Polisi Dalami Peran Ibu Angkat Angeline

Jum'at, 12 Juni 2015 - 09:20 WIB
Polisi Dalami Peran...
Polisi Dalami Peran Ibu Angkat Angeline
A A A
DENPASAR - Polisi terus menelusuri kasus pembunuhan sadis terhadap Angeline, bocah 8 tahun asal Sanur, Bali. Sejumlah saksi diperiksa intensif, termasuk ibu angkat korban, Margareith Megawe.

Berdasarkan hasil tes kejiwaan, Margareith diketahui memiliki ciri-ciri psikopat. Psikiater Lely Setyawati yang melakukan tes psikologis atas permintaan Polresta Denpasar menyatakan bahwa kebiasaan ibu angkat Angeline marahmarah, keras, bahkan mengusir orangorang yang datang ke rumahnya memperkuat gejala tersebut.

Dia menjelaskan, pemeriksaan kejiwaan pada Rabu (10/6) mengindikasikan bahwa Margareith sosok wanita maskulin yang dominan, penuh amarah, agresif, sadisme, paranoid, dan over-agrresion. ”Semua sangat sesuai untuk profil seorang psikopat. Berkasberkas itu sudah diserahkan kepada pihak Polresta Denpasar,” ujarnya di Denpasar, Bali, kemarin.

Dia melanjutkan, meski pada pemeriksaan itu Margareith sering memberikan keterangan yang berubah-ubah, Lely tak mau menyebutkan gamblang bahwa yang bersangkutan mengalami gangguan jiwa. ”Maka dari itu perlu dievaluasi dan ada tes psikologis lagi. Baru kita bisa menetapkan apakah dia sakit atau bagaimana,” katanya.

Merespons laporan tes psikologis itu, Kapolresta Denpasar Kombes Pol Anak Agung Made Sudana menegaskan bahwa sejauh ini belum ditemukan adanya bukti keterlibatan Margareith dalam kasus pembunuhan Angeline. ”Tidak ada. Tidak terlibat,” tegas Sudana di Markas Polresta Denpasar, Bali, kemarin. Menurutnya, polisi telah memeriksa orang-orang yang dicurigai. Hanya sejauh ini memang baru satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Agustinus Tai Andamai, pembantu rumah tangga.

”Sekarang kalau saya (tetapkan) sebagai tersangka, siapa (juga) korbannya? Kan akibat matinya Angeline tidak ada andil Margareith. Sidik jari juga tidak ada. Komando juga tidak ada,” kata Sudana. Angeline ditemukan tewas dengan luka di sekujur tubuh, Rabu (10/6), setelah dilaporkan hilang pada 16 Mei 2015. Jasad siswa kelas 2 SDN 12 Kesiman, Sanur, itu dikubur di pekarangan rumah Margareith, Jalan Sedap Malam, Denpasar, tepatnya di bawah kandang ayam.

Angeline dihabisi dengan cara sadis. Kepalanya mengalami perdarahan dalam akibat benturan keras ke lantai. Sejumlah luka terdapat di tubuhnya. Anak adopsi di keluarga itu juga diduga mengalami kekerasan seksual sebelum dibunuh. Kesimpulan polisi tentang tidak adanya keterlibatan Margareith dianggap terburu-buru. Aktivis perlindungan perempuan dan anak di Bali, Siti Supura, sebelumnya menyatakan tersangka Agus pernah mengaku bahwa dia mengubur Angeline atas perintah Margareith.

Kapolda Bali Irjen Pol Ronny F Sompie meminta publik tak meragukan penyidikan. Polisi terus menggali informasi dan mencari bukti-bukti untuk mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab dalam peristiwa pembunuhan sadis ini. ”Kami masih mengkaji apakah ada hal lain yang bisa kami jadikan alasan untuk kita meminta pertanggungjawaban,” kata Ronny dalam keterangan persnya di Mapolresta Denpasar.

Disinggung mengenai sikap keluarga Margareith yang menutup diri bahkan cenderung tak kooperatif terhadap polisi, termasuk kepada dua menteri yang mendatangi rumahnya, Ronny menyatakan bahwa hal itu memberikan indikasi atau kecurigaan tertentu. Namun, tegas Ronny, polisi tidak bisa menjerat tersangka hanya berdasarkan kecurigaan, melainkan dengan bukti permulaan yang cukup.

”Pemeriksaan dalam rangkaian penyidikan baru berumur satu hari lebih sehingga kalau kami melihat penyidik belum bisa menyimpulkan adanya tersangkalain, itu bagian yangt erus kami perjuangkan untuk proses penyidikan,” ujar mantan Kadiv Humas Mabes Polri itu. Dia memastikan bahwa Margareith, 2 kakak angkat Angeline, 2 penghuni kos, dan petugas satpam setempat masih diperiksa polisi. ”Penyidik memang sempat membolehkan ibu dan kakak angkat korban pulang ke rumah setelah pemeriksaan hingga dini hari, tetapi hari ini (kemarin) dipanggil lagi dan saat ini masih diperiksa,” tegas Ronny.

Rekonstruksi

Untuk membongkar kasus pembunuhan Angeline, aparat Polresta Denpasar kemarin menggelar prarekonstruksi dengan mendatangkan tersangka Agus ke lokasi pembunuhan sekitar pukul 10.30 Wita. Kedatangan Agus memancing amarah warga. Ratusan orang yang geram dengan pembunuhan sadis itu dan mencoba merangsek ke arah polisi. Namun upaya itu tak berhasil karena Agus dikawal ketat petugas.

Warga yang emosi pun melontarkan caci maki kepada pria asal Sumba, Nusa Tenggara Timur itu. Agus lantas digelandang memasuki rumah melalui pintu samping dan langsung melakukan adegan prarekonstruksi. ”Prarekonstruksi itu untuk membuat lebih terang apa yang dilakukan oleh Agus sampai terjadi seperi sekarang ini,” ujar Agung Sudana. Keseluruhan terdapat 18 adegan yang diperankan Agus selama 1,5 jam.

Dalam prarekonstruksi ini diketahui Agus menghabisi nyawa bocah itu pada adegan ketujuh hingga kesembilan. Sementara itu tim Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, mengaku kesulitan untuk mengungkap dugaan tindakan kekerasan seksual pada Angeline berkaitan dengan kondisi jenazah.

”Ada dua hal yang menyulitkan pihak forensik, yaitu kondisi fisik jenazah sudah membusuk dan waktu terjadinya kekerasan,” kata Kepala SMF Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Ida Bagus Putu Alit. Menurut dia, untuk mendalami kasus kekerasan seksual dibutuhkan uji laboratorium terhadap sampel korban. Sampel itu telah diambil dan sedang diperiksa.

Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Dudut Rustyadi mengakui pemeriksaan sampel tidak dapat dilakukan karena jenazah sudah lebih dari tujuh hari. ”Karena kondisinya sudah membusuk agak sulit untuk diidentifikasi,” ujarnya. Duka atas kematian Angeline merebak ke seluruh penjuru negeri. Sebagai bentuk keprihatinan dan simpati digelar gerakan Seribu Lilin untuk Anak IndonesiadiBundaranHI, Jakarta, tadi malam.

Sejumlah tokoh hadir dalam acara itu, antara lain anggota Komisi VIII DPR Mamam Imanulhaq. Menurut dia, pembunuhan pada Angeline adalah aksi biadab yang harus dihukum seberat-beratnya. ”Seandainya Angeline adalah anak kita, orang terdekat kita, tentu penyiksaan yang dilakukan orang biadab tersebut menyakitkan kita,” kata Maman.

Dia juga mengajak seluruh peserta aksi untuk berdoa bersama untuk Angeline dan anakanak Indonesia. Di Solo, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku sangat bersedih atas kematian Angeline. Wapres berharap polisi dapat mengungkap tuntas kasus tersebut. Adapun pelaku dapat dihukum setimpal.

Sistem Adopsi

Anggota Satuan Tugas Perlindungan Anak Dewi Motik mendorong kasus pembunuhan Angeline dijadikan momentum untuk mengangkat isu perlindungan anak agar mendapat perhatikan serius dari pemerintah. Dewi mengaku miris melihat fenomena adopsi di Indonesia. Menurut dia, banyak keluarga atau orang tua kandung yang justru bangga ketika anaknya diadopsi oleh keluarga lain dengan harapan anaknya bisa hidup lebih bahagia.” B

oro-boro bahagia dan dapat warisan, yang terjadi justru kekerasan yang berujung kematian,” katanya. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, kekerasan terhadap anak bisa terjadi karena beberapa faktor seperti keberadaan anak tidak dikehendaki. Perilaku orang dewasa yang menganggap bisa menguasai anak dan memandang bahwa anak adalah miliknya juga bisa menjadi penyebab.

Menurut dia kekerasan bisa mencakup fisik, psikis, dan penelantaran. Untuk kekerasan fisik antara lain berupa pemukulan yang melukai tubuh hingga kekerasan seksual. Adapun kekerasan psikis mulai dari cemoohan hingga perlakuan diskriminatif. Sementara penelantaran adalah kondisi di mana seorang anak tidak diurus oleh orang tuanya. Arist mengatakan, dari 2010 sampai 2014 tercatat ada 21.689.797 kasus kekerasan menimpa anak-anak. Sebanyak 58% dari kasus itu merupakan kejahatan seksual.

Miftachul chusna/ ridwansyah /khoirul muzakki/sindonews/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0780 seconds (0.1#10.140)