Blok Politik KMP & KIH Bikin Kinerja DPR Melempem

Jum'at, 19 Desember 2014 - 17:21 WIB
Blok Politik KMP & KIH Bikin Kinerja DPR Melempem
Blok Politik KMP & KIH Bikin Kinerja DPR Melempem
A A A
JAKARTA - Sekitar tiga bulan kinerja anggota DPR dianggap belum dirasakan dampak manfaatnya bagi masyarakat.

Disebabkan, DPR Periode 2014-2019 tersandera dengan kepentingan politik koalisi (political blocking).

Hal itu disampaikan peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Tommy Legowo. Menurutna, adanya political blocking menyebabkan wakil rakyat tak mandiri dalam menjalankan tiga fungsi pokoknya.

Tommy mengatakan, fraksi di DPR sekarang dimensinya masih kuat dipengaruhi kekuatan partai politik (parpol) dan petinggi parpol.

Bahkan pimpinan parpol (direksi), lebih tragis lagi karena harus tunduk pada loyalitasnya terhadap kekuatan koalisi.

"Perppu Pilkada tidak dapat dijadikan indikasi kuat bagi mencairnya political blocking dalam KMP (Koalisi Merah Putih) dan KIH (Koalisi Indonesia Hebat)," ucap Tommy di kantor Formappi, Matraman Raya, Jakarta Timur, Jumat (19/12/2014).

"Demikian juga revisi UU MD3 (Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD) tak bisa menjadi pertanda penting bagi keutuhan DPR," imbuhnya.

Tommy menegaskan, isu akan diterimanya Perppu Pilkada dan revisi UU MD3 tahun 2014, kata dia hanya terjadi karena unsur kompromi politik, ketimbang menyerap aspirasi masyarakat oleh anggota DPR.

Dia memprediksi, pengaruh politik diluar DPR akan bertahan secara permanen. Sebab, kata dia, political block sejak awal mengabaikan sisi dialogis dari dua kubu yang berseberangan.

Katanya, KMP dinilai mau dialogis jika menyangkut kebutuhan anggotanya. Begitupun sebaliknya yang dilakukan KIH.

"Ini membawa potensi besar untuk meninggalkan peran perwakilan rakyat-nya karena kepentingan terfokus pada daya tawar politik kubu politik yang saling bersaing," paparnya.

Menurutnya, jika sikap politik dua kubu berlaku secara permanen, dimungkinkan mengundang antipati masyarakat terhadap anggota DPR.

Bahkan mungkin sikap tersebut dikhawatirkan mengundang tindakan 'anarki' masyarakat karena kecewa dengan sikap dan perilaku wakil rakyatnya.

"Atau sebaliknya merangsang pemerintah Presiden Jokowi (Joko Widodo) dengan dukungan TNI dan polisi bertindak sewenang-sewenang demi menjalankan pemerintahan yang mengelola tertib sosial untuk dapat layani kepentingan rakyat," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4118 seconds (0.1#10.140)