DPR Sebut Rotasi Tri Matra TNI Minimalisir Kegaduhan
A
A
A
JAKARTA - Komisi I DPR menilai rotasi tri matra yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU), dan Angkatan Laut (AL) dalam pemilihan Panglima TNI dapat meminimalisir potensi kegaduhan antar matra. Dan sistem ini telah teruji di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
"Undang Undang TNI menyatakan dapat bergantian, spiritnya untuk menghilangkan dominasi satu angkatan dengan angkatan lain. Apalagi, dengan konsep tri matra terpadu semua angkatan punya posisi dan kemampuan yang sama," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, Seni (8/6/2015).
Mahfudz menjelaskan, pada pemerintahan Gus Dur sudah memulai tradisi rotasi antar matra dalam pergantian Panglima TNI, dan faktanya tradisi tersebut telah sukses. Karena, dengan melakukan rotasi tidak ada gejolak ataupun masalah yang timbul dalam pemilihan Panglima TNI.
"Spiritnya begitu memang (tradisi rotasi dipertahankan). Kalau kalimat dari UU itu kan dapat, artinya ya boleh dijalanin juga boleh tidak," jelas Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PKS itu.
Namun, lanjut Mahfudz, dirinya tidak ingin mendorong apakah presiden perlu melakukan rotasi atau tidak.
Yang jelas, UU TNI jelas menyebutkan bahwa Panglima TNI dapat dipilih secara bergiliran, dan jika melihat semangat UU TNI itu maka tentunya presiden dapat memahami maksud dari dibuatnya poin itu dalam UU.
"Tadi saya katakan, saya sampaikan di depan panglima dan kastaf bahwa pergantian ini tidak gaduh," tegasnya.
Selain itu, Mahfudz sebagai perwakilan DPR meminta agar dalam pergantian Panglima TNI saat ini tidak akan diwarnai dengan kegaduhan apapun sebagaimana yang terjadi pada pergantian Kapolri kemarin.
Termasuk juga kegaduhan yang ditimbulkan oleh keputusan presiden pasca persetujuan Komisi I DPR. Dan Panglima TNI pun mengingkan hal yang sama dalam pergantian Panglima TNI kali ini. "Ya harus (kalau sudah disetujui DPR, Presiden akan melantik)," ujar Mahfudz.
Lebih dari itu, Mahfudz menjelaskan, jika melihat tantangan ketahanan Indonesia ke depan maka diperlukan penguatan di laut dan udara karena, di darat sudah relatif cukup.
Sehingga, Panglima TNI haruslah orang yang dapat memperkuat pertahanan udara dan laut. Tapi, seorang Kastaf seharusnya bukan hanya berpikir sektoral angkatan yang dipimpin, tapi dia sudah berpikir tri matra TNI.
"Misalnya, Kastaf AU dia menguasai konsep pertahanan laut dan darat. Begitupun dengan Kastaf AL demikian. Jadi tidak ada perbedaan," paparnya.
Mahfudz juga menambahkan, mengingat pengganti Panglima TNI sudah harus ada sebelum Agustus 2015 dan DPR yang akan memasuki masa reses pada awal Juli, maka Presiden sebaiknya sudah harus memasukan calon Panglima TNI selambat-lambatnya pada akhir Juni 2015. Kemudian, DPR akan membahas prosedur dan mekanisme pemilihannya.
"Prosedur dan mekanisme akan kita lakukan segera setelah presiden menyampaikan. Ya mungkin-mungkin saja kalau memasukan usulan Komnas HAM dan juga masukan KPK," pungkasnya.
"Undang Undang TNI menyatakan dapat bergantian, spiritnya untuk menghilangkan dominasi satu angkatan dengan angkatan lain. Apalagi, dengan konsep tri matra terpadu semua angkatan punya posisi dan kemampuan yang sama," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, Seni (8/6/2015).
Mahfudz menjelaskan, pada pemerintahan Gus Dur sudah memulai tradisi rotasi antar matra dalam pergantian Panglima TNI, dan faktanya tradisi tersebut telah sukses. Karena, dengan melakukan rotasi tidak ada gejolak ataupun masalah yang timbul dalam pemilihan Panglima TNI.
"Spiritnya begitu memang (tradisi rotasi dipertahankan). Kalau kalimat dari UU itu kan dapat, artinya ya boleh dijalanin juga boleh tidak," jelas Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PKS itu.
Namun, lanjut Mahfudz, dirinya tidak ingin mendorong apakah presiden perlu melakukan rotasi atau tidak.
Yang jelas, UU TNI jelas menyebutkan bahwa Panglima TNI dapat dipilih secara bergiliran, dan jika melihat semangat UU TNI itu maka tentunya presiden dapat memahami maksud dari dibuatnya poin itu dalam UU.
"Tadi saya katakan, saya sampaikan di depan panglima dan kastaf bahwa pergantian ini tidak gaduh," tegasnya.
Selain itu, Mahfudz sebagai perwakilan DPR meminta agar dalam pergantian Panglima TNI saat ini tidak akan diwarnai dengan kegaduhan apapun sebagaimana yang terjadi pada pergantian Kapolri kemarin.
Termasuk juga kegaduhan yang ditimbulkan oleh keputusan presiden pasca persetujuan Komisi I DPR. Dan Panglima TNI pun mengingkan hal yang sama dalam pergantian Panglima TNI kali ini. "Ya harus (kalau sudah disetujui DPR, Presiden akan melantik)," ujar Mahfudz.
Lebih dari itu, Mahfudz menjelaskan, jika melihat tantangan ketahanan Indonesia ke depan maka diperlukan penguatan di laut dan udara karena, di darat sudah relatif cukup.
Sehingga, Panglima TNI haruslah orang yang dapat memperkuat pertahanan udara dan laut. Tapi, seorang Kastaf seharusnya bukan hanya berpikir sektoral angkatan yang dipimpin, tapi dia sudah berpikir tri matra TNI.
"Misalnya, Kastaf AU dia menguasai konsep pertahanan laut dan darat. Begitupun dengan Kastaf AL demikian. Jadi tidak ada perbedaan," paparnya.
Mahfudz juga menambahkan, mengingat pengganti Panglima TNI sudah harus ada sebelum Agustus 2015 dan DPR yang akan memasuki masa reses pada awal Juli, maka Presiden sebaiknya sudah harus memasukan calon Panglima TNI selambat-lambatnya pada akhir Juni 2015. Kemudian, DPR akan membahas prosedur dan mekanisme pemilihannya.
"Prosedur dan mekanisme akan kita lakukan segera setelah presiden menyampaikan. Ya mungkin-mungkin saja kalau memasukan usulan Komnas HAM dan juga masukan KPK," pungkasnya.
(nag)