Waspadai Peredaran Beras Sintetis
A
A
A
BEKASI - Awas beras mengandung bahan sintetis! Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan karena ditengarai beras yang diduga bercampur plastik sudah beredar di pasaran.
Hingga kemarin, aparat kepolisian masih menelusuri laporan adanya beras sintetis tersebut. Adapun dari Kementerian Perdagangan memastikan tidak ada pemberian izin impor beras sintetis atau beras berbahan baku plastik. Temuan adanya beras yang diduga sintetis tersebut muncul setelah adanya laporan dari masyarakat, salah satunya Dewi Septiani, 29, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Pedagang nasi uduk dan bubur ini melaporkan temuan tersebut ke kepolisian setelah pembeli dagangannya mengeluh sakit perut dan kepala pusing. ”Konsumen saya banyak yang mengeluh sakit perut dan kepalanya pusing seusai mengonsumsi bubur dan nasi uduk yang saya buat dari beras tersebut,” sebut Dewi kepada wartawan kemarin.
Kepala Kepolisian Resor Bekasi Kota, Jawa Barat, Kombes Pol Rudi Setiawan belum bisa memastikan kebenaran laporan tersebut. Dia mengaku masih harus terlebih dulu meminta keterangan tim ahli mengenai dugaan peredaran beras sintetis di wilayah hukumnya. ”Saya minta masyarakat tetap tenang. Beri kesempatan kami bekerja supaya persoalan ini punya kekuatan hukum terlebih dulu,” katanya di Bekasi kemarin.
Polisi sudah meminta keterangan dari tim ahli seputar dugaan beras sintetis yang diperjualbelikan di Blok G Pasar Mutiara Gading. Sampel beras yang diperoleh sudah dikirim ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi untuk selanjutnya dites secara laboratorium di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bulog Jakarta. ”Hasilnya segera kami publikasikan kepada masyarakat dalam waktu dekat,” kata Rudi.
Untuk menindaklanjuti temuan tersebut, polisi juga telah meminta keterangan dari lima saksi, yakni pemilik kios beras bernama Sembiring dan empat pegawainya. Selain itu, polisi masih menghimpun keterangan dari pihak pelapor atas nama Dewi Septiani yang bekerja sebagai pedagang bubur dan nasi uduk yang merasa dirugikan. Hasil pemeriksaan sementara terungkap beras dibeli dari kawasan Durenjaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Dari pengembangan penyelidikan diketahui beras didatangkan dari salah satu pemasok di Karawang, Jawa Barat. Polisi telah menutup sementara kios yang memperjualbelikan beras tersebut selama proses penyelidikan berlangsung. ”Ada sekitar 1 ton beras di dalam kios tersebut.
Beberapa sampel sudah kami amankan untuk diperiksa,” kata Rudi. Kabid Perdagangan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, danKoperasi (Disperindagkop) Kota Bekasi Herbet Panjaitan sudah mendapat laporan tentang adanya beras sintetis dan sudah mengambil sampel dari beberapa toko beras di bilangan Pasar MutiaraGadingTimur, MustikaJaya untuk diteliti. ”Untuk memastikan, harus dilakukan uji lab dulu, baru bisa kita pastikan itu plastik,” katanya.
Dia menuturkan, dari penelusuran sementara, beras dibeli dari sebuah agen beras di Pasar Baru, Bekasi. Adapun agen itu mendatangkan beras tersebut dari wilayah Karawang untuk dijual dan dikonsumsi warga Bekasi. ”Jika terbukti ada kecurangan penjual, pemerintah akan segera menindak tegas pelakunya. Karena keberadaan beras sintetis bila dikonsumsi warga sangat berbahaya,” ujarnya.
Kementerian Perdagangan menyatakan tidak ada pemberian izin impor beras sintetis atau beras berbahan baku plastik. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel telah meminta Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen untuk mengecek di lapangan atas adanya informasi tentang beras sintetis tersebut. ”(Jika ada) harus kita tindak, harus diatasi. Nanti akan kita lihat terlebih dahulu. Sampai saat ini tidak ada impor beras,” kata dia di Jakarta, kemarin.
Tidak Lazim
Dewi Septiani yang setiap harinya berdagang nasi uduk dan bubur di ruko GT Grande Mutiara Gading, Kelurahan Mustikajaya, Kecamatan Mustikajaya, itu mengaku membeli beras yang diduga terkontaminasi bahan sintetis dari seorang pedagang di Pasar Mutiara Gading Blok G pada Rabu (13/5). Setelah dimasak, sejumlah pembelinya pun komplain.
Dengan adanya sejumlah aduan, Dewi lantas melakukan pengecekan terhadap kualitas sisa beras bermerek Setraramos yang dibelinya sebanyak 6 liter. Berdasar pengamatannya, beras yang dibelinya tersebut tidak lazim. Menurut dia, bubur yang telah dimasak selama lebih dari satu jam itu tidak menghasilkan bubur halus. ”Butirannya justru membesar tapi tidak halus. Biasanya bubur buatan saya halus dan lembut. Ini rasanya aneh di lidah dan sangat lengket,” ujar Dewi.
Adapun jika dimasak untuk nasi uduk, beras tersebut mengeluarkan banyak air dan basah. ”Berasnya jadi aneh, rasanya kayak plastik, sintesisnya berasa di mulut dan lengket di tenggorokan,” imbuhnya.
Dari ciri tersebut, Dewi pun mencoba mencari tahu jenis beras tersebut melalui internet dan sejumlah pemberitaan. ”Ternyata jenis beras yang saya beli per liternya Rp8.000 itu mirip sekali dengan ciri beras berbahan sintetis. Kan banyak pemberitaan yang bilang saat ini beras asal Tiongkok masuk ke Indonesia,” katanya.
Ketua Pelaksana Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo memahami informasi adanya beras sintetis menimbulkan kepanikan di masyarakat karena pengawasan beras yang beredar dari dinas terkait sangat minim. Terlebih, masyarakat banyak mengonsumsi beras curah dan bukan beras dari kemasan. ”Harusnya pemerintah melakukan regulater infection (inspeksi secara berkala) guna mengantisipasi adanya beras oplosan seperti ini dan saya sangat menyesalkan,” katanya.
Psikolog dari Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta menilai sangat wajar jika masyarakat menjadi resah dengan beredarnya beras oplosan plastik. Pasalnya, beras merupakan kebutuhan pangan yang dikonsumsi semua kalangan.
Ketika ditemukan beras oplosan plastik, yang terjadi adalah sifat kecurigaan besar. ”Karena beras kan untuk di Pulau Jawa memang kebutuhan pokok sekali dan tidak ada penggantinya. Ketika ada isu ini jelas mengganggu kondisi masyarakat dan juga negara,” kata Shinta kemarin.
Dia melihat persoalan beras sintetis bisa dicegah jika lembaga yang berkaitan misalnya Bulog, Perindag, dan pihak terkait lainnya bekerja dengan baik. Dia pun menduga otoritas terkait tidak bekerja sesuai dengan yang diharapkan sehingga menyebabkan ada beras oplosan beredar di Bekasi.
”Masyarakat saat ini kata Shinta sedang dalam kondisi kacau. Di saat situasi negara sedang goyang dan ditambah dengan isu sangat mendasar, masyarakat semakin tidak karuan. Semakin resah masyarakat saat ini,” tutupnya.
Abdullah m surjaya/ R ratna purnama/ant
Hingga kemarin, aparat kepolisian masih menelusuri laporan adanya beras sintetis tersebut. Adapun dari Kementerian Perdagangan memastikan tidak ada pemberian izin impor beras sintetis atau beras berbahan baku plastik. Temuan adanya beras yang diduga sintetis tersebut muncul setelah adanya laporan dari masyarakat, salah satunya Dewi Septiani, 29, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Pedagang nasi uduk dan bubur ini melaporkan temuan tersebut ke kepolisian setelah pembeli dagangannya mengeluh sakit perut dan kepala pusing. ”Konsumen saya banyak yang mengeluh sakit perut dan kepalanya pusing seusai mengonsumsi bubur dan nasi uduk yang saya buat dari beras tersebut,” sebut Dewi kepada wartawan kemarin.
Kepala Kepolisian Resor Bekasi Kota, Jawa Barat, Kombes Pol Rudi Setiawan belum bisa memastikan kebenaran laporan tersebut. Dia mengaku masih harus terlebih dulu meminta keterangan tim ahli mengenai dugaan peredaran beras sintetis di wilayah hukumnya. ”Saya minta masyarakat tetap tenang. Beri kesempatan kami bekerja supaya persoalan ini punya kekuatan hukum terlebih dulu,” katanya di Bekasi kemarin.
Polisi sudah meminta keterangan dari tim ahli seputar dugaan beras sintetis yang diperjualbelikan di Blok G Pasar Mutiara Gading. Sampel beras yang diperoleh sudah dikirim ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi untuk selanjutnya dites secara laboratorium di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bulog Jakarta. ”Hasilnya segera kami publikasikan kepada masyarakat dalam waktu dekat,” kata Rudi.
Untuk menindaklanjuti temuan tersebut, polisi juga telah meminta keterangan dari lima saksi, yakni pemilik kios beras bernama Sembiring dan empat pegawainya. Selain itu, polisi masih menghimpun keterangan dari pihak pelapor atas nama Dewi Septiani yang bekerja sebagai pedagang bubur dan nasi uduk yang merasa dirugikan. Hasil pemeriksaan sementara terungkap beras dibeli dari kawasan Durenjaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Dari pengembangan penyelidikan diketahui beras didatangkan dari salah satu pemasok di Karawang, Jawa Barat. Polisi telah menutup sementara kios yang memperjualbelikan beras tersebut selama proses penyelidikan berlangsung. ”Ada sekitar 1 ton beras di dalam kios tersebut.
Beberapa sampel sudah kami amankan untuk diperiksa,” kata Rudi. Kabid Perdagangan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, danKoperasi (Disperindagkop) Kota Bekasi Herbet Panjaitan sudah mendapat laporan tentang adanya beras sintetis dan sudah mengambil sampel dari beberapa toko beras di bilangan Pasar MutiaraGadingTimur, MustikaJaya untuk diteliti. ”Untuk memastikan, harus dilakukan uji lab dulu, baru bisa kita pastikan itu plastik,” katanya.
Dia menuturkan, dari penelusuran sementara, beras dibeli dari sebuah agen beras di Pasar Baru, Bekasi. Adapun agen itu mendatangkan beras tersebut dari wilayah Karawang untuk dijual dan dikonsumsi warga Bekasi. ”Jika terbukti ada kecurangan penjual, pemerintah akan segera menindak tegas pelakunya. Karena keberadaan beras sintetis bila dikonsumsi warga sangat berbahaya,” ujarnya.
Kementerian Perdagangan menyatakan tidak ada pemberian izin impor beras sintetis atau beras berbahan baku plastik. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel telah meminta Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen untuk mengecek di lapangan atas adanya informasi tentang beras sintetis tersebut. ”(Jika ada) harus kita tindak, harus diatasi. Nanti akan kita lihat terlebih dahulu. Sampai saat ini tidak ada impor beras,” kata dia di Jakarta, kemarin.
Tidak Lazim
Dewi Septiani yang setiap harinya berdagang nasi uduk dan bubur di ruko GT Grande Mutiara Gading, Kelurahan Mustikajaya, Kecamatan Mustikajaya, itu mengaku membeli beras yang diduga terkontaminasi bahan sintetis dari seorang pedagang di Pasar Mutiara Gading Blok G pada Rabu (13/5). Setelah dimasak, sejumlah pembelinya pun komplain.
Dengan adanya sejumlah aduan, Dewi lantas melakukan pengecekan terhadap kualitas sisa beras bermerek Setraramos yang dibelinya sebanyak 6 liter. Berdasar pengamatannya, beras yang dibelinya tersebut tidak lazim. Menurut dia, bubur yang telah dimasak selama lebih dari satu jam itu tidak menghasilkan bubur halus. ”Butirannya justru membesar tapi tidak halus. Biasanya bubur buatan saya halus dan lembut. Ini rasanya aneh di lidah dan sangat lengket,” ujar Dewi.
Adapun jika dimasak untuk nasi uduk, beras tersebut mengeluarkan banyak air dan basah. ”Berasnya jadi aneh, rasanya kayak plastik, sintesisnya berasa di mulut dan lengket di tenggorokan,” imbuhnya.
Dari ciri tersebut, Dewi pun mencoba mencari tahu jenis beras tersebut melalui internet dan sejumlah pemberitaan. ”Ternyata jenis beras yang saya beli per liternya Rp8.000 itu mirip sekali dengan ciri beras berbahan sintetis. Kan banyak pemberitaan yang bilang saat ini beras asal Tiongkok masuk ke Indonesia,” katanya.
Ketua Pelaksana Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo memahami informasi adanya beras sintetis menimbulkan kepanikan di masyarakat karena pengawasan beras yang beredar dari dinas terkait sangat minim. Terlebih, masyarakat banyak mengonsumsi beras curah dan bukan beras dari kemasan. ”Harusnya pemerintah melakukan regulater infection (inspeksi secara berkala) guna mengantisipasi adanya beras oplosan seperti ini dan saya sangat menyesalkan,” katanya.
Psikolog dari Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta menilai sangat wajar jika masyarakat menjadi resah dengan beredarnya beras oplosan plastik. Pasalnya, beras merupakan kebutuhan pangan yang dikonsumsi semua kalangan.
Ketika ditemukan beras oplosan plastik, yang terjadi adalah sifat kecurigaan besar. ”Karena beras kan untuk di Pulau Jawa memang kebutuhan pokok sekali dan tidak ada penggantinya. Ketika ada isu ini jelas mengganggu kondisi masyarakat dan juga negara,” kata Shinta kemarin.
Dia melihat persoalan beras sintetis bisa dicegah jika lembaga yang berkaitan misalnya Bulog, Perindag, dan pihak terkait lainnya bekerja dengan baik. Dia pun menduga otoritas terkait tidak bekerja sesuai dengan yang diharapkan sehingga menyebabkan ada beras oplosan beredar di Bekasi.
”Masyarakat saat ini kata Shinta sedang dalam kondisi kacau. Di saat situasi negara sedang goyang dan ditambah dengan isu sangat mendasar, masyarakat semakin tidak karuan. Semakin resah masyarakat saat ini,” tutupnya.
Abdullah m surjaya/ R ratna purnama/ant
(ftr)