Hilangnya Jati Diri Bangsa
A
A
A
Masyarakat Indonesia yang terkenal dengan sikap ramahtamahnya kini hampir kehilangan jati diri.
Berbagai peristiwa kekerasan—mulai dari maraknya bentrok antarkampung, tawuran pelajar hingga aksi kekerasan lain yang terjadi di antara kita sendiri—seolah menjadi hal yang biasa terjadi di sekitar kita. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah bangsa ini sedang ”sakit”?
Pertanyaan-pertanyaan itu tentu memerlukan kontemplasi yang mendalam untuk menemukan jawaban yang tepat. Namun berbagai kejadian kekerasan ini memang harus segera diakhiri. Bayangkan hampir setiap hari kita mendengar berita kekerasan yang seharusnya tidak perlu terjadi karena bisa diantisipasi. Apalagi kalau ditelusuri penyebabnya hanya masalah yang sepele.
Misalnya saja, hanya karena senggolan, terjadi aksi baku hantam. Fenomena yang tak kalah menyedihkan adalah masih maraknya tawuran pelajar atau bentrok antarkampung. Ironisnya, hal itu terjadi di Jakarta yang notabene masyarakatnya lebih berpendidikan.
Itu contoh fenomena yang terjadi di tingkat masyarakat bawah. Di tingkat elite, yang terjadi juga setali tiga uang, bahkan bisa dikatakan lebih parah. Hampir setiap hari kita disuguhi beritaberita yang ”panas” dari para elite kita. Perseteruan elite di parlemen, konflik di berbagai partai politik hingga ketidakharmonisan para penegak hukum merupakan contoh nyata yang sangat telanjang.
Tontonan-tontonan ini menjadi konsumsi publik setiap hari. Tak mengherankan bila mereka akhirnya meniru tindaktanduk para elitenya. Mereka bukan saling mendukung untuk kemajuan bangsa. Yang terjadi justru sebaliknya, antarkelompok saling menjatuhkan untuk mendapatkan keuntungan bagi kelompok masing-masing. Tentu apa yang dilakukan para elite ini sudah sangat keterlaluan.
Karena dampaknya sungguh luar biasa untuk negara ini. Mereka yang seharusnya mengemban amanah untuk memimpin dan melayani masyarakat malah sibuk berkonflik sendiri-sendiri. Melihat fenomena ini, tentu ada sesuatu yang salah dalam proses bernegara dan berbangsa ini. Dan yang ironis lagi adalah berbagai fenomena ini seperti dibiarkan terjadi tanpa ada solusi.
Masyarakat bahkan seperti menganggap biasa fenomena ini terjadi di sekitar mereka. Sikap permisif dari masyarakat ini tentu sangat berbahaya bagi kemajuan negara ini. Apakah pendidikan kita yang salah? Apakah tontonan kita yang salah? Apakah karena lemahnya penegakan hukum? Semua retorika itu sangat mungkin benar.
Yang jelas, fenomena ini tak boleh dibiarkan terus berlarut-larut. Kita harus sadar bahwa ada yang salah dengan bangsa ini dan kita harus segera memperbaikinya. Kalau ini dibiarkan tentu dampaknya akan semakin buruk bagi nasib bangsa ini. Bayangkan saja, di saat bangsa lain bersatu untuk memajukan negaranya, kita masih berkelahi antarkita sendiri.
Mungkin itu juga penyebab utama negara ini semakin tertinggal dengan negara lain di berbagai bidang. Di bidang ekonomi, kita kalah jauh dengan Malaysia dan Singapura. Di bidang olahraga, praktis juga tak ada cabang olahraga kita yang berprestasi dan mampu berbicara di tingkat regional sekalipun. Bulu tangkis yang dulu menjadi kebanggaan kita kini prestasinya juga sudah jauh menurun.
Ayo kita harus terbangun dari ”mimpi” buruk ini. Perjalanan bangsa ini sudah jauh keluar jalur dari apa yang dicita-citakan founding fathers kita. Pancasila yang merupakan dasar negara sudah banyak dilanggar dan ditinggalkan. Pemahaman akan ”ada yang salah pada bangsa ini” sangat penting untuk disadari seluruh komponen bangsa.
Tanpa ada kesamaan persepsi seperti itu, sulit bagi negara ini untuk bergerak maju. Karena itu, untuk memulainya, tentu harus ada upaya nyata dari bangsa ini. Salah satunya para elite harus mulai sadar dan segera mengakhiri konflik untuk kepentingan Indonesia. Hanya dengan keteladanan, bangsa ini bisa bangkit.
Sudah saatnya kita bersatu dan menyamakan persepsi demi kemajuan, kemakmuran, dan kejayaan Indonesia. Tanpa persatuan dan kebersamaan seluruh komponen, mustahil bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar.
Berbagai peristiwa kekerasan—mulai dari maraknya bentrok antarkampung, tawuran pelajar hingga aksi kekerasan lain yang terjadi di antara kita sendiri—seolah menjadi hal yang biasa terjadi di sekitar kita. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah bangsa ini sedang ”sakit”?
Pertanyaan-pertanyaan itu tentu memerlukan kontemplasi yang mendalam untuk menemukan jawaban yang tepat. Namun berbagai kejadian kekerasan ini memang harus segera diakhiri. Bayangkan hampir setiap hari kita mendengar berita kekerasan yang seharusnya tidak perlu terjadi karena bisa diantisipasi. Apalagi kalau ditelusuri penyebabnya hanya masalah yang sepele.
Misalnya saja, hanya karena senggolan, terjadi aksi baku hantam. Fenomena yang tak kalah menyedihkan adalah masih maraknya tawuran pelajar atau bentrok antarkampung. Ironisnya, hal itu terjadi di Jakarta yang notabene masyarakatnya lebih berpendidikan.
Itu contoh fenomena yang terjadi di tingkat masyarakat bawah. Di tingkat elite, yang terjadi juga setali tiga uang, bahkan bisa dikatakan lebih parah. Hampir setiap hari kita disuguhi beritaberita yang ”panas” dari para elite kita. Perseteruan elite di parlemen, konflik di berbagai partai politik hingga ketidakharmonisan para penegak hukum merupakan contoh nyata yang sangat telanjang.
Tontonan-tontonan ini menjadi konsumsi publik setiap hari. Tak mengherankan bila mereka akhirnya meniru tindaktanduk para elitenya. Mereka bukan saling mendukung untuk kemajuan bangsa. Yang terjadi justru sebaliknya, antarkelompok saling menjatuhkan untuk mendapatkan keuntungan bagi kelompok masing-masing. Tentu apa yang dilakukan para elite ini sudah sangat keterlaluan.
Karena dampaknya sungguh luar biasa untuk negara ini. Mereka yang seharusnya mengemban amanah untuk memimpin dan melayani masyarakat malah sibuk berkonflik sendiri-sendiri. Melihat fenomena ini, tentu ada sesuatu yang salah dalam proses bernegara dan berbangsa ini. Dan yang ironis lagi adalah berbagai fenomena ini seperti dibiarkan terjadi tanpa ada solusi.
Masyarakat bahkan seperti menganggap biasa fenomena ini terjadi di sekitar mereka. Sikap permisif dari masyarakat ini tentu sangat berbahaya bagi kemajuan negara ini. Apakah pendidikan kita yang salah? Apakah tontonan kita yang salah? Apakah karena lemahnya penegakan hukum? Semua retorika itu sangat mungkin benar.
Yang jelas, fenomena ini tak boleh dibiarkan terus berlarut-larut. Kita harus sadar bahwa ada yang salah dengan bangsa ini dan kita harus segera memperbaikinya. Kalau ini dibiarkan tentu dampaknya akan semakin buruk bagi nasib bangsa ini. Bayangkan saja, di saat bangsa lain bersatu untuk memajukan negaranya, kita masih berkelahi antarkita sendiri.
Mungkin itu juga penyebab utama negara ini semakin tertinggal dengan negara lain di berbagai bidang. Di bidang ekonomi, kita kalah jauh dengan Malaysia dan Singapura. Di bidang olahraga, praktis juga tak ada cabang olahraga kita yang berprestasi dan mampu berbicara di tingkat regional sekalipun. Bulu tangkis yang dulu menjadi kebanggaan kita kini prestasinya juga sudah jauh menurun.
Ayo kita harus terbangun dari ”mimpi” buruk ini. Perjalanan bangsa ini sudah jauh keluar jalur dari apa yang dicita-citakan founding fathers kita. Pancasila yang merupakan dasar negara sudah banyak dilanggar dan ditinggalkan. Pemahaman akan ”ada yang salah pada bangsa ini” sangat penting untuk disadari seluruh komponen bangsa.
Tanpa ada kesamaan persepsi seperti itu, sulit bagi negara ini untuk bergerak maju. Karena itu, untuk memulainya, tentu harus ada upaya nyata dari bangsa ini. Salah satunya para elite harus mulai sadar dan segera mengakhiri konflik untuk kepentingan Indonesia. Hanya dengan keteladanan, bangsa ini bisa bangkit.
Sudah saatnya kita bersatu dan menyamakan persepsi demi kemajuan, kemakmuran, dan kejayaan Indonesia. Tanpa persatuan dan kebersamaan seluruh komponen, mustahil bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar.
(bhr)