Ijazah Palsu Marak, Izin Prodi Harus Diperketat

Senin, 25 Mei 2015 - 10:40 WIB
Ijazah Palsu Marak, Izin Prodi Harus Diperketat
Ijazah Palsu Marak, Izin Prodi Harus Diperketat
A A A
JAKARTA - Praktik jual beli ijazah palsu bagaikan virus yang cepat menyebar. Untuk menangkalnya, pemerintah harus memperketat perizinan program studi (prodi).

Kepala Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Mansyur Ramli mengatakan, sebenarnya selama ini proses akreditasi perguruan tinggi sudah memiliki mekanisme asesmen lapangan yang ketat.

Di dalamnya terdapat kegiatan visitasi ke perguruan tinggi yang bersangkutan. ”Hanya saja penyimpangan sering terjadi justru saat perguruan tinggi yang bersangkutan sudah berjalan. Sebab pada saat perguruan tinggi pemohon mengajukan akreditasi, semua syarat sudah terpenuhi,” katanya ketika dihubungi kemarin.

Mantan Kabalitbang Kemendikbud itu menjelaskan, untuk mencegah hal serupa terulang, dia mengusulkan agar Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) memperketat izin pendirian dan penyelenggaraan prodi di perguruan tinggi. Dia menekankan pendirian prodi bukan dimoratorium, tetapi diperketat agar publik yakin dulu bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi punya komitmen kuat untuk perbaikan.

Selain itu dia mengusulkan sistem pengawasan di Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) perlu ditingkatkan tanpa mengabaikan kemandirian perguruan tinggi. Lembaga bentukan pemerintah ini harus bisa membina kampus-kampus swasta yang jumlahnya saat ini lebih dari 3.000 kampus. ”Tapi jangan terlalu mengekang juga. Karena salah satu faktor untuk perguruantinggi berkembangitu ada pada otonominya,” tutur dia.

Ramli mengatakan, dia mengakui praktik jual beli ijazah asli tapi palsu sudah terjadi sejak lama. Namun karena saat ini pemerintahan baru, Menristek Dikti M Nasir pun ingin memastikan bahwa betul praktik demikian masih ada. Bahkan Mansyur menduga, perguruan tinggi yang melakukan praktik tercela tersebut tidak hanya di Jabodetabek seperti temuan sementara, tetapi juga di sejumlah daerah lain di Indonesia.

Mansyur menjelaskan, pengertian ijazah aspal itu adalah ijazah yang diterbitkan perguruan tinggi secara sah, memiliki nomor induk dan syarat administrasi lainnya. Namun ijazah tersebut didapat melalui proses pembelajaran yang tidak benar. Dalam proses pembelajaran yang tidak normal di antaranya mahasiswa yang terdaftar tersebut tidak memenuhi standar kehadiran minimum tatap muka perkuliahan.

”Prosesnya palsu, tapi asli secara administrasi. Misalnya hanya ketemu dua kali, tapi ijazahnya tetap terbit, maka disebut ijazah aspal,” papar Mansyur. Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (Aptisi) Edy Suandi Hamid berpendapat, ijazah aspal yang sudah dikeluarkan kampus mesti ditarik, dibatalkan, dan gelar si pemakai ijazah juga harus dicabut.

Hal ini penting sebagai shock therapy agar tidak muncul kasus serupa di masa yang akan datang. Para pelaku yang terlibat juga tidak cukup hanya dikenai hukuman administratif. Jika itu sudah masuk ranah kriminal, seharusnya juga ada sanksi pidana.

Selain itu, pengawasan oleh Ditjen Dikti, Kopertis, dan masyarakat juga harus diperketat dan masyarakat tak perlu segan melaporkannya kalau melihat ada kampus yang terindikasi jual beli ijazah atau mengeluarkan ijazah yang tidak memenuhi norma akademis. Dia membenarkan praktik ijazah palsu ini ibarat virus yang bisa terjadi di kampus lain.

Neneng zubaidah
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3079 seconds (0.1#10.140)