Ideologi Bangsa Bisa Minimalkan Peran ISIS
A
A
A
JAKARTA - Propaganda kelompok radikalisme Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) harus dihadapi dengan pemahaman tentang ideologi bangsa dan agama Islam yang benar.
Langkah itu harus dilakukan secara terus-menerus melalui berbagai lembaga dan unsur masyarakat, juga melalui teknologi, khususnya media internet atau dunia maya. ”ISIS itu adalah rekayasa dan itu dikendalikan oleh kekuatan tertentu yang bertujuan merusak umat Islam. Sebenarnya mereka tidak memiliki jaringan tertentu di Indonesia.
Mereka hanya punya ideologi dan memegang kunci negara Islam dan hijrah,” papar Ketua Kajian Islam dan Timur Tengah Universitas Indonesia (UI) Muhammad Lutfi seusai memberikan paparannya pada Seminar Nasional ”Radikalisme Agama dalam Perspektif Global dan Nasional” di Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, kemarin.
Untuk mencegah penyebaran ISIS di Indonesia, lanjut Lutfi, pemerintah harus memiliki program, terutama untuk memperketat WNI ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah. Kemudian juga para ulama di Indonesia diberi wawasan tentang aktivitas gerakan radikalisme atau ISIS di dunia internasional.
Di tempat yang sama, PhD Candidate dari Deakin University Melbourne, Badrus Sholeh mengungkapkan, ISIS di Indonesia itu adalah gabungan dari beberapa kelompok radikalisme sebelumnya, yaitu JI, JAT, Mujahidin Indonesia Timur, dan lain-lain. Fakta itulah yang membuat ISIS cukup mudah menyusup ke masyarakat sampai mereka berhasil memberangkatkan ratusan orang ke Suriah dengan dalih jihad.
Sementara itu, Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Dr Irfan Idris mengungkapkan ISIS adalah bungkus baru dari gerakangerakan radikalisme terdahulu seperti JI dan JAT. Untuk itu, BNPT terus menggalakkan upaya untuk meredam mereka dengan program kontraideologi, kontranarasi, kontra terhadap radikalisme, dan kontra terhadap propaganda.
”Kita tidak boleh lemah menghadapi mereka karena radikalisme itu sangat berbahaya. Ada banyak jalan menuju Roma yang mereka lakukan untuk mencapai tujuannya. Negara harus kuat, karena penyakit radikalisme yang menjual agama, membuat negara itu chaos . Itu penyakit. Itu ISIS, bukan negara. Sama dengan penyakit, kalau kita drop, akan masuk,” tandas Irfan Idris.
Alfian faizal
Langkah itu harus dilakukan secara terus-menerus melalui berbagai lembaga dan unsur masyarakat, juga melalui teknologi, khususnya media internet atau dunia maya. ”ISIS itu adalah rekayasa dan itu dikendalikan oleh kekuatan tertentu yang bertujuan merusak umat Islam. Sebenarnya mereka tidak memiliki jaringan tertentu di Indonesia.
Mereka hanya punya ideologi dan memegang kunci negara Islam dan hijrah,” papar Ketua Kajian Islam dan Timur Tengah Universitas Indonesia (UI) Muhammad Lutfi seusai memberikan paparannya pada Seminar Nasional ”Radikalisme Agama dalam Perspektif Global dan Nasional” di Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, kemarin.
Untuk mencegah penyebaran ISIS di Indonesia, lanjut Lutfi, pemerintah harus memiliki program, terutama untuk memperketat WNI ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah. Kemudian juga para ulama di Indonesia diberi wawasan tentang aktivitas gerakan radikalisme atau ISIS di dunia internasional.
Di tempat yang sama, PhD Candidate dari Deakin University Melbourne, Badrus Sholeh mengungkapkan, ISIS di Indonesia itu adalah gabungan dari beberapa kelompok radikalisme sebelumnya, yaitu JI, JAT, Mujahidin Indonesia Timur, dan lain-lain. Fakta itulah yang membuat ISIS cukup mudah menyusup ke masyarakat sampai mereka berhasil memberangkatkan ratusan orang ke Suriah dengan dalih jihad.
Sementara itu, Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Dr Irfan Idris mengungkapkan ISIS adalah bungkus baru dari gerakangerakan radikalisme terdahulu seperti JI dan JAT. Untuk itu, BNPT terus menggalakkan upaya untuk meredam mereka dengan program kontraideologi, kontranarasi, kontra terhadap radikalisme, dan kontra terhadap propaganda.
”Kita tidak boleh lemah menghadapi mereka karena radikalisme itu sangat berbahaya. Ada banyak jalan menuju Roma yang mereka lakukan untuk mencapai tujuannya. Negara harus kuat, karena penyakit radikalisme yang menjual agama, membuat negara itu chaos . Itu penyakit. Itu ISIS, bukan negara. Sama dengan penyakit, kalau kita drop, akan masuk,” tandas Irfan Idris.
Alfian faizal
(bbg)