Lebih dari Setengah Juta Warga Telantar
A
A
A
SANAA - Lebih dari setengah juta warga Yaman telantar karena kehilangan tempat tinggal sejak perang antara koalisi pimpinan Arab Saudi dan kelompok pemberontak Houthi meletus pada Maret lalu.
Lembaga PBB yang menangani masalah pengungsi (UNHCR) mengatakan, ratusan ribu warga yang telantar berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan tidak bisa tertolong semua. Kondisi itu diketahui ketika mereka bisa masuk ke zona perang selama gencatan senjata berlangsung lima hari. Program Makanan Dunia juga mengatakan jeda kemanusiaan berlangsung terlalu singkat.
Program Pangan Dunia PBB (WFP) menyatakan hanya sanggup mengirimkan makanan terhadap 400.000 orang atau separuh dari target 738.000 warga Yaman. Sejak koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan intervensi militer, sekitar 7.000 pengungsi melarikan diri ke Somalia, sebagian besar memang berstatus warga Somalia.
Konflik di Yaman semakin sulit mereda karena dua belah pihak kembali melakukan serangan mematikan setelah berakhirnya gencatan senjata. Terakhir, koalisi pimpinan Arab Saudi membombardir beberapa area ibu kota Sanaa pada Selasa (19/5). Mereka mengebom kompleks istana kepresidenan Yaman dan beberapa pangkalan militer tentara yang loyal terhadap mantan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Saleh merupakan sekutu pemberontak Houthi. Pangkalan misil pasukan Republican Guard di Fajj Attan, Sanaa Selatan, juga tidak lepas dari serangan udara koalisi. Begitupun rumah Saleh di Sanhan dan gudang persenjataan di Gunung Noqum, Sanaa Timur. Pada bulan lalu ledakan beruntun terjadi di Sanaa Selatan hingga menewaskan 38 warga sipil.
Selain itu, pasukan koalisi mengebom pangkalan pertahanan udara dan penjaga pantai di Provinsi Hodeida, Taez, Ibb, Daleh, dan di Aden Selatan. ”Pemberontak tidak menghargai jeda kemanusiaan. Karena itu, kami mengambil langkah yang diperlukan,” kata juru bicara (jubir) pasukan koalisi Brigadir Jenderal Ahmed al-Assiri kepada AFP .
Namun, serangan itu memperlambat terciptanya kesepakatan perdamaian secara politik antara pihak yang terlibat perang di Yaman. PBB yang konsisten menentang aksi militer berencana mendukung konferensi perdamaian di Riyadh, Arab Asudi, pada pekan depan. Houthi memboikot konferensi itu dan memicu perselisihan dengan pendukung Hadi.
Mereka berharap pemerintahan terpilih dapat kembali menjalankan tugas sebagaimana mestinya. ”Perselisihan antara kedua belah pihak jadi penghambat konferensi,” kata jubir PBB Farhan Haq. ”Kami ingin pertempuran itu segera berakhir. Dengan begitu, kami bisa mulai menyusun dan mengundang partisipan,” sambungnya.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon juga meminta semua pihak yang terlibat melakukan gencatan senjata permanen. Koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan intervensi militer di Yaman setelah presiden terpilih Yaman Abd Rabbuh Mansur Hadi digulingkan dan tidak kuasa membendung serangan Houthi.
PBB menyatakan pada 15 Mei lalu sebanyak 1.850 orang meninggal, 7.394 luka-luka, dan 545.000 tidak memiliki tempat tinggal.
Muh shamil
Lembaga PBB yang menangani masalah pengungsi (UNHCR) mengatakan, ratusan ribu warga yang telantar berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan tidak bisa tertolong semua. Kondisi itu diketahui ketika mereka bisa masuk ke zona perang selama gencatan senjata berlangsung lima hari. Program Makanan Dunia juga mengatakan jeda kemanusiaan berlangsung terlalu singkat.
Program Pangan Dunia PBB (WFP) menyatakan hanya sanggup mengirimkan makanan terhadap 400.000 orang atau separuh dari target 738.000 warga Yaman. Sejak koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan intervensi militer, sekitar 7.000 pengungsi melarikan diri ke Somalia, sebagian besar memang berstatus warga Somalia.
Konflik di Yaman semakin sulit mereda karena dua belah pihak kembali melakukan serangan mematikan setelah berakhirnya gencatan senjata. Terakhir, koalisi pimpinan Arab Saudi membombardir beberapa area ibu kota Sanaa pada Selasa (19/5). Mereka mengebom kompleks istana kepresidenan Yaman dan beberapa pangkalan militer tentara yang loyal terhadap mantan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Saleh merupakan sekutu pemberontak Houthi. Pangkalan misil pasukan Republican Guard di Fajj Attan, Sanaa Selatan, juga tidak lepas dari serangan udara koalisi. Begitupun rumah Saleh di Sanhan dan gudang persenjataan di Gunung Noqum, Sanaa Timur. Pada bulan lalu ledakan beruntun terjadi di Sanaa Selatan hingga menewaskan 38 warga sipil.
Selain itu, pasukan koalisi mengebom pangkalan pertahanan udara dan penjaga pantai di Provinsi Hodeida, Taez, Ibb, Daleh, dan di Aden Selatan. ”Pemberontak tidak menghargai jeda kemanusiaan. Karena itu, kami mengambil langkah yang diperlukan,” kata juru bicara (jubir) pasukan koalisi Brigadir Jenderal Ahmed al-Assiri kepada AFP .
Namun, serangan itu memperlambat terciptanya kesepakatan perdamaian secara politik antara pihak yang terlibat perang di Yaman. PBB yang konsisten menentang aksi militer berencana mendukung konferensi perdamaian di Riyadh, Arab Asudi, pada pekan depan. Houthi memboikot konferensi itu dan memicu perselisihan dengan pendukung Hadi.
Mereka berharap pemerintahan terpilih dapat kembali menjalankan tugas sebagaimana mestinya. ”Perselisihan antara kedua belah pihak jadi penghambat konferensi,” kata jubir PBB Farhan Haq. ”Kami ingin pertempuran itu segera berakhir. Dengan begitu, kami bisa mulai menyusun dan mengundang partisipan,” sambungnya.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon juga meminta semua pihak yang terlibat melakukan gencatan senjata permanen. Koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan intervensi militer di Yaman setelah presiden terpilih Yaman Abd Rabbuh Mansur Hadi digulingkan dan tidak kuasa membendung serangan Houthi.
PBB menyatakan pada 15 Mei lalu sebanyak 1.850 orang meninggal, 7.394 luka-luka, dan 545.000 tidak memiliki tempat tinggal.
Muh shamil
(ftr)