidak punya jaringan jalan bebas hambatan yang mencukupi maka pembangunan akan sangat terkonsentrasi, sehingga pemerataan pembangunan tak bisa terwujud.
Untuk saat ini, jalan tol Trans-Jawa sendiri direncanakan akan meliputi beberapa ruas tol yang akan memperlancar jalur distribusi di Pulau Jawa, yaitu: Merak-Jakarta (98 km), Jakarta-Cikampek (72 km), Cikampek-Palimanan (115 km), Palimanan-Kanci (26 km), Kanci- Pejagan (35 km), Pejagan-Pemalang (57 km), Pemalang-Batang (39 km), Batang-Semarang (75 km), Semarang-Solo (73 km), Solo- Ngawi (90 km), Ngawi-Kertosono (87 km), Kertosono-Mojokerto (41 km), serta Mojokerto-Surabaya (36 km).
Selain itu, ada beberapa tol dalam kota dan antarkota di Pulau Jawa. Pemerintah juga punya rencana untuk membangun jalan tol Trans-Sumatera. Pada tahun 2012 dikatakan bahwa tol tersebut akan dibangun sepanjang 2.700 km dan dengan standar tahun itu akan menyedot Rp150 triliun.
Tentunya rencana ini akan sangat menarik dan dibandingkan menghabiskan dana, misalnya, untuk rencana Jembatan Selat Sunda yang diperkirakan akan menyedot Rp150-250 triliun dengan panjang jembatan 36 km. Pemerintah sebaiknya untuk saat ini, dengan kondisi anggaran yang terbatas, fokus membangun sarana penyeberangan Merak-Bakauheni saja.
Pembangunan sistem penyeberangan yang baik tentu akan menopang konsep poros maritim dunia yang juga sedang didorong pemerintahan Presiden Jokowi. Sayangnya, untuk pulau-pulau lain nasibnya kurang lebih sama dengan jalan tol Trans-Sumatera.
Jalan tol Trans-Kalimantan, Trans- Sulawesi, serta Trans-Papua ditargetkan pemerintahan Jokowi akan dibangun pada 2015 ini, namun seperti masih jauh panggang dari api. Jalan-jalan tol ini selain juga jalur laut dan udara akan merajut negeri ini menghubungkan Indonesia hingga setiap sudutnya.
Kecemburuan terhadap pembangunan Pulau Jawa yang gegap gempita akan sedikit demi sedikit terkikis. Para investor pun akan lebih nyaman untuk mengembangkan bisnisnya di luar Pulau Jawa.
Beberapa proyek infrastruktur yang bertahun-tahun dibangun, mulai terlihat wujudnya. Terakhir, tol Cikampek-Palimanan hampir selesai pembangunan fisiknya dan akan segera beroperasi sebelum Lebaran tahun ini. Sebelumnya awal tahun, rakyat dibuat bekernyit dahi demi melihat puluhan groundbreaking proyek infrastruktur yang dilakukan pemerintahan Jokowi, namun tidak kunjung berjalan.
Pemerintah dikejar target pembangunan infrastruktur yang menjadi salah satu janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Sudah sejak lama resep pembangunan infrastruktur sebagai sarana pendorong pertumbuhan ekonomi diyakini oleh pemerintah negeri ini.
Namun sayangnya, pembangunan infrastruktur seperti jalan di tempat, sementara ekonomi sudah berlari cepat. Alhasil, sekarang infrastruktur justru yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi negeri ini. Misalnya infrastruktur jalan raya yang buruk menyebabkan ekonomi biaya tinggi, dengan persentase biaya transportasi dalam ongkos produksi sangat besar.
Dalam konteks ini, kita wajib berkiblat kepada Amerika Serikat dan China yang sukses membangun infrastrukturnya sebagai sarana pendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu yang menarik adalah pembangunan jalan bebas hambatan (highway/expressway). Pada 1989, tidak ada sejengkal pun jalan bebas hambatan di China (highway/expressway).
Namun, visi pembangunan yang agresif dan keterbukaan ekonomi yang tinggi membuat China menjadi salah satu negeri dengan laju pembangunan jalan tol tercepat di dunia. Pada 2009, China sudah memiliki 80.000 km jalan bebas hambatan. Amerika Serikat juga melalui pengalaman yang sama, walaupun tidak dengan ritme sekencang China.
Pembangunan highway di Negeri Paman Sam ini selalu menjadi salah satu cerita pembuka bagaimana industrialisasi berjalan jauh lebih kencang di negara industrialis ini. AS mulai membangun highway-nya pada 1955 dan pada 1980 sudah terbentang 70.000 km highway. Jika kita tidak punya jaringan jalan bebas hambatan yang mencukupi maka pembangunan akan sangat terkonsentrasi, sehingga pemerataan pembangunan tak bisa terwujud.
Untuk saat ini, jalan tol Trans-Jawa sendiri direncanakan akan meliputi beberapa ruas tol yang akan memperlancar jalur distribusi di Pulau Jawa, yaitu: Merak-Jakarta (98 km), Jakarta-Cikampek (72 km), Cikampek-Palimanan (115 km), Palimanan-Kanci (26 km), Kanci- Pejagan (35 km), Pejagan-Pemalang (57 km), Pemalang-Batang (39 km), Batang-Semarang (75 km), Semarang-Solo (73 km), Solo- Ngawi (90 km), Ngawi-Kertosono (87 km), Kertosono-Mojokerto (41 km), serta Mojokerto-Surabaya (36 km).
Selain itu, ada beberapa tol dalam kota dan antarkota di Pulau Jawa. Pemerintah juga punya rencana untuk membangun jalan tol Trans-Sumatera. Pada tahun 2012 dikatakan bahwa tol tersebut akan dibangun sepanjang 2.700 km dan dengan standar tahun itu akan menyedot Rp150 triliun.
Tentunya rencana ini akan sangat menarik dan dibandingkan menghabiskan dana, misalnya, untuk rencana Jembatan Selat Sunda yang diperkirakan akan menyedot Rp150-250 triliun dengan panjang jembatan 36 km. Pemerintah sebaiknya untuk saat ini, dengan kondisi anggaran yang terbatas, fokus membangun sarana penyeberangan Merak-Bakauheni saja.
Pembangunan sistem penyeberangan yang baik tentu akan menopang konsep poros maritim dunia yang juga sedang didorong pemerintahan Presiden Jokowi. Sayangnya, untuk pulau-pulau lain nasibnya kurang lebih sama dengan jalan tol Trans-Sumatera.
Jalan tol Trans-Kalimantan, Trans- Sulawesi, serta Trans-Papua ditargetkan pemerintahan Jokowi akan dibangun pada 2015 ini, namun seperti masih jauh panggang dari api. Jalan-jalan tol ini selain juga jalur laut dan udara akan merajut negeri ini menghubungkan Indonesia hingga setiap sudutnya.
Kecemburuan terhadap pembangunan Pulau Jawa yang gegap gempita akan sedikit demi sedikit terkikis. Para investor pun akan lebih nyaman untuk mengembangkan bisnisnya di luar Pulau Jawa.
(ftr)