DPR: KPU Jangan Berpersepsi Larang Parpol Ikut Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak berpersepsi menolak partai politik yang tengah berkonflik untuk mengikuti pilkada serempak tahun 2015.
Untuk itu, Rambe mengatakan, usulan revisi Undang-undang (UU) Pilkada yang diajukan DPR adalah sebuah langkah agar KPU tidak melarang partai politik untuk ikut pilkada. Pasalnya, urgensi revisi UU Pilkada didasarkan pada sejumlah pasal terbatas yang belum mengatur tentang tahapan dan pencalonan dalam pilkada.
"Kita anggap ini persoalan prinsip (dalam pilkada), ada solusinya. Kita ubah salah satu. Asas pilkada kita ubah, agar pilkada jauh lebih murah dan efisien," kata Rambe di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (20/5/2015).
Rambe menambahkan, klausul lain yang juga termasuk dalam revisi adalah soal peraturan bagi partai politik yang tengah mengalami konflik kepengurusan.
Menurut Rambe, KPU selaku penyelenggara pilkada tidak boleh membatasi keikutsertaan partai politik dalam dengan mengeluarkan tiga ketentuan bagi partai politik yang tengah berkonflik.
Tiga ketentuan tersebut di antaranya, partai peserta pilkada adalah kepengurusan partai yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, jika masih sengketa KPU mensyaratkan islah, dan mengacu pada putusan sementara atas konflik yang tengah diselesaikan di pengadilan.
Melalui tiga ketentuan yang disyaratkan, kata Rambe, KPU telah berpersepsi melarang partai politik yang sedang berkonflik untuk mengikuti pilkada.
"Jika mulai tahapan tidak kondusif, apalagi pencalonan, misalnya parpol yang bersengketa tak bisa ikut pilkada, maka PPP dan Golkar yang didukung 25 juta masyarakat ini tak diperhitungkan."
"Kan syarat mengikuti pilkada ada 20% kursi minimal dari peserta Pemilu 2014. Gimana mau ngitungnya? Penyelengara pemilu tidak boleh berpersepsi melarang. Asas kemandirian KPU telah disalahartikan," imbuhnya.
Untuk itu, Rambe mengatakan, usulan revisi Undang-undang (UU) Pilkada yang diajukan DPR adalah sebuah langkah agar KPU tidak melarang partai politik untuk ikut pilkada. Pasalnya, urgensi revisi UU Pilkada didasarkan pada sejumlah pasal terbatas yang belum mengatur tentang tahapan dan pencalonan dalam pilkada.
"Kita anggap ini persoalan prinsip (dalam pilkada), ada solusinya. Kita ubah salah satu. Asas pilkada kita ubah, agar pilkada jauh lebih murah dan efisien," kata Rambe di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (20/5/2015).
Rambe menambahkan, klausul lain yang juga termasuk dalam revisi adalah soal peraturan bagi partai politik yang tengah mengalami konflik kepengurusan.
Menurut Rambe, KPU selaku penyelenggara pilkada tidak boleh membatasi keikutsertaan partai politik dalam dengan mengeluarkan tiga ketentuan bagi partai politik yang tengah berkonflik.
Tiga ketentuan tersebut di antaranya, partai peserta pilkada adalah kepengurusan partai yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, jika masih sengketa KPU mensyaratkan islah, dan mengacu pada putusan sementara atas konflik yang tengah diselesaikan di pengadilan.
Melalui tiga ketentuan yang disyaratkan, kata Rambe, KPU telah berpersepsi melarang partai politik yang sedang berkonflik untuk mengikuti pilkada.
"Jika mulai tahapan tidak kondusif, apalagi pencalonan, misalnya parpol yang bersengketa tak bisa ikut pilkada, maka PPP dan Golkar yang didukung 25 juta masyarakat ini tak diperhitungkan."
"Kan syarat mengikuti pilkada ada 20% kursi minimal dari peserta Pemilu 2014. Gimana mau ngitungnya? Penyelengara pemilu tidak boleh berpersepsi melarang. Asas kemandirian KPU telah disalahartikan," imbuhnya.
(kri)