Sesuaikan Kondisi di Masa Awal Masuk SD
A
A
A
Konsep full day school yang biasanya berlaku di sekolah-sekolah terpadu boleh saja diterapkan asal pelaksanaannya tetap memperhatikan tumbuh kembang anak yang sewajarnya. Apalagi bagi anak yang baru masuk sekolah dasar (SD) atau kelas-kelas kecil di SD.
Menurut psikolog anak dan remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, mereka terutama untuk kelas 1 SD, tentu masih perlu banyak bermain.
Bagi mereka ini, hendaknya jam belajar tidak terlalu panjang karena anak masih dalam masa peralihan dari TK ke SD. ”Penyelenggaraan full day school hendaknya tetap memperhatikan waktu istirahat dan bermain anak,” ucap Vera. Vera meminta para orangtua tetap memperhatikan kondisi serta kebutuhan si anak, apakah anak tersebut sesuai bersekolah di sana atau tidak.
”Orangtua bisa menyesuaikan kondisi serta kebutuhan anak dengan metode belajar, durasi belajar, dan lain-lain di sekolah yang akan dipilih. Sebab, usia SD masih termasuk usia bermain, sehingga tetap harus ada tuntutan waktu untuk bermain yang cukup bagi anak-anak, baik di sekolah maupun di rumah,” tegasnya.
Banyak hal yang bisa dijadikan pertimbangan oleh orangtua ketika memilih sekolah yang baik untuk si buah hati. Para orangtua dapat melihat kondisi dan kebutuhan anak, misalnya apakah anak mampu mengikuti pelajaran di sekolah bilingual, sanggup menjalani jam belajar yang panjang, apakah kurikulumnya memberatkan, atau apakah anak cocok masuk ke sekolah yang menuntut lebih berat ke arah prestasi akademis.
Vera menambahkan, kurikulum bagi anak SD sebaiknya menerapkan metode yang menyenangkan untuk si anak dan masih menyediakan waktu bermain bagi anak tersebut. ”Kurikulum ini harus bisa memenuhi kebutuhan belajar anak seusai dengan keunikan/ kebutuhan khusus atau individual differences pada masing-masing anak. Kurikulum ini fleksibel sehingga tiap anak punya peluang untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan minat dan bakatnya. Jadi, tidak melulu selalu harus berhasil di akademis,” terang Vera.
Psikolog yang tergabung di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini mengatakan, sampai sekarang belum ada penelitian mengenai kualitas lulusan serta keefektifan antara lulusan sekolah terpadu maupun sekolah ”biasa”. ”Karena, ada banyak faktor yang menentukan kualitas lulusan, termasuk faktor pembinaan anak di rumah,” ungkapnya. Hal serupa dikatakan psikolog Mira D Amir. Anak, terutama mereka yang baru masuk SD antara kelas 1-3, secara fisik butuh waktu untuk beristirahat.
”Bagi anak-anak di usia tersebut, kalau sudah pukul 12.00, mereka butuh waktu untuk tidak berseragam serta tak lagi dalam pengawasan seorang guru. Pada jam tersebut adalah waktunya mereka berada di rumah,” katanya. Menurut Mira, fenomena full day school di Indonesia muncul untuk memenuhi kebutuhan orangtua yang sibuk bekerja, sehingga mereka merasa perlu memasukkan anak-anak ke sekolah yang menerapkan jam belajar seharian penuh.
”Orangtua seharusnya bisa melihat kondisi anak ketika ingin memasukkan mereka ke sekolah. Sebab bagaimanapun, tanggung jawab orangtualah untuk mendidik anak mereka,” ujarnya. Mira menambahkan, setiap anak memiliki pertumbuhan yang berbeda, sehingga orangtua perlu memperhatikan proporsi yang seimbang buat buah hati mereka. Peran keluarga dalam mendidik anak amat penting karena anak berkembang melalui kegiatan bermain dan saat bersama keluarga.
Bermain adalah metode paling dasar dan penting untuk menjaga pertumbuhan anak. Hal tersebut juga akan menstimulasi perkembangan fisik, intelektual, dan emosional anak. Dengan metode seperti ini pula, si buah hati dapat meningkatkan daya serap serta kemampuan belajar, plus menumbuhkan kemampuan emosi-sosial saat berinteraksi di dalam kelompok.
”Maka itu, orangtua perlu mengajak anak mereka bermain, tidak hanya belajar. Hal itu pula yang mesti menjadi pertimbangan bagi orangtua ketika memilih sekolah, yaitu sekolah yang memberikan kenyamanan dan memberikan anak tempat serta waktu untuk bermain,” ungkap psikolog dari Universitas Indonesia ini. Ketika ingin mendaftarkan anak ke sekolah, orangtua sebaiknya mengajak si anak untuk merasakan keberadaan di sekolah tersebut. Apakah dia merasa nyaman atau tidak, bagaimana atmosfer lingkungannya karena anak mampu merasakan apa yang ada di lingkungan tersebut.
Setiap anak berbeda dalam merasakan kenyamanan di sekolah. Ada yang melihatnya dari faktor ruang kelas, guru, ataupun tempat bermain. Kenyamanan ini yang membuat anak mampu berkembang dan terbentuk ketika bersekolah. Mira menegaskan, orangtua tidak boleh memaksa kehendaknya kepada anak untuk masuk ke sekolah tertentu.
Orangtua sebaiknya membiarkan anak untuk memilih sekolahnya sendiri. ”Sekolah yang baik adalah yang memberikan kesempatan kepada si anak untuk trial ketika ingin memasuki sekolah tersebut. Kemudian orangtua mengajak anak untuk berdiskusi,” tutup Mira.
Robi ardianto
Menurut psikolog anak dan remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, mereka terutama untuk kelas 1 SD, tentu masih perlu banyak bermain.
Bagi mereka ini, hendaknya jam belajar tidak terlalu panjang karena anak masih dalam masa peralihan dari TK ke SD. ”Penyelenggaraan full day school hendaknya tetap memperhatikan waktu istirahat dan bermain anak,” ucap Vera. Vera meminta para orangtua tetap memperhatikan kondisi serta kebutuhan si anak, apakah anak tersebut sesuai bersekolah di sana atau tidak.
”Orangtua bisa menyesuaikan kondisi serta kebutuhan anak dengan metode belajar, durasi belajar, dan lain-lain di sekolah yang akan dipilih. Sebab, usia SD masih termasuk usia bermain, sehingga tetap harus ada tuntutan waktu untuk bermain yang cukup bagi anak-anak, baik di sekolah maupun di rumah,” tegasnya.
Banyak hal yang bisa dijadikan pertimbangan oleh orangtua ketika memilih sekolah yang baik untuk si buah hati. Para orangtua dapat melihat kondisi dan kebutuhan anak, misalnya apakah anak mampu mengikuti pelajaran di sekolah bilingual, sanggup menjalani jam belajar yang panjang, apakah kurikulumnya memberatkan, atau apakah anak cocok masuk ke sekolah yang menuntut lebih berat ke arah prestasi akademis.
Vera menambahkan, kurikulum bagi anak SD sebaiknya menerapkan metode yang menyenangkan untuk si anak dan masih menyediakan waktu bermain bagi anak tersebut. ”Kurikulum ini harus bisa memenuhi kebutuhan belajar anak seusai dengan keunikan/ kebutuhan khusus atau individual differences pada masing-masing anak. Kurikulum ini fleksibel sehingga tiap anak punya peluang untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan minat dan bakatnya. Jadi, tidak melulu selalu harus berhasil di akademis,” terang Vera.
Psikolog yang tergabung di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini mengatakan, sampai sekarang belum ada penelitian mengenai kualitas lulusan serta keefektifan antara lulusan sekolah terpadu maupun sekolah ”biasa”. ”Karena, ada banyak faktor yang menentukan kualitas lulusan, termasuk faktor pembinaan anak di rumah,” ungkapnya. Hal serupa dikatakan psikolog Mira D Amir. Anak, terutama mereka yang baru masuk SD antara kelas 1-3, secara fisik butuh waktu untuk beristirahat.
”Bagi anak-anak di usia tersebut, kalau sudah pukul 12.00, mereka butuh waktu untuk tidak berseragam serta tak lagi dalam pengawasan seorang guru. Pada jam tersebut adalah waktunya mereka berada di rumah,” katanya. Menurut Mira, fenomena full day school di Indonesia muncul untuk memenuhi kebutuhan orangtua yang sibuk bekerja, sehingga mereka merasa perlu memasukkan anak-anak ke sekolah yang menerapkan jam belajar seharian penuh.
”Orangtua seharusnya bisa melihat kondisi anak ketika ingin memasukkan mereka ke sekolah. Sebab bagaimanapun, tanggung jawab orangtualah untuk mendidik anak mereka,” ujarnya. Mira menambahkan, setiap anak memiliki pertumbuhan yang berbeda, sehingga orangtua perlu memperhatikan proporsi yang seimbang buat buah hati mereka. Peran keluarga dalam mendidik anak amat penting karena anak berkembang melalui kegiatan bermain dan saat bersama keluarga.
Bermain adalah metode paling dasar dan penting untuk menjaga pertumbuhan anak. Hal tersebut juga akan menstimulasi perkembangan fisik, intelektual, dan emosional anak. Dengan metode seperti ini pula, si buah hati dapat meningkatkan daya serap serta kemampuan belajar, plus menumbuhkan kemampuan emosi-sosial saat berinteraksi di dalam kelompok.
”Maka itu, orangtua perlu mengajak anak mereka bermain, tidak hanya belajar. Hal itu pula yang mesti menjadi pertimbangan bagi orangtua ketika memilih sekolah, yaitu sekolah yang memberikan kenyamanan dan memberikan anak tempat serta waktu untuk bermain,” ungkap psikolog dari Universitas Indonesia ini. Ketika ingin mendaftarkan anak ke sekolah, orangtua sebaiknya mengajak si anak untuk merasakan keberadaan di sekolah tersebut. Apakah dia merasa nyaman atau tidak, bagaimana atmosfer lingkungannya karena anak mampu merasakan apa yang ada di lingkungan tersebut.
Setiap anak berbeda dalam merasakan kenyamanan di sekolah. Ada yang melihatnya dari faktor ruang kelas, guru, ataupun tempat bermain. Kenyamanan ini yang membuat anak mampu berkembang dan terbentuk ketika bersekolah. Mira menegaskan, orangtua tidak boleh memaksa kehendaknya kepada anak untuk masuk ke sekolah tertentu.
Orangtua sebaiknya membiarkan anak untuk memilih sekolahnya sendiri. ”Sekolah yang baik adalah yang memberikan kesempatan kepada si anak untuk trial ketika ingin memasuki sekolah tersebut. Kemudian orangtua mengajak anak untuk berdiskusi,” tutup Mira.
Robi ardianto
(ars)