Ini Akibatnya jika Presiden Tolak Revisi UU Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mengisyaratkan menolak revisi Undang-undang (UU) Pilkada. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak revisi UU Pilkada tersebut, maka pembuatan UU diserahkan kepada DPR saja.
"Ini yang saya bilang. Ke depan saya inginnya presiden jangan membuat undang-undang," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/5/2015).
"Itu yang orang tidak tahu. Menurut saya problem demokrasi kita terlalu dominan. Harusnya Presiden tidak lagi buat undang-undang. Yang buat DPR saja," imbuhnya.
Menurutnya terlalu mendominasi jika DPR ingin buat undang-undang namun harus minta izin Presiden. "Ini sebenarnya kacau. Ini Harus ditarik suatu hari," jelasnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, revisi UU Pilkada harus tetap dilakukan lantaran hal tersebut permintaan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Karena butuh payung hukum. Jalan keluarnya undang-undang. Kita bisa bahas satu sampai dua minggu. Karena kita mau fix kekuatan itu. Jangan disurat KPU. Surat KPU terlalu lemah. Yang kuat undang-undang," tandasnya.
"Ini yang saya bilang. Ke depan saya inginnya presiden jangan membuat undang-undang," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/5/2015).
"Itu yang orang tidak tahu. Menurut saya problem demokrasi kita terlalu dominan. Harusnya Presiden tidak lagi buat undang-undang. Yang buat DPR saja," imbuhnya.
Menurutnya terlalu mendominasi jika DPR ingin buat undang-undang namun harus minta izin Presiden. "Ini sebenarnya kacau. Ini Harus ditarik suatu hari," jelasnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, revisi UU Pilkada harus tetap dilakukan lantaran hal tersebut permintaan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Karena butuh payung hukum. Jalan keluarnya undang-undang. Kita bisa bahas satu sampai dua minggu. Karena kita mau fix kekuatan itu. Jangan disurat KPU. Surat KPU terlalu lemah. Yang kuat undang-undang," tandasnya.
(maf)