Polisi Pemegang Senpi Diawasi Ketat

Senin, 18 Mei 2015 - 11:23 WIB
Polisi Pemegang Senpi Diawasi Ketat
Polisi Pemegang Senpi Diawasi Ketat
A A A
JAKARTA - Polda Metro Jaya menginstruksikan seluruh jajarannya untuk melakukan pengawasan ketat terhadap anggota yang memegang senjata api (senpi).

Setiap satuan kerja (satker) di tiap-tiap Polres diminta segera mengevaluasi anggotanya terkait kasus anggota Reskrim Polres Jakarta Pusat Brigadir Wahyudi yang tewas bunuh diri dengan cara menembak kepalanya pada Jumat (15/5) lalu. ”Bila ada anggota yang kondisinya sudah tidak memungkinkan memegang senjata, maka pimpinan bisa langsung menariknya,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Martinus Sitompul kemarin.

Saat ini jumlah personel Polda Metro Jaya mencapai 31.000 orang dan separuhnya memegang senjata api. Menurut dia, penarikan senjata api diharapkan meredam aksi nakal para anggota. Untuk tes psikologi bagi para pemegang senjata api di kalangan Polri dilakukan setiap tahun. Namun, itu bisa saja diubah bila melihat pemegang senjata api terlihat kurang mumpuni.

Tidak semua anggota Polri bisa dengan mudah diberikan tanggung jawab untuk memegang senjata api. Ada beberapa tahapan, mulai dari tes psikologi, kecakapan, dan keterampilan menggunakan senjata api. ”Kami juga lakukan tes yang cukup ketat, jadi tidak sembarang anggota bisa pegang senpi,” katanya.

Kepala Bidang Propam Polda Metro Jaya Kombes Pol Janner Pasaribu menuturkan dalam kurun waktu Januari-Mei 2015, kasus polisi di Jakarta bunuh diri ini yang pertama. Hingga kini Reskrim Polres Jakarta Pusat maupun Propam Polda Metro Jaya masih menyelidiki lebih lanjut kasus tersebut. ”Masih dicari lebih dalam, apakah benar ini peristiwa bunuh diri atau bukan?” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Brigadir Wahyudi tewas bunuh diri dengan cara menembak kepalanya saat bertamu di rumah pacarnya di Jalan Perum Citra II, Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Sebelum bunuh diri, korban sempat cekcok dengan pacarnya, Dewi. Untuk mengantisipasi kasus polisi bunuh diri, pimpinan kepolisian di setiap tingkatan diimbau melakukan blusukan ke para anggotanya.

Blusukan ini untuk mengetahui kehidupan anak buahnya dan mengambil jalan untuk menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi anggotanya. ”Kapolri wajib menurunkan tim psikolog untuk mengetahui sisi psikologis anggotanya. Kapolri harus perintahkan kapolda, kapolres, dan kapolsek membuka hati sekaligus mendengar curhatan anggotanya,” ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane saat dihubungi Sindonews .

Menurut dia, atasan mendengar keluhan anggotanya merupakan hal yang lazim, bahkan tugas mulia. Dengan begitu, anggota merasa diperhatikan oleh atasannya. ”Tengok, tegur sapa, bahkan akrab dengan anak buah itu penting. Kalau perlu blusukan untuk tahu persoalan yang dihadapi anggota. Buang jauh-jauh sikap tidak peduli atau tidak mau tahu urusan anak buah di lapangan,” katanya.

Kriminolog Universitas Indonesia yang juga anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala mengatakan, seorang polisi itu sejatinya memiliki dua pencitraan yang harus dijalaninya. Pertama, pencitraan dirinya sebagai seorang penegak hukum. Kedua, pencitraan sebagai dirinya sendiri di dalam kehidupan.

”Sebagai polisi ini, dia punya dua pandangan di mata masyarakat. Pertama, pandangan positif yang suka nolongin masyarakat. Kedua, dia juga dipandang negatif oleh masyarakat karena suka nangkap-nangkapin orang dan nilanglah,” ujarnya.

Dengan adanya dua imej tersebut, seorang polisi sudah memiliki beban berat. Apalagi jika ditambah dengan beban sebagai dirinya sendiri. Maka itu, untuk menjadi seorang polisi dibutuhkan mental tangguh.

Helmi syarif
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6918 seconds (0.1#10.140)