Bersatu Mendukung Negeri
A
A
A
Hari lahir Pancasila kembali kita peringati pada 1 Juni lalu, ingatan kita tentu kembali menerawang pada 70 tahun lalu, saat kata Pancasila mulai diperkenalkan.
Sepanjang perjalanan itu, nilai-nilai Pancasila bisa kita jabarkan implementasinya dalam luasnya keseharian kita. Nilai kereligiusan masih tetap kita pegang, pembuktian bahwa negara Indonesia bukan negara sekuler masih dapat kita lihat. Namun melihat implementasi sila-sila selanjutnya yang seharusnya dijiwai oleh implementasi sila pertama, masih perlu kita evaluasi.
Bagaimanapun, di balik perbedaan keyakinan, nilai penghargaan terhadap masing-masing hak warga negara tetap harus kita junjung. Biarkan mereka mempercayai apa yang mereka yakini asal tidak berseberangan dengan nilai normatif yang telah kita anut. Memang benar bahwa Indonesia mulai berubah, kesederhanaan telah berubah melalui peran kecanggihan teknologi yang kemudian memberikan kemudahan serta menunjang aktivitas demi kemajuan bangsa.
Benar bahwa kita membutuhkan teknologi itu agar tidak tertinggal, tapi juga tetap harus meningkatkan kualitas diri agar tidak sekadar menjadi konsumen dan terjajah secara halus dari negara lain. Mengapa kita begitu bangga akan pemakaian suatu merek luar. Bukankah seharusnya kita turut bersatu dalam kerendahan hati tanpa mencemooh produk dalam negeri dan mendukung negeri?
Mengapa kita begitu pesimistis dengan negara kita sendiri? Siapa lagi yang akan membantu, saat kita membiarkan saudara kita berjuang sendirian melawan beratnya arus pasar bebas? Karena bangsa asinglah yang akan menuai hasil saat kita berhasil mereka perbudak. Hukum di Indonesia juga lebih berkembang. Lembaga negara lebih tertata dan letaknya sejajar, namun mereka tetap harus melihat arti penting sila keempat dapat dilihat dari proses penyelenggaraan negara.
Perlu peran kita sebagai warga negara untuk mengawasi, perlu ada kesadaran bagi rezim yang sedang berkuasa untuk memberikan bukti. Musyawarah untuk mencapai kemaslahatan memang tidak mudah, perlu pikiran yang kuat, waktu yang lebih lama, dan tenaga bahkan biaya yang tak sedikit pula. Namun, di situlah letak esensinya. Pengharapan kebijakan yang menguntungkan rakyat kecil juga sangat diinginkan.
Penanganan ekonomi perlu diperhatikan agar nilai sila kelima dapat segera terlihat perwujudannya, agar isi sila tidak berubah menjadi ”keadilan sosial bagi seluruh (wakil) rakyat Indonesia”.
Qori Handayani
Mahasisiw Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Anggota LinkDeham (Lingkar Kajian demokrasi dan Hak Asasi Manusia) Universitas Negeri Yogyakarta
Sepanjang perjalanan itu, nilai-nilai Pancasila bisa kita jabarkan implementasinya dalam luasnya keseharian kita. Nilai kereligiusan masih tetap kita pegang, pembuktian bahwa negara Indonesia bukan negara sekuler masih dapat kita lihat. Namun melihat implementasi sila-sila selanjutnya yang seharusnya dijiwai oleh implementasi sila pertama, masih perlu kita evaluasi.
Bagaimanapun, di balik perbedaan keyakinan, nilai penghargaan terhadap masing-masing hak warga negara tetap harus kita junjung. Biarkan mereka mempercayai apa yang mereka yakini asal tidak berseberangan dengan nilai normatif yang telah kita anut. Memang benar bahwa Indonesia mulai berubah, kesederhanaan telah berubah melalui peran kecanggihan teknologi yang kemudian memberikan kemudahan serta menunjang aktivitas demi kemajuan bangsa.
Benar bahwa kita membutuhkan teknologi itu agar tidak tertinggal, tapi juga tetap harus meningkatkan kualitas diri agar tidak sekadar menjadi konsumen dan terjajah secara halus dari negara lain. Mengapa kita begitu bangga akan pemakaian suatu merek luar. Bukankah seharusnya kita turut bersatu dalam kerendahan hati tanpa mencemooh produk dalam negeri dan mendukung negeri?
Mengapa kita begitu pesimistis dengan negara kita sendiri? Siapa lagi yang akan membantu, saat kita membiarkan saudara kita berjuang sendirian melawan beratnya arus pasar bebas? Karena bangsa asinglah yang akan menuai hasil saat kita berhasil mereka perbudak. Hukum di Indonesia juga lebih berkembang. Lembaga negara lebih tertata dan letaknya sejajar, namun mereka tetap harus melihat arti penting sila keempat dapat dilihat dari proses penyelenggaraan negara.
Perlu peran kita sebagai warga negara untuk mengawasi, perlu ada kesadaran bagi rezim yang sedang berkuasa untuk memberikan bukti. Musyawarah untuk mencapai kemaslahatan memang tidak mudah, perlu pikiran yang kuat, waktu yang lebih lama, dan tenaga bahkan biaya yang tak sedikit pula. Namun, di situlah letak esensinya. Pengharapan kebijakan yang menguntungkan rakyat kecil juga sangat diinginkan.
Penanganan ekonomi perlu diperhatikan agar nilai sila kelima dapat segera terlihat perwujudannya, agar isi sila tidak berubah menjadi ”keadilan sosial bagi seluruh (wakil) rakyat Indonesia”.
Qori Handayani
Mahasisiw Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Anggota LinkDeham (Lingkar Kajian demokrasi dan Hak Asasi Manusia) Universitas Negeri Yogyakarta
(ftr)